Itu adalah sesuatu yang wajar. Soalnya, ekspresi wajah mencerminkan isi hati seseorang. Namun demikian, bersediakah kita menikahi seseorang yang "segan" menerima suatu pemberian apa adanya? Bersediakah kita tinggal satu atap dengan orang yang mengukur suatu barang dari "nilai rupiahnya", daripada "ketulusan hati" si pemberi?
Sekiranya itulah beberapa cara yang saya simak dari pengalaman rekan kerja saya yang menurut saya sudah "makan asam-garam" dalam percintaan. Saya perlu menekankan bahwa aspek penilaian itu sangatlah subjektif. Persoalan dalam memilih pasangan hidup itu jelas "sulit", tapi lebih "sulit" lagi kalau kita harus menjalani pernikahan dengan orang yang salah.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H