Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Pembunuh" Itu Ternyata Seorang Jurnalis

27 Oktober 2017   11:58 Diperbarui: 27 Oktober 2017   12:13 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana stasiun sewaktu aku menunggu kereta yang membawaku pulang (sumber: dokumentasi pribadi)

Lewat sebuah artikel yang kutulis, aku "sukses" membunuh seseorang!

Namun demikian, alih-alih masuk penjara, aku malah dipanggil oleh redaktur untuk meliput prosesi pemakaman dari orang yang sudah kuhabisi hidupnya.

Sebetulnya, aku merasa "berat" menerima tugas itu. Betapa tidak! Bisa kau bayangkan betapa tersiksanya diriku sewaktu harus bertemu langsung dengan keluarganya, meliput prosesi pemakamannya, dan kemudian menulis semua itu hanya untuk mendongkrak traffic media online tempat aku bekerja, sekaligus memuaskan "hasrat" warganet yang selalu "haus" oleh berita sensasional!

Makanya, dengan langkah yang "berat", aku mendatangi sebuah rumah duka di kawasan Bekasi. Rumah duka itu lumayan ramai dikunjungi pelayat. Ternyata ada tiga jenazah yang disemayamkan di situ.

Sewaktu aku memasuki area rumah duka yang persis "bersebelahan" dengan Kali Bekasi itu, aku disambut oleh lagu Gereja Tua karya Panbers.

Hanya satu yang tak terlupakan
Kala senja di gereja tua
Waktu itu hujan rintik-rintik
Kita berteduh di bawah atapnya

Sepertinya salah satu almarhum adalah penggemar berat grup musik yang digawangi Hans, Benny, Asido, dan Doan bersaudara itu. Makanya, dalam pemakamannya, semua lagu Panbers sampai diperdengarkan sepanjang waktu.

Aku bertanya kepada petugas tentang lokasi kamar duka dari korban yang telah kurampas hidupnya, dan si petugas kemudian menunjuk sebuah kamar di ujung. Sewaktu aku mendekatinya, suasana kamar duka itu jauh dari keramaian.

Di situlah aku menjumpai orang tua korban. Seorang ibu berusia sekitar lima puluhan yang matanya sembab seolah telah "menguras" semua air matanya atas kematian anaknya tersebut.

Aku memperkenalkan diriku dan meminta izin mewawancarinya. Sebetulnya itu hanya sekadar basa-basi. Pasalnya, aku sudah mengetahui secara lengkap kronologi peristiwa itu karena aku sendirilah yang menuliskan cerita kematiannya!

Semua itu bermula ketika aku mendapat kabar tentang beredarnya video porno yang menampilkan sosok gadis muda. Video itu awalnya hanya disiarkan lewat akun instagram. Namun kemudian, perlahan banyak orang yang melihat dan menyebarkannya.

Kabar itu memberiku sebuah "lampu hijau". Pasalnya, berita seperti itulah yang paling "lezat disantap" oleh para warganet. Makanya, saat mendapat linknya, aku langsung melihat video tersebut dan membuat tulisan.

Benar saja! Dalam waktu singkat, artikel yang ku-post masuk trending di Google dan selebihnya menjadi viral. Dari situlah kemudian media cetak dan elektronik berusaha menguak identitas gadis yang belakangan diketahui bernama Hana itu.

Namun demikian, aku tak pernah menyangka bahwa gadis itu kemudian menjadi depresi akibat "dikeroyok" media hingga dia berpikiran sempit. Pasalnya, dua hari kemudian, dia nekat menabrakan diri ke kereta yang sedang melaju cepat!

Makanya, sewaktu aku bertanya, orangtuanya menjelaskan kalau yang di dalam peti jenazah hanyalah sisa-sisa tubuhnya. Semua bulu kudukku menjadi tegak. Sesaat hawa dingin "menjamah" tubuhku.

Sejujurnya, aku berempati kepada keluarganya, sekaligus merasa bersalah. Maafkan aku hana. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang jurnalis. Jangan kauhantui aku seperti kejadian sebelumnya. Aku mohon ampun!

Hari sudah malam sewaktu aku meninggalkan rumah duka. Sejak dihantui oleh sosok gadis yang kujumpai di kereta tempo lalu, aku menjadi waswas setiap naik kereta. (Selengkapnya, kau bisa membaca kisahku sebelumnya di artikel "Kupu-kupu Malam" di Kereta)

suasana stasiun sewaktu aku menunggu kereta yang membawaku pulang (sumber: dokumentasi pribadi)
suasana stasiun sewaktu aku menunggu kereta yang membawaku pulang (sumber: dokumentasi pribadi)
Namun, dalam perjalanan kali itu, aku merasa tenang. Pasalnya, tidak ada tanda-tanda kemunculannya di kereta.

Aku tiba di kostan hampir jam 10 malam. Ada artikel yang harus segara kutulis. Makanya, aku langsung mengambil minuman kaleng di kulkas dan menyalakan laptop.

Namun, tiba-tiba saja, lampu padam. Mati listrik? Bisa saja. Pasalnya, di sekelilingku gelap total.

Sewaktu akan melihat jendela, aku merasa melihat sekelebat bayangan putih. Hantu? Entahlah. Namun, yang jelas aku mencium aroma kembang yang sangat wangi. Padahal, aku tidak menggunakan pengharum ruangan sama sekali.

Dalam kesunyian tiba-tiba saja aku mendengar lagu Gereja Tua. Sebuah lagu yang sempat kudengar di rumah duka sebelumnya.

Hanya satu yang tak terlupakan
Kala senja di gereja tua
Waktu itu hujan rintik-rintik
Kita berteduh di bawah atapnya

Namun demikian, suara itu terdengar sangat lirih, sehingga lagu yang isinya penuh romantika itu berubah menjadi horor.

Layar laptopku mendadak blank! Lalu, muncul sebuah kata "nicho, nicho, nicho" di layar, seolah ada yang mengetiknya. "Hana?" Aku menyebut namanya. Walaupun takut sampai tubuhku gemetar, aku berusaha menguak kebenaran.

"Hana? Kaukah itu? Apa yang kauinginkan?" Terdengar suara langkah kaki yang berat di luar, dan kemudian seseorang mengetuk pintu. Semakin lama, suara itu terdengar semakin keras!

Aku menyeret langkahku ke pintu. Dengan tangan gemetar aku meraih gagang pintu, lalu membukanya. Ternyata, di luar tidak ada siapa-siapa!

Namun, begitu aku menutup pintu dan berbalik badan, sosok Hana muncul di belakangku!

Sesaat dunia menjadi gelap, jauh lebih "gelap" daripada sebelumnya!

Esok paginya, aku baru terjaga. Aku tidak begitu ingat apa yang terjadi semalam. Kepalaku sungguh pening.

Namun demikian, aku mendapat beberapa bercak darah di lantai. Apakah aku terluka? Aku meraba diriku sendiri. Tak ada luka sedikitpun.

Namun, sewaktu aku menelusuri jejak darah itu, aku agak kaget. Pasalnya, di pintu terdapat tulisan yang dibuat dengan darah: "BUNUH NICHO!"

Hana? Apakah kau ingin aku menghabisi nyawa orang lain?

Semua itu membuatku nyaris gila!

Pembaca yang terhormat, sampai setiap kata di tulisan ini selesai diketik, aku masih bertanya-tanya tentang makna di balik peristiwa itu. Siapakah Nicho sebetulnya? Mengapa Hana menginginkan supaya aku membunuhnya? Semua pertanyaan itu akhirnya terjawab lengkap lewat tulisan berikutnya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun