Sejumlah sales properti langsung mengerebuti dan "menghadiahi" saya brosur penjualan di pintu masuk. Saya mengambil semua brosur yang diberikan walaupun lokasi properti yang ditawarkan sebetulnya tak termasuk dalam kriteria saya.
Semua itu dilakukan karena saya merasa kurang enak hati terhadap si sales. Lagipula, saya membawa bag. Jadi, saya tak terlalu repot memegangnya dan "siap" menampung sebanyak apapun brosur yang dibagikan.
Sayangnya, sebagian besar brosur yang saya "koleksi" berisi penawaran apartemen. Padahal, sebetulnya saya mengincar perumahan, bukan apartemen.
Biarpun ujung-ujungnya hanya "jalan santai" keliling hall A & B, dan sempat nyaris diprospek sales yang "bergentayangan" di situ, saya puas menyaksikan animo masyarakat terhadap pameran tersebut.
Menabung untuk Membeli KPR Â Â Â
Saya pun merasakan hal yang sama. Namun demikian, sewaktu melihat harga properti yang ditawarkan cukup mahal, saya merasa perlu menyusun strategi. Tanpa strategi yang "mantap", keinginan tersebut akan sulit terwujud.
Strategi awal yang bisa saya lakukan adalah menabung. Bagi saya, menabung itu punya arti penting lantaran sejak saya kecil, papa-mama saya sering mengajarkannya.
Makanya, sewaktu masih duduk di bangku SD dulu, saya ingat sering menabungkan sebagian uang jajan di sekolah. Sistemnya memang masih sederhana. Saya menyetorkan sejumlah uang setiap hari, lalu wali kelas saya mencatatnya di buku tabungan. Tabungan itu baru bisa cair jelang kenaikan kelas.
Biarpun tabungan saya tak seberapa nilainya, ada pelajaran berharga yang bisa saya petik dari situ. Bahwa untuk mengumpulkan kekayaan, dibutuhkan "kesabaran" dan "kerja keras". Tak ada jalan pintas.