Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Bungkus Rokok ke Bisnis Ritel: Sebuah Refleksi Kewirausahaan

20 Oktober 2016   07:25 Diperbarui: 23 November 2016   14:48 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jelang Tampil/ Sumber: dokumentasi pribadi

The true entrepreneur is a doer, not a dreamer,” kata Nolan Bushnell. Kalimat itu barangkali bisa menjadi sebuah cermin dalam merefleksikan pengalaman berwirausaha yang pernah saya lakukan.Pada tulisan ini, perkenankanlah saya berbagi sedikit cerita sewaktu saya menumbuhkan keterampilan berwirausaha sejak masih berusia dini.

Kegiatan wirausaha yang saya geluti sebetulnya sudah dilakukan sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pada waktu itu, saya ingat betul bahwa teman-teman sekelas sedang asyik membicarakan koleksi bungkus rokok. Bungkus rokok memang tengah menjadi “trending topic”, dan kami asyik memamerkan bungkus rokok yang dimiliki.

Bungkus yang dikoleksi tentunya bukan bungkus rokok yang mudah didapat. Bungkus rokok yang bernilai tinggi adalah bungkus rokok yang mereknya jarang dijumpai di masyarakat. Jadi, semakin langka, semakin bernilai pula bungkus rokok itu di mata anak-anak SD seperti kami.

Lantaran hebohnya koleksi bungkus rokok pada waktu itu, saya pun ikut tertarik mengumpulkan bungkus rokok. Iseng-iseng saya mencari bungkus rokok di sekitar rumah. Pada waktu itu, saya layaknya seorang “Indiana Jones”, yang pergi menjelajahi pelbagai tempat untuk menemukan harta karun yang berlimpah.

Saking gigihnya mencari, saya sampai rela mengaduk-aduk tumpukan sampah di pinggiran kali. Akhirnya saya pun menemukan sebuah bungkus rokok langka. Mereknya Commodore. Warnanya hijau rumput laut dibalut putih. Saya sungguh senang lantaran berhasil mendapatkan bungkus rokok langka yang bisa saya perlihatkan kepada teman-teman.

Saya Mulai Berwirausaha sejak Menjual Bungkus Rokok kepada Teman/ Sumber: Cahyoes Antique Gallery
Saya Mulai Berwirausaha sejak Menjual Bungkus Rokok kepada Teman/ Sumber: Cahyoes Antique Gallery
Sewaktu saya menunjukkannya kepada teman sekelas, mereka merasa takjub. Bahkan, sampai ada yang bersedia menawarnya. Setelah mempertimbangkan pelbagai hal, saya pun memutuskan menjualnya. Lumayan dapat 1.500 Rupiah. Nilai itu mungkin sangat kecil saat ini, tetapi, bagi anak berumur delapan tahun, yang hidup pada tahun 90-an, uang itu bisa dipakai membeli jajanan yang mengenyangkan perut.

Dari situ saya belajar prinsip dasar dalam berwirausaha. Saya jadi mengetahui kalau roda bisnis akan berputar kalau kita bisa memenuhi permintaan pasar. Namun demikian, itu adalah pelajaran awal. Bertahun-tahun kemudian, saya mendapat pelajaran lain yang juga penting dalam menjalankan kewirausahaan.

Sewaktu duduk di bangku SMA, minat saya berubah lagi. Kini saya tertarik pada sastra. Saya ingat bahwa ketika teman sekelas pergi ke kantin pas jam istirahat tiba, saya malah mengunjungi perpustakaan sekolah. Perpustakaan itu memang tak memiliki banyak buku, tetapi di situ terdapat sejumlah Majalah Horison.

Saya asyik “tenggelam” dalam pelbagai karya sastra, seperti puisi dan cerpen. Lewat majalah itu, saya tak hanya menikmati sastra, tetapi juga mengenal sejumlah Sastrawan Indonesia, seperti WS Rendra, Putu Wijaya, Ramadhan KH, Acep Zamzam Noor, dan Kuntowijoyo. Karya sastra menjadi semacam “baterai” yang mengisi batin saya.

Tak cuma sebatas penikmat, diam-diam saya pun mulai belajar menulis sastra. Karya-karya awal yang saya buat mungkin saja rendah mutunya, dan cenderung terpengaruh oleh daya ungkap penulis lain.

Namun, saya tetap memberanikan diri untuk mengirimkan karya saya ke penerbit. Oleh karena di Majalah Horison terdapat rubrik “Kaki Langit”, yang khusus memuat tulisan karya anak sekolah atau guru, saya memutuskan mengirim beberapa puisi saya ke majalah itu.

Majalah Horison pun menyambut positif karya saya. Puisi saya, yang berjudul “Ibu”, layak dimuat di majalah sastra itu, dan saya berhak menerima honor 25.000 rupiah!

Majalah Horison yang Memuat Karya Saya/ sumber: dokumentasi pribadi
Majalah Horison yang Memuat Karya Saya/ sumber: dokumentasi pribadi
Sewaktu saya mencairkan wesel di kantor pos, saya merasa begitu bahagia. Itu adalah salah satu momen termanis dalam hidup saya. Sangat manis. Sebagai wujud syukur, saya mentraktir saudara-saudara saya makan bakso bersama. Terima kasih Majalah Horison.

Sekali lagi saya mendapat pelajaran kewirausahaan bahwa supaya bisa sukses, kita harus berani mencoba. Sekecil apapun karya kita, asalkan kita berani melakukan usaha, kita boleh berharap kesuksesan akan terjadi pada kita.

Puisi yang Dimuat Berjudul| Dokumentasi pribadi
Puisi yang Dimuat Berjudul| Dokumentasi pribadi
Namun demikian, usaha yang penuh kegigihan tak menjamin bahwa kita akan mencapai tujuan kita. Untuk meraih keberhasilan, kita harus mampu dan mau bekerja sama dengan orang lain.

Minat saya pada sastra terus berkembang. Bahkan, ketika kuliah, minat itu bertambah luas lantaran saya sering bergaul dari orang Bali. Bagi saya, orang Bali itu unik. Tak hanya soal pakaian adatnya, spiritualitas dan keseniannya pun membikin banyak orang tertarik.

Lantaran terbiasa melihat teman-teman saya bermain Baleganjur, tari Kecak, dan baca Seloka, saya jadi menikmati kesenian Bali. Oleh sebab itu, suatu hari, saya mendapat tawaran untuk ikut menari Kecak pada acara launching album penyanyi Indah Dewi Pertiwi yang ditayangkan di sebuah stasiun tv swasta.

Persiapan Sebelum Pertunjukan Tari Kecak/ Sumber: dokumentasi pribadi
Persiapan Sebelum Pertunjukan Tari Kecak/ Sumber: dokumentasi pribadi
Itu adalah sebuah pengalaman baru lantaran saya belum pernah menari Kecak sebelumnya. Awalnya saya kurang percaya diri. Namun, berkat dukungan dari teman-teman, saya pun memberanikan diri. Jadilah saya berlatih menari Kecak di bawah arahan Bli Tut Bil, instruktur tari kami.

Jelang Tampil/ Sumber: dokumentasi pribadi
Jelang Tampil/ Sumber: dokumentasi pribadi
Syukurlah acara pada waktu itu berjalan dengan lancar. Atas kerja sama itu, saya pun mendapat honor 175.000 rupiah dan berkesempatan memperluas pergaulan.

Saya ingin menegaskan kalau kerja sama adalah daya ungkit terbesar dalam kegiatan wirausaha apapun. Kalau kita membaca sejarah perusahaan besar, seperti Astra, Google, dan Microsoft, kita akan menemukan bahwa perusahaan itu berawal dari kerja sama yang dilakukan “minimal” oleh dua orang. Jadi, tak ada unit bisnis yang bisa besar kalau hanya mengandalkan kerja satu orang.

Setelah lulus kuliah, saya memutuskan menjadi guru di sebuah SMA. Saya senang berbagi ilmu kepada orang lain. Jadi, profesi itu menjadi sebuah “pipa”, yang menyalurkan minat saya.

Selain mengasah keterampilan publik speaking, saya juga mendapat banyak pengalaman selama mengajar. Saya jadi lebih mengenal lika-liku kehidupan manusia lewat cerita murid-murid saya. Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Di sela pekerjaan, saya pun mendapat tawaran untuk mengisi acara kampus. Saya diminta berbagi pengalaman, ilmu, dan emosi dalam sejumlah acara. Sebagai contoh, dalam acara Dharmayatra, pada bulan April 2016 lalu, saya diminta menjadi salah satu pemateri.

Saya Menjadi Salah Satu Pemateri dalam Acara Dharmayatra pada Bulan April 2016/ Sumber: dokumentasi pribadi
Saya Menjadi Salah Satu Pemateri dalam Acara Dharmayatra pada Bulan April 2016/ Sumber: dokumentasi pribadi
Pada waktu itu, saya tak hanya membagi kisah hidup saya yang sederhana, tetapi juga menerima inspirasi dari para peserta yang hadir. Saya bersyukur bahwa setelah acara selesai, mayoritas peserta mengaku puas atas kegiatan itu.

Saya memang enggan mematok tarif. Saya melakukannya karena saya menyukainya. Tidak ada motivasi lain. Lantas, apa yang saya dapat dari situ? Kebahagiaan. Hanya kebahagiaan. Sungguh indah kalau kita bisa berbagi kepada orang lain.

Satu pelajaran lagi yang saya petik adalah bahwa kalau kita berusaha dengan penuh keikhlasan, kita tak hanya memperoleh kepuasaan materi, tetapi juga batin.

Kini saya memutuskan menyudahi karier saya sebagai guru lantaran orangtua saya meminta saya terjun ke bisnis keluarga. Bisnis yang sekarang saya kelola sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru.

Sejak masih SD, saya memang sudah ikut terlibat dalam bisnis keluarga. Namun, saya hanya sebatas “karyawan magang”. Walaupun demikian, sedikit-banyak saya sudah mengetahui model bisnisnya.

Lewat kegiatan itu, saya belajar cara mengelola pelanggan, pemasok, dan karyawan. Itu adalah modal besar yang harus saya miliki andaikan tahun berikutnya saya akan membuka bisnis sendiri.

Saya Menghadiri Acara Gathering Khusus Pelanggan yang Diadakan oleh Perusahaan Pemasok di Summarecon Bekasi/ Sumber: Dokumentasi Pribadi
Saya Menghadiri Acara Gathering Khusus Pelanggan yang Diadakan oleh Perusahaan Pemasok di Summarecon Bekasi/ Sumber: Dokumentasi Pribadi
Selain menjadi “murid” di dalam bisnis keluarga, saya pun mulai merintis usaha start up bersama teman saya. Biarpun baru masuk tahap penggodokan, bisnis itu diharapkan mampu bertumbuh secara organik.

Sketsa Ruang Kerja| Dokumentasi pribadi
Sketsa Ruang Kerja| Dokumentasi pribadi
Saya mengetahui bahwa untuk mengembangkan suatu bisnis, kita tentu harus bekerja keras dan bersedia mengeluarkan uang. Selain itu, proteksi diri pun perlu dimiliki untuk memperkecil risiko yang mungkin saja terjadi pada masa depan.

Jangan sampai kita begitu bergelora mengurus bisnis sehingga mengabaikan kesehatan. Bisa-bisa kegiatan bisnis yang sedang berlangsung tersendat lantaran kita jatuh sakit. Untuk mencegah hal tersebut, sudah seharusnya kita melindungi diri dengan memiliki asuransi.

Di antara sekian banyak produk asuransi yang tersedia, asurasi FWD bisa menjadi salah satu pilihan. Produk yang ditawarkan FWD di antaranya adalah investasi, asuransi berjangka individu & kumpulan, asuransi kecelakaan diri individu & kumpulan, dan asuransi kesehatan kumpulan melalui jalur distribusi yang didukung teknologi terintegrasi termasuk keagenan, bancassurance, e-commerce dan korporasi.

Yang unik dari layanan asuransi FWD adalah kita dapat membeli produknya secara online. Layaknya belanja barang di situs ecommerce, kita hanya harus duduk santai di rumah, menggunakan laptop dan smartphone yang terkoneksi internet, lalu mengunjungi situs FWD

Tampilan Laman Situs FWD Indonesia: Sumber: www.fwd.co.id
Tampilan Laman Situs FWD Indonesia: Sumber: www.fwd.co.id
Jalur Distribusi Produk Asuransi FWD Indonesia/ Sumber: www.fwd.co.id
Jalur Distribusi Produk Asuransi FWD Indonesia/ Sumber: www.fwd.co.id
Di situs itu tersedia informasi tentang produk dan cara membeli secara online. Dengan harga polis yang terjangkau (minimal sebesar 50.000 rupiah per bulan), kita sudah dapat memperoleh manfaat asuransi untuk memproteksi diri kita sewaktu menjalankan suatu usaha.

Menurut hemat saya, kegiatan wirausaha sedikit-banyak harus ditenagai oleh minat. Kalau kita menjalani sebuah usaha tanpa disertai minat, bisa-bisa kita mengalami kehabisan “bahan bakar” dalam menghadapi sejumlah tantangan. Semangat berwirausaha bisa “luntur” dan bisnis yang sudah dijalankan dapat macet.

Untuk mengatasi itu, barangkali sedikit nasihat dari Richard Branson perlu disimak: “There is no greater thing you can do with your life and your work than follow your passions – in a way that serves the world and you.

Salam.

Facebook: www.facebook.com/adica.wirawan

Twitter : @AdicaWirawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun