WeWork, startup yang menyediakan fasilitas kantor bersama (Coworking Space), dikabarkan akan mendapat suntikan modal sebesar 3 miliyar dollar dari Softbank. Perusahaan yang didirikan Adam Neuman pada tahun 2010 itu memperoleh kepercayaan dari manajemen Softbank, sehingga perusahaan investasi asal Jepang itu berani menggelontorkan dana yang sedemikian besar ke WeWork. Dengan adanya aliran modal tersebut, manajemen WeWork tentunya bisa menerapkan strategi ekspansi dengan lebih mudah.
Pada bulan Mei nanti, WeWork memang berencana membuka kantor di Beijing, China. Jika hal itu terwujud, jumlah kantor yang dimiliki WeWork tentu akan bertambah signifikan. Saat ini, WeWork mempunyai 154 kantor yang tersebar di 36 kota.
Dalam menjalankan bisnisnya, WeWork mempunyai segmen pasar tertentu. Perusahaan itu menyasar pada kaum millenial. Maka, jangan heran kalau sewaktu mendatangi salah satu Coworking Space WeWork, kita akan melihat mayoritas anak muda yang berusia sekitar 20-30 tahunan, yang bekerja di situ, dan desain interior yang terdapat di situ pun lebih mirip “café”, atau “taman bermain”, khas anak muda.
Namun demikian, cakupan persebarannya jauh lebih luas daripada WeWork, karena servcorp sudah menjangkau 54 kota di seluruh dunia. Makanya, pada tahun ini, manajemen WeWork “getol” melancarkan ekspansi ke pelbagai kota di dunia, supaya bisa “menyusul” laju ekspansi yang dilakukan Servcorp.
Berbeda dengan WeWork, Servcorp punya segmen pasar tersendiri. Perusahaan yang sudah berdiri sejak 1978 itu menargetkan kalangan profesional sebagai konsumennya. Makanya, ketika bertandang ke salah satu kantornya, kita akan menemukan model kantor yang elegan, khas profesional.
Wework dan servcorp barangkali hanyalah dua dari sekian ratus perusahaan yang menyediakan layanan kantor bersama di dunia. Jumlahnya pun beberapa tahun belakangan terus saja bertambah, sehingga menjadi tren baru di kalangan pekerja.
Namun, mengapa bisa terjadi demikian? Semua itu bisa terjadi karena pekerja kantoran mungkin saja sudah “bosan”, “jenuh”, dan “suntuk” dengan model kantor yang ada saat ini.
Perusahaan umumnya memang masih menggunakan kantor bergaya kubikel. Dengan memakai model itu, setiap karyawan hanya akan mendapat satu meja kerja, yang diberi sekat.
Tentu saja jenuh! Hal itu terjadi lantaran kita merasa “terpenjara” oleh sekat, sehingga tak bebas berinteraksi dengan “tetangga sebelah” alias rekan kerja. Apalagi kalau kita punya bos yang doyan “memata-matai” karyawannya, bisa jadi tingkat kebosanan yang kita rasakan bertambah dua kali lipat!
Maka, jangan heran kalau kemudian sejumlah karyawan, terutama anak muda, memilih “ngantor” di tempat-tempat umum, seperti mal, café, atau restoran. Di situ tampaknya mereka menemukan “kedamaian” dalam bekerja, bebas dari “ruang penjara” yang penuh sekat.
Namun, sayangnya, tak semua karyawan mempunyai kebebasan demikian lantaran perusahaan tempatnya bekerja tak memberi izin. Lagipula, jika berkantor di situ, karyawan bakal terganggu oleh pengunjung yang berseliweran, atau malah malas bekerja karena “terbawa suasana” yang sedemikian santai.
Persoalan itulah yang kemudian diamati oleh pengusaha Coworking Space. Makanya, mereka “getol” membuka sejumlah ruang kerja bersama untuk memenuhi “kerinduan” pekerja terhadap suasana kantor yang nyaman dan kondusif, dan ternyata, bisnis itu laris manis.
Jika trennya terus positif, bisa jadi semakin banyak karyawan yang memutuskan “ngantor” di situ, dan itu tentunya akan menimbulkan persoalan bagi perusahaan yang desain kantornya masih bergaya kubikel. Lantas apa solusinya? Perusahaan tentu saja harus mendesain model kantor yang sesuai dengan gaya karyawannya.
Sebut saja gaya kantor Telkomsel dan Unilever Indonesia. Manajemen perusahaan tampaknya menyadari bahwa karyawan saat ini tak bisa lagi ditempatkan di kantor gaya kubikel karena model demikian sudah “usang” dan tak bisa memenuhi kebutuhan karyawannya.
Salam.
Adica Wirawan, founder gerairasa.com
Referensi:
“Potential SoftBank-WeWork deal highlights flexible office trend”, reuters.com, diakses pada tanggal 2 Maret 2017.
“Kantor Akuarium Generasi Langgas”, Kompas, diakses pada tanggal 12 Februari 2017.