Namun, tak ada satupun yang bersedia menghibahkan tempat duduknya untuk wanita tua yang rambutnya sudah "disepuh" putih tersebut! Mereka hanya sibuk dengan gawai masing-masing atau tidur terlelap di kursinya yang nyaman.
Aku merasa berempati terhadap wanita tua itu. Sebetulnya ingin kulabrak para penumpang egois itu.
Namun, aku segera sadar bahwa di dalam kereta terdapat aturan "siapa cepat, dia dapat". Makanya, siapapun yang datang telat jangan harap dapat tempat.
Akhirnya, sambil menahan mual akibat didera sakit, aku tiba di stasiun transit. Lagi-lagi aku harus menunggu kedatangan kereta yang akan membawaku ke stasiun tujuan.
Tabletku mati total. Sepertinya, malam akan terasa sangat panjang tanpa terkoneksi internet. Dunia akan terasa sesepi peron tempat aku berada saat itu.
Maklum saja, malam sudah semakin larut. Makanya, hanya tersisa sedikit penumpang yang menunggu kereta terakhir.
Aku hanya bisa menarik rapat-rapat resleting jaketku, berupaya menangkis semua "gempuran" angin malam yang menyerang tubuhku.
Pada saat itu, tanpa kusadari sebelumnya, muncul seekor kupu-kupu berwarna putih. Aneh memang. Tidak biasanya ada kupu-kupu yang terbang berseliweran di stasiun dan pada larut malam seperti ini.
Namun demikian, sewaktu mengamati kupu-kupu itu, pandangan mataku tiba-tiba saja teralihkan oleh seorang gadis. Gadis yang berdiri di dekatku itu berusia sekitar dua puluhan.
Sepertinya dia adalah mahasiswi yang terpaksa pulang larut karena harus mengurus suatu acara kampus. Sebetulnya nyaris tak ada yang spesial dari penampilannya. Layaknya mahasiswi umumnya, dia memakai kaos abu-abu ketat dan celana jeans hitam yang juga ketat.
Namun, di antara semua tingkah lakunya, yang membikin aku heran ialah "aura"-nya. Aku tak mengetahui sebabnya, tapi aku merasakan "nuansa kemuraman" di sekitarnya.