Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

"Desiran Ketegangan" di Kabin Pesawat Jakarta-Bali

27 Maret 2018   13:06 Diperbarui: 27 Maret 2018   19:13 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jantung saya masih berdetak "lumayan" keras walaupun pintu pesawat telah ditutup sepenuhnya. Saya sedang berada dalam pesawat yang akan "mengangkut" saya ke Bali. Biarpun peristiwa itu telah berlangsung bertahun-tahun yang lalu, pengalaman tersebut masih tersimpan rapi di "berangkas" memori saya, sebab itulah pengalaman awal saya sewaktu terbang naik pesawat.

Mengapa jantung saya terus berdebar sewaktu duduk di kabin pesawat yang ramai penumpang tersebut? Apakah itu merupakan "efek" dari sedikit keterlambatan yang saya alami sewaktu memasuki pesawat? Bisa saja. Sebab, saya baru masuk ke pesawat jelang lepas landas.

Biarpun sudah berangkat dari rumah sekitar pukul empat subuh dan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada jam lima, waktu yang tersedia ternyata cukup "mepet". Pasalnya, waktu boarding pass pesawat ialah sekitar pukul enam.

Apalagi saya harus menjalani pemeriksaan yang dilakukan petugas bandara. Pada saat itu, sempat timbul masalah. Pasalnya, sewaktu diperiksa menggunakan sensor, di dalam tas saya, ditemukan sebuah gunting. Petugas kemudian datang memanggil saya, dan meminta saya untuk mengeluarkan gunting tersebut.

Sambil diawasi oleh si petugas, yang terlihat tegas dan berbicara cepat itu, saya membuka resletting tas, mengambil tempat pensil, dan mengeluarkan gunting tersebut. Saya merasa sedikit gugup. Pasalnya, adegan itu persis dengan cuplikan film yang menggambarkan pengungkapan kurir narkoba. Wkwkwkwkwkwkwkwk.

Petugas itu lalu menyita gunting tersebut, lalu memasukkannya ke kotak kaca yang berfungsi menyimpan semua benda tajam lainnya. Setelah selesai, saya malah bertanya, "Apakah saya boleh mengambilnya kembali setelah kembali ke Jakarta?"

Pasalnya, saya sering memakai gunting itu untuk membikin karya sewaktu masih bekerja sebagai pengajar di sekolah. Makanya, gunting itu menjadi "aset" yang penting bagi saya. Namun, si petugas melarangnya. Jadilah "aset" itu tersita bersama benda-benda lainnya di kotak kaca. Wkwkwkwkwkwkwk.

Saya masih merasa sedikit waswas, biarpun telah lewat pemeriksaan. Namun, dari situlah, saya belajar mengenali barang-barang apa saja yang boleh dibawa dan yang tidak.

Gunting barangkali hanyalah satu di antara sekian benda yang dilarang disimpan di tas. Barang terlarang lainnya ialah powerbank. Pasalnya, powerbank ternyata bisa meledak sewaktu pesawat sedang mengudara, seperti kasus yang menimpa satu maskapai di China.


Pasalnya, powerbank milik seorang penumpang yang disimpan di tas jinjing dan diletakkan di hattrack mengeluarkan percikan api dalam sebuah penerbangan di China dan peristiwa itu menjadi "alarm" bagi semua maskapai tentang penyimpanan powerbank di pesawat.

Makanya, kemudian Kementerian Perhubungan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 015 tahun 2018 tentang keberadaan powerbank di pesawat. Namun demikian, tidak semua jenis powerbank dilarang dibawa selama penerbangan. Sebab, hanya powerbank berdaya lebih dari 32000 MAh-lah yang dilarang dibawa ke pasawat udara. Sementara itu, peraturan demikian juga berlaku untuk semua jenis korek api dan senjata api, yang dinilai berpotensi membahayakan penerbangan.

Kembali ke topik. Kemudian, apakah penyebab jantung saya berdebar-debar jelang keberangkatan ialah lantaran ucapan pramugrari jelang pesawat take off? Mungkin saja. Sebab, sewaktu saya duduk nyaman di kursi, seorang pramugari berparas cantik tiba-tiba mendekati saya.

Apakah telah terjadi masalah seperti sebelumnya? Ternyata tidak. Pasalnya, ia hanya memberi instruksi singkat kepada saya lantaran saya duduk persis di dekat pintu darurat.

"Mas, nanti kalau terjadi apa-apa, tolong bantu saya membuka pintu darurat."

Setelah ia berkata begitu, saya langsung berpikir yang bukan-bukan.  Wkwkwkwkwkwkwk.

Namun, seperti kata Alvin Lie, seorang pengamat penerbangan, kalau pintu pesawat sudah ditutup, penumpang hanya bisa pasrah. Makanya, biarpun masih merasa deg-deg-an, saya hanya bisa berdoa demi keselamatan bersama. Wkwkwkwkwkwkwkwkwk.

Pesawat pun siap lepas landas. Dengan mengerahkan semua tenaga mesin, pesawat mulai naik. Terjadi sedikit guncangan. Saya mengamati situasi. Pramugari cantik yang tadi mem-briefing saya duduk memejamkan mata. Mulutnya sedikit komat-kamit seperti membaca doa.

Di kursi saya menemukan sebuah buku yang berisi doa lintas agama. Namun, saya telat membacanya. Sebab, pesawat sudah mengudara. Wkwkwkwkwkwkwk.

Lampu seat belt padam dan pesawat melaju dengan stabil.

ilustrasi pesawat sewaktu mengudara (sumber foto: dokumentasi teman saya, anom)
ilustrasi pesawat sewaktu mengudara (sumber foto: dokumentasi teman saya, anom)
Perjalanan menuju Bali menghabiskan waktu dua jam. Untungnya, cuaca sedang cerah saat itu. Saya merasa bersyukur. Pasalnya, cuaca ialah "tantangan terbesar" sewaktu terbang naik pesawat. Tidak ada yang mampu memprediksi secara pasti kondisi cuaca dalam penerbangan. Sebab, cuaca dan arah angin dapat berubah sangat cepat dan pilot harus mampu mengendalikan pesawat dengan lincah dan lihai manakala perubahan itu terjadi.

Pernah dengar istilah Go Around? Go Around ialah tindakan yang diambil pilot dengan menerbangkan pesawat berputar-putar di sekitar bandara ketika cuaca sedang buruk atau jarak pandang pilot terbatas.

Makanya, sambil menunggu kondisi baik, pilot akan membawa pesawat yang diawakinya melaju mengitari bandara. Semua itu dilakukan demi memastikan keselamatan penumpang sewaktu tiba di bandara tujuan.


Hal itu juga berlaku untuk keberangkatan. Makanya, jadwal bisa delay dalam hitungan jam, dan saya baru tahu bahwa dalam kasus delay yang disebabkan oleh faktor cuaca, penumpang tidak bisa menuntut kompensasi kepada maskapai. Penumpang tidak dapat meminta makanan dan layanan kamar sambil menunggu keberangkatan. Pasalnya, itu terjadi di luar tanggung jawab maskapai.

Berbeda kalau keterlambatan disebabkan oleh pihak maskapai, pada saat itulah, penumpang bisa menagih haknya, sesuai peraturan undang-undang.

Setelah melewatkan dua jam di pesawat, saya akhirnya tiba di bandara I Gusti Ngurah Rai Bali dengan selamat. Namun demikian, seperti perjalanan pergi, perjalanan sewaktu saya pulang pun ternyata punya "cerita" tersendiri, dan semua itu terjadi sewaktu saya teledor menyimpan uang tunai di dalam tas.

Saya menghabiskan liburan selama tiga hari di Bali, dan tiba waktunya untuk kembali ke Jakarta. Dengan "becermin" pada pengalaman sewaktu berangkat, saya dan keluarga tiba di bandara bali dua jam lebih awal, takut terburu-buru memasuki pesawat seperti sebelumnya.

Perjalanan pulang jauh lebih "lancar". Pemeriksanaan dilakukan dengan cepat, tanpa masalah apapun. Saya juga bisa duduk dengan nyaman di kursi kabin.

Namun, jelang pesawat take off, saya mendapat kabar kalau satu kenalan yang pulang ke Jakarta lebih dahulu daripada kami telah kehilangan ponsel di bandara. Ia pulang sehari sebelumnya, tetapi baru memberi tahu berita itu kepada kami pada hari keberangkatan kami. Ia mengaku telah kehilangan dua ponsel yang ditaruhnya di dalam tas, dan baru menyadarinya sewaktu sampai tiba di Jakarta.

Makanya, kabar bahwa ada "tangan-tangan nakal" para petugas bagasi yang mencuri barang berharga di dalam tas penumpang datang sangat terlambat.

Saat itulah saya kemudian teringat uang tunai, yang saya simpan di tas punggung yang saya bawa. Nominalnya sekitar dua ratus ribuan yang terdiri atas pecahan puluhan ribu rupiah. Saya sengaja menyimpannya di tas sebagai dana cadangan dan tas itu diletakkan di bagasi pesawat, bukannya bagasi kabin.

Makanya, setelah mendengar kabar kurang enak itu, saya hanya bisa berharap kejadian demikian jangan sampai berulang. Oleh sebab itu, setelah tiba di Jakarta, hal pertama yang saya lakukan adalah memeriksa tas saya.

Benar saja! Isi tas saya berantakan. Seseorang sudah mengaduk-aduknya dan mengambil uang saya. Pada saat itu, saya harus berbuat apa. Lapor? Ke mana saya harus melapor? Entahlah. Akhirnya, saya hanya bisa "mengikhlaskan" uang itu. Hitung-hitung "biaya sekolah kehidupan". 

Makanya, untuk menghindarkan peristiwa seperti kisah di atas, saya hanya bisa menganjurkan agar kita semua "berpedoman" pada slogan "Terbang Selamanya" yang "digaungkan" Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Pasalnya, kata Selamanya, yang merupakan singkatan Selamat, Aman, dan Nyaman, ialah "barometer" dalam bepergian via pesawat.

Slogan "Terbang Selamanya" tak hanya menjadi tanggung jawab pengelola bandara, yang menjadi "tuan rumah" semua aktivitas penerbangan, atau maskapai yang menyediakan moda transportasi udara, tetapi juga tanggung jawab penumpang. Jangan sampai terjadi masalah yang disebabkan oleh faktor penumpang, seperti kasus penumpang yang kedapatan merokok di pesawat atau membawa barang berbahaya lainnya.

Pasalnya, kesalahan sekecil apapun yang dilakukan seorang penumpang bisa berdampak luas bagi penumpang lainnya. Oleh sebab itu, semua penumpang seyogyanya mengetahui dan mengamalkan slogan "Terbang Selamanya" agar semuanya merasa selamat, aman, dan nyaman.

Biarpun sempat mengalami pengalaman kurang enak dalam penerbangan sebelumnya, saya selalu menantikan penerbangan berikutnya. Apalagi, sekarang saya mengetahui "pedoman" dalam penerbangan, serta semua hak dan kewajiban saya sebagai penumpang, sehingga saya dapat terbang selamanya (selamat, aman, dan nyaman).


Salam.

Adica Wirawan, Founder of Gerairasa.com

Facebook : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Twitter : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

Instagram : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

YouTube : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun