Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pada Tahun 2018, "Tsunami Fintech" di Tanah Air akan Berlanjut?

11 Desember 2017   09:41 Diperbarui: 11 Desember 2017   09:46 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu syarat tersebut adalah adanya tagihan. Jadi, kalau kita punya tagihan yang belum dibayarkan pihak lain, sementara kita sedang butuh dana untuk modal kerja berikutnya, kita bisa mengajukan pinjaman lewat Investree. 

Nantinya, setelah tagihan itu dilunasi, kita bisa membayar utang kepada kreditur sesuai tenggat waktu dan bunga yang sudah dijanjikan sebelumnya.

Makanya, kalau berinvestasi lewat Investree, debitur akan memperoleh bunga yang jauh lebih tinggi daripada deposito bank, serta minim risiko karena semua risiko sudah berusaha diminimalkan oleh manajemen. Dalam usianya yang baru dua tahunan, Pak Adrian mengaku mendapat sejumlah tantangan dalam membesarkan perusahaannya.

Satu persoalan yang sering dihadapinya ialah minimnya literasi finansial di masyarakat. Makanya, Pak Adrian sering sulit meyakinkan debitur agar mau berinvestasi lewat Investree. Hal itu tentu dapat dimaklumi. Sebab, literasi keuangan di masyarakat masih rendah.

Pernah saya menghadiri sebuah acara diskusi bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Di situ, Bapak Samsu Adi Nugroho, selaku sekretaris LPS, hadir memaparkan fakta yang unik. 

Berdasarkan data yang diperolehnya, masyarakat Indonesia ternyata masih sering menyimpan uangnya di bawah kasur alih-alih di bank. Kalau mayoritas saja masih enggan menabungkan uangnya di bank, bagaimana masyarakat bisa "tergoda" menanamkan dananya di perusahaan fintech?

Makanya, jangan heran kalau masih sedikit orang yang berinvestasi di perusahaan fintech, seperti Investree. Padahal, kalau kita "berkaca" dengan industri keuangan di luar negeri, konsep peer to peer lending yang diusung oleh Investree sebetulnya sudah muncul sejak tahun 2008, tatkala terjadi "tsunami" ekonomi di Amerika dan Eropa. Jadi, kita masih "tertinggal" hampir sepuluh tahun dalam urusan financial technology.

Marshall Pribadi, pendiri Privy.id, membahas teknologi tanda tangan digital (sumber: dokumentasi pribadi)
Marshall Pribadi, pendiri Privy.id, membahas teknologi tanda tangan digital (sumber: dokumentasi pribadi)
Pembicara berikutnya, Marshall Pribadi, menyampaikan konsep yang unik tentang tanda tangan digital. Lewat uraiannya yang sangat "teknis", saya menangkap bahwa tanda tangan ternyata bisa menimbulkan suatu persoalan. 

Sebab, tanda tangan bisa dimanipulasi untuk kejahatan. Apalagi dengan berkembangnya teknologi seperti saat ini, tanda tangan yang dibuat bisa diubah dan dimodifikasi sesuka hati untuk sejumlah kepentingan.

Makanya, Marshall kemudian mendirikan Privy.id, sebuah perusahaan yang menyediakan jasa pembuatan tanda tangan digital, yang sukar "diotak-atik". Bagaimana caranya? Asymmetrical cryptography.

Dalam layanan pembuatan tanda tangan digital, Privy.id menerapkan sistem asymmetrical cryptography. Kemudian, apa itu asymmetrical cryptography? Seperti dikutip dari wikipedia, asymmetrical cryptography adalah "any cryptographic system that uses pairs of keys: public keys which may be disseminated widely, and private keys which are known only to the owner."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun