"Ultimatum" tersebut ternyata berimbas pada aktivitas perdagangan cryptocurrency. Buktinya, beberapa bulan kemudian, nilai sejumlah cryptocurrency anjlok. Semua itu terjadi lantaran sejumlah pemain panik dan menjual asetnya, sebelum pasar benar-benar ambruk.
Kalau semua cryptocurrency ditolak sebagai alat tukar, besar kemungkinan, transaksi cryptocurrency akan terus merosot. Mengapa? Sebab, cryptocurrency yang tersedia sekarang sudah tidak mempunyai fungsi apa pun! Jika tidak berguna sama sekali, lantas buat apa masyarakat masih terus memperjualbelikannya?
Atas dasar itulah, kita sudah bisa "menerawang" kepunahan cryptocurrency pada masa depan. Makanya, cryptocurrency boleh dibilang bukanlah komoditas yang potensial untuk diperdagangkan pada masa depan.
Blockchain, "calon fosil" cryptocurrency
Biarpun kondisi sekarang mengindikasikan bahwa cryptocurrency sedang "berjalan" menuju kepunahan, masih tersisa potensi yang belum digali, terutama soal teknologi blockchain. Blockchain adalah sistem pencatatan terdesantrisasi, yang mengatur transaksi cryptocurrency.
Seperti sebuah buku digital, di dalam Blockchain, semua transaksi dicatat dan bisa dilacak oleh semua orang. Pasalnya, Blockchain memanfaatkan konsensus, yang artinya setiap orang yang mengaksesnya bisa menelusuri "perjalanan" transaksi orang lain.
Teknologi Blockchain sejauh ini lebih banyak dipakai untuk mengelola pencatatan cryptocurrency. Namun demikian, teknologi tersebut bisa juga diterapkan pada bidang lain.
Sebut saja dunia perbankan. Dengan memanfaat blockchain, pengguna bisa melakukan pelbagai aktivitas, seperti transfer, penyimpanan dan pengambilan uang, pengajuan kredit, pembayaran internasional, hingga kliring.
Dari situlah kita sebetulnya bisa menyimpulkan bahwa walaupun peredaran cryptocurrency sebagai alat tukar telah dilarang, masih tetap ada teknologi di belakangnya yang bisa dimanfaatkan untuk pelbagai bidang lainnya.
Salam.