Walaupun hanya "hoax", berita bahwa Jet Li meninggal dunia yang sempat beredar minggu kemarin membikin geger warga dunia maya, termasuk saya yang menjadi salah satu fansnya.
Pasalnya, sejak beberapa tahun lalu, aktor yang melejit namanya setelah membintangi film Once Upon A Time in China sebagai Wong Fei Hung itu memang dikabarkan mengidap penyakit hyperthyroid.
Penyakit itu menyebabkan kesehatannya terus turun sehingga ia sempat menghabiskan banyak waktunya di kursi roda. Makanya, sewaktu informasi palsu itu disebarluaskan, jangan heran kalau sejumlah netizen langsung "mencerna"-nya mentah-mentah.
Sebagai penggemarnya, kabar tersebut jelas terdengar "miris". Betapa tidak, dalam "Dunia Persilatan Tiongkok", sosok Jet Li boleh disebut sebagai "legenda". Telah banyak judul film aksi yang dibintanginya.
Beberapa di antaranya yang masih saya ingat, ialah Body Guard from Beijing, Hitman, Fearless,sampai sekuel The Explendables. Makanya, jika berita itu benar adanya, dunia akan kehilangan salah satu aktor bela diri yang hebat!
Walaupun demikian, sebagaimana disinggung di atas, Jet Li sampai sekarang masih berjuang mengatasi penyakitnya. Makanya, aktivitasnya sebagai seorang aktor agak terganggu, sehingga selama tiga tahun belakangan dia "absen" dari dunia film.
Namun demikian, proses penyembuhan yang berjalan lambat tak mengurangi tekadnya untuk terus berkarya. Buktinya, belum lama ini, ia diberitakan akan mempromosikan film terbarunya yang berjudul League of Gods.
Penyakit yang menyerang Jet Li tentu bisa menimpa siapa saja. Kalau sudah terkena penyakit, semua aktivitas memang bisa terhambat atau bahkan terhenti. Apalagi, kalau penyakit yang dialami tergolong "kelas berat", proses pengobatan jelas akan memakan banyak waktu, tenaga, dan tentunya biaya.
Sehubungan dengan hal itu, saya jadi teringat pada pengalaman sewaktu mengunjungi sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat. Saat itu, saya mengantar tante saya berobat.
Karena memakai fasilitas BPJS, sesuai arahan dokter, kami berangkat pukul empat subuh ke lokasi. Dari Bekasi ke rumah sakit tersebut, kami menghabiskan waktu sekitar satu jam.
Lantaran harus mendatangi ruang Radiologi, kami bertanya dan diarahkan oleh petugas ke ruangan tersebut. Namun, sesampainya di situ, ruang itu ternyata masih dikunci. Setelah bertanya pada penjaga setempat, barulah diketahui kalau ruang itu baru dibuka sekitar pukul setengah delapan pagi.
"Ha? Jadi, kami harus menunggu sekitar dua jam setengah?" Saya membatin. "Kalau harus menanti selama itu, buat apa kami tiba pagi-pagi betul? Mengapa dokter yang kami kunjungi mewanti-wanti kami supaya datang sepagi mungkin?"
Jelas saya agak dongkol waktu itu. Namun demikian, jelang dibukanya loket pendaftaran, barulah saya mengetahui alasannya.
Ternyata sebelum pintu dibuka, puluhan orang telah datang menunggu di luar ruangan, dan begitu tiba jam operasional, mereka "berebut" masuk hanya untuk dilayani lebih dulu. Kini saya paham. Antrian ternyata sudah sedemikian panjang sejak pagi. Makanya, kalau kami datang agak telat, bisa-bisa kami baru dilayani pada sore hari.
Seumur hidup, saya memang belum pernah dirawat di rumah sakit. Namun, saya sering mengunjungi kerabat atau kawan yang terpaksa "berlibur" di situ. Jujur saja, suasana rumah sakit terasa kurang nyaman bagi saya, apalagi sewaktu menyaksikan deretan pasien yang menunggu anteran seperti kisah di atas.
Namun demikian, sewaktu mengikuti acara Nangkring yang diselenggarakan oleh Axa dan Kompasiana di JS Luwansa Hotel, pada tanggal 13 Juli kemarin, saya tiba-tiba "sakit berat".
Untungnya, penyakit yang saya peroleh hanya terjadi dalam Permainan Praxis. Sejenis permainan yang mirip monopoli, tapi punya konsep yang lebih menyerupai kehidupan sehari-hari.
Jadi, tak cuma memberi hiburan, permainan tersebut menjadi sarana edukasi yang unik agar setiap para pemainnya cermat memilih sikap dan jeli melihat kesempatan dalam setiap keadaan.
Bersama lima orang lainnya, saya duduk memainkannya di meja nomor tujuh. Permainan itu dipandu oleh seorang bandar, yang menjelaskan peraturan yang harus kami patuhi dan menunjukkan sejumlah peralatan, seperti kartu, papan investasi, dan alokasi penggunaan uang.
Salah satu selaan yang "menguras" uang di kantong saya ialah pemeriksaan kesehatan. Dalam selaan itu, setiap pemain diminta melempar dua dadu. Kalau angka yang muncul beda, pemain tersebut dinyatakan sehat dan "bebas" dari biaya rumah sakit. Sebaliknya, jika yang timbul sama, si pemain harus membayar sejumlah uang sesuai dengan angka yang muncul.
Sialnya, saat yang lain lolos, saya malah mendapat kembar lima. Selain dinyatakan sakit berat, saya juga harus membayar sebesar lima ribu sesuai dengan kelipatan angka yang saya peroleh!
Sedih? Jelas! Padahal, sejak awal, saya sudah mendapat cukup banyak uang, sehingga merasa yakin akan memenangkan permainan itu pada "ronde" akhir.
Makanya, pastikan semua aset yang kita miliki terlindungi dengan baik, sehingga kalau bencana sekonyong-konyong datang mendera, kita masih bisa meredam dampak kerugian yang ditimbulkannya.
3 Pasti
Dalam acara itu, Axa tak hanya mengajak para nasabahnya bermain Praxis, tapi juga memperkenalkan produk baru, yakni Maestro Infinite Protection (MIP). Produk tersebut mengusung slogan "3 Pasti" karena memang menawarkan "kepastian" yang akan dijelaskan secara lebih rinci pada paragraf berikutnya.
Acara itu juga menghadirkan Hendra Sensei, seorang trainer yang menjelaskan secara panjang lebar topik tentang perencanaan keuangan. Jujur tak banyak informasi yang "tersangkut" di tempurung kepala saya pada saat Hendra memaparkan materinya.
Pernah menjumpai keluarga mapan secara ekonomi yang hidup rukun, akur, dan ceria? Saya sudah sering melihatnya. Biarpun "mustahil" membeli kebahagiaan, harta yang cukup tetap dapat "menunjang" kebahagiaan keluarga. Makanya, kehadiran harta dapat "merekatkan" keluarga.
Selanjutnya, pernah menyaksikan anggota keluarga bertengkar memperebutkan harta? Saya juga pernah, dan itu biasanya terjadi manakala ada anggota keluarga yang mempermasalahkan pembagian warisan, seperti tanah, uang, atau rumah.
(Namun, kalau warisannya berupa utang, saya yakin tak ada seorang pun yang mau mengambilnya... hahahahahahahaha...)
Lantas, apa yang terjadi? Keluarga yang tadinya hidup "akur" kini sudah siap saling "tempur". Ironis? Jelas!
Apalagi, kalau pewaris melihat keluarganya terpecah belah lantaran berebut harta, tentu akan timbul kekecewaan, kesedihan, atau bahkan kemarahan yang dalam. Makanya, dalam kondisi demikian, kehadiran harta bisa menjadi "penyekat" keluarga.
Untuk menghindari hal tersebut, tentunya kita wajib memiliki "kontrak perencanaan keuangan". Sebagaimana dijelaskan oleh Umi Basuki, kontrak itu mempunyai sejumlah manfaat, yakni (1) mengefisiensi pajak dan biaya yang dikeluarkan, (2) mempertahan gaya hidup apabila terjadi suatu kemalangan, (3) melindungi aset agar tetap menjadi milik yang menjalankan kontrak, (4) memastikan seluruh anggota keluarga mendapatkan jatahnya secara adil, dan (5) menjaga kenyamanan kita dalam bentuk apapun.
Pertama, pasti memproteksi jiwa nasabah hingga seratus tahun. Makanya, biarpun tenggat pembayaran polisnya sudah berakhir, nasabah tetap terasuransikan jiwa dan kesehatannya tanpa disertai tambahan biaya di belakangnya.
Kedua, pasti bebas memilih masa pembayaran premi. Jika produk lain umumnya mensyaratkan bahwa nasabah harus membayarkan polis dalam waktu yang lama, produk MIP justru membebaskan nasabahnya sehingga bisa memilih waktu pembayaran polis yang cocok dengan kebutuhannya.
Ketiga, pasti mendapat dana tunai pada masa pensiun sebesar 20%. Jadi, andaikan telah memasuki usia 65 tahun, nasabah akan mendapat uang pensiuan, sehingga lebih mandiri dalam menjalani hidup pada usia senjanya.
Namun demikian, apapun produk yang kita pilih, kita mesti bersiap menghadapi segala sesuatunya. Layaknya lemparan dadu di dalam permainan Praxis, kehidupan itu tidaklah pasti. Namun demikian, pastikanlah semua aset kita tetap terlindungi.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com