Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

KPR Tak Lagi Disebut Rumah Impian, tapi...

18 Agustus 2017   10:08 Diperbarui: 18 Agustus 2017   17:50 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana di pintu masuk pameran indonesia properti expo (sumber foto: dokumentasi pribadi)

Jika masyarakat umumnya merayakan HUT RI dengan mengadakan sejumlah lomba, seperti balap karung, makan kerupuk, dan panjat pinang, saya malah antusias mengikuti "lomba" beli KPR. Lomba yang satu ini memang agak "spesial", beda dari yang lain.

Kalau lomba lainnya "mudah", "murah", dan "meriah", lomba ini justru sebaliknya. Ibarat permainan catur, dalam melakukannya, kita dituntut cermat menyusun strategi dan "pintar" membaca peluang.

Apalagi, kita pun harus merogoh "kocek" yang cukup dalam agar bisa memainkannya. Maklum saja, dalam "permainan" bisnis KPR, nilai transaksinya mencapai ratusan, atau bahkan miliyaran rupiah.

Makanya, sewaktu kita akan membeli KPR, semua langkah harus diperhitungkan seteliti mungkin. Jangan sampai kita salah ambil keputusan, sehingga uang yang digelontorkan sedemikian besar nilainya "terjun bebas" pada kemudian hari.

Biarpun menuntut banyak tenaga, waktu, dan analisis, anehnya, masih banyak orang yang terpincut mengikuti "perlombaan" tersebut. Dari tahun ke tahun, orang-orang seolah "berlomba" memiliki sejumlah KPR.

Mereka tentunya punya tujuan yang beragam. Ada yang memborong KPR untuk investasi. Ada yang ingin menjadikan KPR sebagai "mesin uang" dengan sistem sewa. Ada pula yang memang ingin mendapatkan KPR untuk tempat tinggal.

Perlombaan itu terlihat jelas sewaktu saya mengunjungi pameran Indonesia Properti Expo yang diselenggarakan oleh BTN di JCC pada tanggal 17 Agustus 2017. Awalnya saya mendatangi pameran tersebut hanya untuk "cuci mata" saja, sekaligus olahraga ringan.

keramaian di dalam pameran (sumber foto: dokumentasi pribadi)
keramaian di dalam pameran (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Lumayan, saya bisa mengisi Hari Kemerdekaan dengan sesuatu yang menarik. Siapa tahu saja, di situ, saya juga bisa mendapat tawaran info rumah murah yang memang saya incar sebelumnya.

Perjalanan saya ke lokasi dimulai dari Stasiun Bekasi. Saya agak mujur lantaran pergi pada hari ini. Soalnya, khusus hari ini, PT KAI menggratiskan semua rute perjalanan commuterline. Asyik!

gratis naik commuterline dalam rangka hut ri (sumber foto: dokumentasi pribadi)
gratis naik commuterline dalam rangka hut ri (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Perjalanan itu sendiri menghabiskan waktu sekitar 45 menit. Setelah turun di Stasiun Sudirman, saya lanjut memakai jasa ojek online. Saya tiba di gerbang JCC sekitar pukul sebelas siang.

Karena hari libur, acara pameran itu terlihat ramai pengunjung. Di depan pintu masuk terdapat antrean yang lumayan panjang. Sebelum menjelajah booth-booth yang terdapat di dalamnya, kita harus melakukan registrasi.

registrasi dilakukan dengan mengisi formulir di komputer (sumber foto: dokumentasi pribadi)
registrasi dilakukan dengan mengisi formulir di komputer (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Sewaktu mendaftarkan diri, kita tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Semuanya gratis. Kita cukup mengisi formulir di komputer, memasukkan karcis di dekat pintu masuk, dan mendapat sebuah cap di tangan sebagai bukti bahwa kita telah mendaftar.

Sejumlah sales properti langsung mengerebuti dan "menghadiahi" saya brosur penjualan di pintu masuk. Saya mengambil semua brosur yang diberikan walaupun lokasi properti yang ditawarkan sebetulnya tak termasuk dalam kriteria saya.

Semua itu dilakukan karena saya merasa kurang enak hati terhadap si sales. Lagipula, saya membawa bag. Jadi, saya tak terlalu repot memegangnya dan "siap" menampung sebanyak apapun brosur yang dibagikan.

Sayangnya, sebagian besar brosur yang saya "koleksi" berisi penawaran apartemen. Padahal, sebetulnya saya mengincar perumahan, bukan apartemen.

Biarpun ujung-ujungnya hanya "jalan santai" keliling hall A & B, dan sempat nyaris diprospek sales yang "bergentayangan" di situ, saya puas menyaksikan animo masyarakat terhadap pameran tersebut.

animo masyarakat begitu antusias terhadap pameran properti (sumber foto: dokumentasi pribadi)
animo masyarakat begitu antusias terhadap pameran properti (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Hal itu sekaligus mengindikasikan bahwa keinginan masyarakat untuk mempunyai "rumah impian" tetap besar di tengah pasar properti yang dikabarkan sedang "lesu".

Menabung untuk Membeli KPR      

Saya pun merasakan hal yang sama. Namun demikian, sewaktu melihat harga properti yang ditawarkan cukup mahal, saya merasa perlu menyusun strategi. Tanpa strategi yang "mantap", keinginan tersebut akan sulit terwujud.

Strategi awal yang bisa saya lakukan adalah menabung. Bagi saya, menabung itu punya arti penting lantaran sejak saya kecil, papa-mama saya sering mengajarkannya.

Makanya, sewaktu masih duduk di bangku SD dulu, saya ingat sering menabungkan sebagian uang jajan di sekolah. Sistemnya memang masih sederhana. Saya menyetorkan sejumlah uang setiap hari, lalu wali kelas saya mencatatnya di buku tabungan. Tabungan itu baru bisa cair jelang kenaikan kelas.

Biarpun tabungan saya tak seberapa nilainya, ada pelajaran berharga yang bisa saya petik dari situ. Bahwa untuk mengumpulkan kekayaan, dibutuhkan "kesabaran" dan "kerja keras". Tak ada jalan pintas.

Kemudian, setelah memasuki dunia kerja, saya lebih mengenal dunia perbankan. Semua itu terjadi lantaran gaji saya langsung disetor via bank tertentu. Jadi, gaji yang saya terima bisa langsung ditabung.

Bagi saya, menabung di bank adalah sebuah cara yang "waras" dalam mengelola keuangan. Dengan menyimpan uang di bank, kita akan terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan dan bisa membantu orang lain juga.

Hal itu sejalan dengan pemaparan yang disampaikan oleh Bapak Samsu Adi Nugroho, Sekretaris LPS Indonesia, dalam acara Nangkring Kompasiana di Artotel Thamrin pada tanggal 12 Agustus 2017 lalu. Pak Adi menjelaskan bahwa menaruh uang di bank itu jauh lebih aman daripada di bawah kasur atau di dalam toples.

pak samsu adi nugroho sedang memaparkan materi tentang pentingnya menabung di bank (sumber foto: dokumentasi pribadi)
pak samsu adi nugroho sedang memaparkan materi tentang pentingnya menabung di bank (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Lebih lanjut, beliau menceritakan kasus ketika uang jatuh ke selokan, habis dimakan rayap, dan hilang digondol maling. Semua itu bisa terjadi akibat orang menyimpan uang sembarangan.

Namun, bukankah kalau menabung di bank, uang kita juga bisa raib seperti kasus nasabah Bank Century pada tahun 2009? Potensi itu memang ada. Namun demikian, hal itu jarang terjadi.

Lagipula, kini sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan yang dibentuk pada tahun 2004.  Lembaga itu bertugas menjamin secara penuh semua dana nasabah maksimal dua miliyar dengan syarat 3T.

Apa saja 3T itu? (1) Tercatat dalam pembukuan bank, (2) Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, yaitu 6,25%, dan (3) Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti kredit macet. Jadi, asalkan ketiga syarat itu dipenuhi, dana yang kita simpan terjamin aman di bank.

Makanya, saya kemudian "berani" membuka beberapa rekening lagi. Hal itu dilakukan untuk mengalokasikan sejumlah anggaran ke setiap pos. Salah satunya dipakai untuk membeli KPR tadi.

Namun demikian, kalau hanya mengandalkan pemasukan dari gaji, kita tentu akan butuh waktu yang agak lama untuk mewujudkannya. Makanya, semangat kita yang awalnya menggebu-gebu bisa "kendor" lantaran terlalu lama menunggu.

Untuk menyiasatinya, saya kemudian terjun ke dunia bisnis. Sejak setahun terakhir, saya menekuni bisnis ritel dan online. Keuntungannya memang tak seberapa, bahkan terkadang saya defisit anggaran, tapi itu adalah "pondasi awal" dalam berinvestasi.

Hal itulah yang juga dilakukan oleh Rachman Abdul Rachim bersama kawannya sewaktu mulai berbisnis Kepiting Nyinyir. Dengan hanya bermodal tiga juta rupiah dari kantong sendiri, "tiga sekawan" itu sukses mengembangkan bisnisnya hingga meraup omset ratusan juta rupiah per bulan.

rachman abdul rahim menjelaskan perlunya mengalokasi pendapatan pada tiap pos (sumber foto: dokumentasi pribadi)
rachman abdul rahim menjelaskan perlunya mengalokasi pendapatan pada tiap pos (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Semua itu dapat terwujud lantaran mereka mengandalkan "taktik" promosi yang lihai dan memanfaatkan teknologi dengan maksimal. Selain itu, Rachman juga menjelaskan bahwa pengelolaan uang yang baik menjadi "pilar" yang menopang kokohnya bisnis. Makanya, dia membagi omset ke sejumlah pos, seperti bahan baku, pemasaran, dan operasional. Dari situ, uang terus diputar hingga memperbesar marjin.

Sampai sekarang, saya masih rajin menabung dan berinvestasi sedikit demi sedikit. Biarpun kini masih belum cukup, asalkan dilakukan dengan tekun, keinginan untuk punya KPR tentu akan terwujud. Dengan demikian, KPR tak lagi disebut "rumah impian", tapi menjadi suatu "kenyataan".

sesi foto bersama (sumber foto: dokumentasi pribadi)
sesi foto bersama (sumber foto: dokumentasi pribadi)
Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun