Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Mengukur" Pertumbuhan Fintech di Ajang Fintech Fair 2018

18 Juli 2018   10:09 Diperbarui: 18 Juli 2018   12:54 3381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
seminar singkat di fintech fair 2018 (sumber: dokumentasi adica)

Ibarat tsunami, gelombang financial technologi (fintech) datang "telat" sepuluh tahun ke tanah air. Buktinya, per Maret 2018, baru terdapat 40 fintech yang secara resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Berbeda dengan luar negeri, yang pertumbuhan fintech-nya sudah sedemikian masif. Makanya, jangan heran kalau di luar negeri, keberadaan fintech tak hanya menjadi penggerak roda ekonomi, tetapi juga gaya hidup "kekinian" masyarakat yang berdomisili di kota-kota besar.

Sebab, lewat fintech, pembayaran menjadi semakin mudah, cepat, dan sederhana. Lewat fintech, prosedur peminjaman uang yang bertele-tele juga bisa dipangkas. Lewat fintech, masyarakat pun bisa berinvestasi tanpa perlu repot mengurus administrasi yang berbelit-belit. Kemudahan itulah yang menyebabkan fintech berkembang pesat di sejumlah negara.

Contoh, di Tiongkok, jumlah fintech terus bertambah setiap harinya. Keberadaanya pun dianggap "mengancam" dan "menggusur" bank lantaran perbankan kalah bersaing merebut "hati" nasabah. 

Kalau membutuhkan dana cepat, misalnya, masyarakat cenderung "lari" ke fintech daripada ke bank sebab fintech menawarkan proses peminjaman yang lebih singkat. Jadi, jangan heran kalau populasi fintech di Tiongkok bertumbuh melampaui bank. Untuk menyelamatkan dunia perbankan dan menekan populasi fintech di masyarakat, konon, Pemerintah Tiongkok sampai harus menutup lebih dari 10 fintech per hari

Apakah Indonesia juga akan mengalaminya suatu saat nanti? Bisa saja. Namun, itu tentunya baru akan terjadi bertahun-tahun kemudian. Sebab, ekosistem fintech di tanah air baru terbentuk beberapa tahun silam. Sepertinya masyarakat masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan dunia fintech. Makanya, perkembangan fintech di Indonesia berlangsung setahap demi setahap.

Cerminan itulah yang tampak sewaktu saya mengunjungi Fintech Fair 2018 di Mall Taman Anggrek pada tanggal 14 Juli kemarin. Bersama seorang teman yang juga sedang tertarik berinvestasi, saya menyisir setiap stan yang terdapat di situ. Sewaktu berjalan mengelilingi stan, saya melihat sejumlah perusahaan fintech dengan beragam tipe, seperti financing, lending, dan crowdfounding.

pengunjung melihat-lihat stan di fintech fair 2018 (sumber: dokumentasi adica)
pengunjung melihat-lihat stan di fintech fair 2018 (sumber: dokumentasi adica)
Pada saat itu, stan-stan tersebut masih tampak sepi. Hanya terdapat sedikit orang yang "berseliweran" di sekitarnya. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dari situ terdapat kesan bahwa sepertinya dunia fintech sepertinya masih "sepi" peminat. Namun demikian, kesan itu "patah" seiring berlalunya waktu. Semakin siang, ternyata semakin bertambah banyak pengunjung yang hadir.

seminar singkat di fintech fair 2018 (sumber: dokumentasi adica)
seminar singkat di fintech fair 2018 (sumber: dokumentasi adica)
Layaknya pameran properti, sejumlah penjaga stan terlihat "memberondong" pengunjung dengan brosur. Saya sendiri memperoleh lebih dari 10 brosur yang saya bawa pulang sebagai "oleh-oleh". Tak hanya menyodorkan brosur, mereka juga aktif menghampiri setiap pengunjung yang berdiri di dekat stan. Tujuannya jelas. Mereka ingin mengenalkan dan menawarkan produk fintech yang dipamerkan.

Seperti pengunjung lainnya, saya pun sempat "diprospek" oleh penjaga stan dari sebuah fintech peer to peer lending. Sebetulnya, saya sudah pernah menjajal produk dari fintech tersebut. Namun, iseng-iseng saya ingin mendengar penjelasan lebih lanjut darinya.

Walaupun mayoritas informasi yang didapat sudah pernah didengar sebelumnya, saya justru mendapat informasi terbaru tentang mekanisme "mitigasi risiko" manakala terjadi Non Performing Loan alias NPL. Bagi saya yang sudah menjadi lender, informasi itu membuka wawasan tentang "aturan main" perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun