Apa yang dilakukan oleh pemerintah tentunya punya maksud baik. Pemerintah berupaya melindungi para insan perfilman indonesia dari “gempuran” film-film asing.
Makanya, selama ini, data penonton film di Indonesia tidak pernah dirilis terbuka. Sebab, jika hal itu dilakukan, seperti di Hollywood, minat penonton terhadap film indonesia akan berubah.
Misalnya, jika sebelumnya seseorang sangat antusias ingin menyaksikan film lokal, tetapi begitu mengetahui kalau filmnya kurang disambut pasar, antusiasme itu bisa padam, hingga akhirnya ia mengurungkan niatnya menonton film tersebut. Itulah yang ditakutkan oleh kru film, termasuk pemerintah.
Kalau hal demikian terus terjadi, industri perfilman tanah air bisa kembali “mati suri” seperti yang pernah terjadi pada era 80-an.
Namun demikian, hal itu kemudian menjadi sebuah “dikotomi” tersendiri dalam jagat perfilman nasional, yang sampai sekarang belum jelas arah perkembangannya. Di satu sisi, ajang seperti IBOMA dibutuhkan sebagai acuan para sineas. Di sisi lainnya, ajang tersebut ditakutkan dapat memengaruhi selera masyarakat terhadap film-film anak bangsa. Jadi, sikap mana yang mesti kita ambil?
Salam.
Adica Wirawan, Founder Gerairasa.com
Referensi:
- “Daftar Lengkap Pemenang IBOMA 2017,” bintang.com, diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
- “Membandingkan Box Office Indonesia Vs Hollywood, AADC 2 vs X-men,” bintang.com, diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
- “DPR Tolak Hibah Korsel Melalui IBOS,” beritasatu.com, diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
- “Begini Respon Hanung Bramantyo Atas Sistem Box Office Indonesia,” kapanlagi.com, diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H