Belum lagi, sewaktu terbaring di rumah sakit, tidak jarang seseorang memotret selang infus yang terpasang di tangannya, lalu mempostingnya ke medsos dengan status: “Hai gaes, lagi liburan di rumah sakit nich!”
Sepuluh tahun yang lalu, perilaku itu dianggap abnormal. Namun, kini, hal itu sudah menjadi biasa.
Makanya, sewaktu mengetahui hal tersebut, saya jadi memaklumi pernyataan narasumber tadi bahwa pengguna media sosial sekarang sudah banyak yang mengalami “gangguan jiwa”.
Dari situ, kemudian saya mencari tahu soal gangguan jiwa yang disebabkan oleh pemakaian teknologi di google, dan ternyata benar bahwa teknologi, terutama internet dan perangkat seluler, telah menyebabkan munculnya beberapa gangguan jiwa baru.
Sebut saja nomophobia. Nomophobia alias No-Mobile Phobia adalah kepanikan yang muncul jika seseorang berada jauh dari perangkat selulernya, seperti smartphone atau tablet.
Gangguan jiwa itu telah menjangkiti sebagian besar pengguna smarphone. Buktinya, dalam sebuah survei di Inggris, sebanyak 73 persen responden mengaku panik sewaktu ia lupa menaruh smartphonenya di suatu tempat.
Biarpun tak sampai mengancam keselamatan diri seseorang, gangguan itu dapat menimbulkan penyakit lainnya, seperti insomnia dan turunnya tingkat produktivitas.
Kemudian, ada juga Technoference. Tecnoference adalah terpusatnya perhatian seseorang sewaktu memakai perangkat seluler, sehingga mengabaikan keberadaan orang lain di sekitarnya.
Gangguan jiwa lainnya adalah Ringxiety. Gangguan jiwa tersebut terbilang baru. Gangguan jiwa itu ditandai dengan adanya “delusi” pengguna smartphone yang merasa teleponnya terus berdering dan bergetar, padahal sesungguhnya tidak sama sekali.