Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Evil Lady, Rambu Kuning dalam Pernikahan

29 September 2016   07:31 Diperbarui: 29 September 2016   11:32 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertengkaran Suami-Istri Terjadi Akibat Keliru Menyampaikan Kritik Tajam/ www.okezone.com

Pertengkaran hebat antara seorang motivator top Indonesia dan mantan istrinya menjadi santapan media massa beberapa minggu ini. Setelah kedua pihak sempat “perang” argumen, pertengkaran itu tampaknya tak bisa lagi diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi harus lewat jalur hukum.

Lantaran sedemikian besarnya ledakan kemarahan, sang mantan istri bahkan sampai melayangkan somasi kepada sang motivator agar mencabut pernyataannya pada sesi wawancara, yang disiarkan salah satu stasiun televisi beberapa minggu lalu. Penyataan itu dianggap fitnah, yang mencemarkan nama baiknya.

Yang unik dalam isi somasi itu adalah adanya sebutan "evil lady". Sebutan itu menjadi salah satu keberatan sang mantan istri terhadap perkataan sang motivator.

Sebutan "evil lady" adalah sebuah kritikan tajam terhadap pribadi seseorang. Kritikan itu muncul lantaran seseorang mungkin saja sudah merasa sangat “sebal” atau bahkan “muak” dengan tingkah laku orang lain, sehingga ia memberikan julukan tertentu kepada orang tersebut.

Berbeda dengan saran, kritikan tajam seperti itu lebih bersifat destruktif. Bahkan, dalam pernikahan, kritikan itu menjadi lampu kuning yang menandai adanya keretakan sebuah hubungan. Dalam buku Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman mengatakan, “Isyarat-bahaya awal suatu pernikahan berada dalam titik kritis adalah kritik tajam.”

Tak hanya membikin suasana rumah menjadi kurang nyaman, kritikan itu bisa menumbuhkan bibit-bibit kebencian. Apabila kritikan itu terus saja dilakukan, akan terjadi pertengkaran, yang dapat menggoyang keutuhan rumah tangga.

Semua itu terjadi lantaran kita terbiasa menyampaikan kritik yang "menyerang" pribadi seseorang, bukan perbuatannya. Sebagai ilustrasi, Dimas dan Selly sudah menikah selama dua tahun.

Suatu hari, Dimas berjanji akan mengajak Selly pergi berlibur ke luar negeri. Namun, seiring berjalannya waktu, janji itu gagal diwujudkan karena Dimas beralasan sulit mendapat cuti kerja.

Dimas pun membikin janji baru bahwa tahun depan mereka akan berlibur di tempat lain yang lebih “wah”. Namun, lagi-lagi rencana itu batal karena suatu sebab.

Hal itu terus berlangsung beberapa tahun berikutnya. Akibatnya, sewaktu Dimas membuat janji yang lain, dengan suara sewot, Selly berkata, “Sudah ngga usah janji-janji segala! Dasar php (pemberi harapan palsu)!”

Dimas merasa tersinggung. Ia membalas kritikan itu dengan berujar, “Apa maksud kamu? Aku kan sudah berusaha. Dasar bawel!”

Dari ilustrasi itu, kita sudah bisa menebak respon yang akan terjadi antara Dimas dan Selly dalam menyelesaikan konflik. Ada tiga respon yang mungkin muncul, yaitu mendekat-mendekat, mendekat-menjauh,dan menjauh-menjauh.

Berdasarkan respon mendekat-mendekat, Dimas dan Selly menyelesaikan persoalan lewat tatap muka. Setidaknya terdapat dua hal yang akan terjadi sewaktu Dimas dan Selly menyudahi suatu konflik secara langsung: saling menyalahkan satu sama lain,atausaling meminta maaf.

Respon itu tentunya akan timbul kalau Dimas dan Selly mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya masing-masing. Dengan demikian, keduanya bisa belajar saling memahami perasaan satu sama lainnya.

Namun demikian, keduanya tentu harus belajar menyampaikan emosi secara tepat. Jangan sampai hubungan keduanya malah bertambah renggang akibat komunikasi yang buruk. Sebuah ungkapan mengatakan, “Bukan soal amarahnya, melainkan cara kita dalam mengekspresikan amarahlah yang membikin banyak masalah.”

Kemudian, dalam respon menjauh-mendekat, Dimas dan Selly menunjukkan sikap yang kontradiktif. Sebagai contoh, setelah selesai bertengkar, Dimas terlihat lebih banyak berdiam diri. Ia tampak menarik diri dari Selly. Ia terus saja menyibukkan diri dengan urusan pekerjaan supaya bisa menghindari Selly untuk sementara waktu.

Sebaliknya, Selly justru berusaha mendekati Dimas. Ia mencoba menghubungi Dimas lantaran belum juga pulang walaupun sudah larut malam. Namun, teleponnya tidak diangkat dan chatnya hanya di-read saja. Sejak itu, Selly semakin merasa jengkel dengan sikap Dimas. Ia pun mulai berpikiran negatif, “Jangan-jangan ia pergi bersama wanita lain.”

Dengan respon seperti itu, bukannya akan segera terselesaikan, konflik malah bertambah lebar dan berlarut-larut.

Sementara itu, respon menjauh-menjauh memperlihatkan bahwa Dimas dan Selly sama-sama berdiam diri. Cuek. Acuh. Keduanya mungkin akan berpikiran, “Apapun yang ia lakukan, bodo amat.” Kalau sudah terjadi demikian, hampir dapat dipastikan kalau pernikahan sudah di ujung tanduk.

Saling kritik adalah sesuatu yang lumrah terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Hanya saja, cara kita menyampaikan kritik terhadap orang lain akan menghasilkan konsekuensi tertentu.

Kalau kita mengkritik seseorang secara pribadi, orang itu tentunya akan mempertahan diri dan menunjukkan ego. Sebaliknya, andaikan kita melontarkan kritik terhadap perbuatan seorang, orang itu mungkin saja akan bersikap jauh lebih “lunak”, belajar mengakui kesalahan, dan berusaha memperbaiki sikapnya.

Dengan demikian, walaupun kita harus menyampaikan sebuah kritik, suatu hubungan tetap dapat terpelihara dengan baik.

Tulisan sebelumnya: Kotak-Katik” Kotak Kayu Bekas Menjadi Mini Garden"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun