Majalah Horison pun menyambut positif karya saya. Puisi saya, yang berjudul “Ibu”, layak dimuat di majalah sastra itu, dan saya berhak menerima honor 25.000 rupiah!
Sekali lagi saya mendapat pelajaran kewirausahaan bahwa supaya bisa sukses, kita harus berani mencoba. Sekecil apapun karya kita, asalkan kita berani melakukan usaha, kita boleh berharap kesuksesan akan terjadi pada kita.
Minat saya pada sastra terus berkembang. Bahkan, ketika kuliah, minat itu bertambah luas lantaran saya sering bergaul dari orang Bali. Bagi saya, orang Bali itu unik. Tak hanya soal pakaian adatnya, spiritualitas dan keseniannya pun membikin banyak orang tertarik.
Lantaran terbiasa melihat teman-teman saya bermain Baleganjur, tari Kecak, dan baca Seloka, saya jadi menikmati kesenian Bali. Oleh sebab itu, suatu hari, saya mendapat tawaran untuk ikut menari Kecak pada acara launching album penyanyi Indah Dewi Pertiwi yang ditayangkan di sebuah stasiun tv swasta.
Saya ingin menegaskan kalau kerja sama adalah daya ungkit terbesar dalam kegiatan wirausaha apapun. Kalau kita membaca sejarah perusahaan besar, seperti Astra, Google, dan Microsoft, kita akan menemukan bahwa perusahaan itu berawal dari kerja sama yang dilakukan “minimal” oleh dua orang. Jadi, tak ada unit bisnis yang bisa besar kalau hanya mengandalkan kerja satu orang.
Setelah lulus kuliah, saya memutuskan menjadi guru di sebuah SMA. Saya senang berbagi ilmu kepada orang lain. Jadi, profesi itu menjadi sebuah “pipa”, yang menyalurkan minat saya.
Selain mengasah keterampilan publik speaking, saya juga mendapat banyak pengalaman selama mengajar. Saya jadi lebih mengenal lika-liku kehidupan manusia lewat cerita murid-murid saya. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
Di sela pekerjaan, saya pun mendapat tawaran untuk mengisi acara kampus. Saya diminta berbagi pengalaman, ilmu, dan emosi dalam sejumlah acara. Sebagai contoh, dalam acara Dharmayatra, pada bulan April 2016 lalu, saya diminta menjadi salah satu pemateri.