Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Siapakah yang “Terpincut” Berinvestasi di Hulu Migas?

6 September 2016   08:55 Diperbarui: 11 September 2016   17:16 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sangat mahal” dan “penuh risiko” adalah dua frasa yang terlintas dalam pikiran saya sewaktu menelusuri topik seputar investasi di sektor hulu migas. Betapa tidak! Pada tahun 2013 saja, untuk memulai tahap Eksplorasi, kita harus menggelontorkan modal sebesar 1.242 juta USD! Namun demikian, kita tentu jangan berkecil hati lantaran hasil potensial yang akan diperoleh juga terbilang besar sesuai dengan tingkat investasi yang dikerahkan.

Hal itu tentunya beralasan karena minyak bumi dan gas alam (migas) adalah kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Migas menjadi bahan bakar yang menggerakkan poros roda perekonomian. Oleh karena itu, apabila terjadi kelangkaan BBM dan gas, hal itu tentu berdampak luas di masyarakat, seperti naiknya tingkat inflasi pada harga-harga kebutuhan pokok, terhentinya produksi sejumlah industri, tersendatnya operasional transportasi, dan terganggunya kegiatan rumah tangga.

Kelangkaan itu bisa saja terjadi lantaran kilang minyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia sudah memasuki “masa pensiun”. Walaupun masih produktif, kilang-kilang tersebut hanya memiliki cadangan migas, yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh sebab itu, kalau hanya mengandalkan persediaan migas yang ada saat ini, kita akan mengalami krisis energi beberapa dekade yang akan datang.

Persebaran Kilang Minyak di Indonesia/ www.migas.esdm.go.id
Persebaran Kilang Minyak di Indonesia/ www.migas.esdm.go.id
Krisis itu dapat terjadi karena migas tergolong sebagai bahan bakar tak-terbarukan. Migas akan habis dalam sekali pakai dan tak bisa didaur ulang kembali. Sementara itu, untuk menciptakannya lagi, kita harus menunggu selama jutaan tahun.

Sebagaimana diketahui, migas berasal dari sisa jasad organisme purbakala. Sewaktu organisme itu mengalami kematian, jasadnya mengendap di permukaan bumi. Peristiwa itu mirip dengan proses pengendapan kerang di pantai. Ketika bermain di bibir pantai, biasanya kita akan menemukan banyak kerang yang terkubur pasir. Semua itu terjadi setelah lidah ombak menyapu tepi pantai, dan sapuan itu turut mengubur kerang ke dalam pasir sedikit demi sedikit. Peristiwa itulah yang terjadi pula pada jutaan jasad organisme itu.

Kemudian, setelah bertahun-tahun, lapisan tanah yang mengubur jasad organisme itu menjadi semakin tebal. Akibat tekanan dan perubahan temperatur, jasad tersebut selanjutnya berubah menjadi senyawa hidrokarbon secara alami. Senyawa hidrokarbon itulah yang menjadi cikal-bakal migas yang kita manfaatkan saat ini. Oleh sebab itu, setelah kita mengetahui betapa lamanya proses terbentuknya migas, upaya penghematan perlu dilakukan agar terhindar dari kelangkaan dan krisis energi pada masa depan.

Sementara itu, usaha untuk menemukan cadangan migas pun menghabiskan banyak waktu. Usaha itu dilakukan di sektor hulu. Usaha itu terdiri atas dua kegiatan, yaitu Eksplorasi dan Eksploitasi. Kegiatan Eksplorasi bertujuan mendeteksi keberadaan kantong migas yang terdapat di bawah permukaan tanah. Sewaktu menjalani kegiatan Eksplorasi, kita seperti “berburu harta karun”, yang banyak terlihat di sekuel film Pirates of The Caribbean.

Namun demikian, kita melakukan perburuan secara terukur dan terstruktur. Pada tahap awal, kita melakukan Studi Geologi dan Studi Geofisika. Studi Geologi bertujuan mengobservasi lapisan tanah di wilayah tertentu, sementaran Studi Geofisika bertujuan memahami sifat bebatuan yang terpendam di lapisan tanah tersebut. Kedua studi itu dapat berlangsung antara 6 bulan sampai 1,5 tahun.

Setelah melakukan pemetaan terhadap lapisan tanah, yang diduga berpotensi menyimpan cadangan migas, selanjutnya kita melakukan Survei Seismik. Seperti sebuah radar, Survei Seismik dilakukan dengan “menembakkan” sinyal ke permukaan tanah. Hasil dari survei tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program komputer. Survei tersebut bisa menghabiskan waktu 1-4 tahun.

Apabila hasilnya positif terdapat cadangan migas, Pengeboran pun dilakukan. Pada tahap Eksplorasi, Pengeboran adalah tahap terpenting dan termahal. Pengeboran bertujuan mengecek “kebenaran” hasil survei seismik yang dilakukan sebelumnya. Pengeboran bisa berlangsung 1-4 bulan. Semakin dalam lapisan yang dibor, biaya yang dikeluarkan pun semakin banyak. Apakah Pengeboran tersebut selalu berhasil menemukan cadangan minyak? Ternyata tidak! Pengeboran mengalami kegagalan ketika hanya menemukan endapan lumpur, yang dianggap sebagai kantong migas.

Namun demikian, jika sukses menemukan kantong migas, kita perlu melakukan tahap Penilaian. Penilaian itu bertujuan mengukur tingkat biaya yang diinvestasikan pada sumur minyak tersebut. Apabila cadangan migas yang didapat ternyata sedikit, sementara uang yang sudah dikucurkan jumlahnya triliyunan, bisa-bisa kontraktor mengalami kerugian. Oleh sebab itu, perhitungan “untung-rugi” secara matematis harus dilakukan secermat mungkin.

Setelah semua proses pada tahap Eksplorasi selesai dilakukan, kita bisa lanjut ke tahap Eksploitasi. Tahap Eksploitasi meliputi (1) melakukan sertivikasi cadangan, (2) menyusun Plan of Development (PoD), (3) mengimplementasikan PoD, (4) mengembangkan teknologi, (5) pengeboran pengembangan, dan (6) facility maintance.

Secara singkat, tahap Ekspoitasi lebih bersifat pengolahan. Ibarat sebuah pabrik, tahap Eksploitasi berada dalam “wilayah produksi”. Pada tahap produksi, kita membangun fasilitas produksi yang bertujuan mengangkat migas dari bawah tanah. Proses pengangkatan bisa berlangsung secara alami atau buatan. Migas yang sudah diangkat kemudian dipisahkan oleh separator dan disimpan di tangki. Proses tersebut bisa menghabiskan waktu 6 bulan sampai 3 tahun.

Sampai sejauh ini, kita telah mengetahui betapa kompleksnya proses di sektor hulu migas. Proses tersebut menyita banyak waktu, tenaga, dan ongkos. Belum lagi muncul pelbagai persoalan sewaktu kita menjalani proses tersebut. Persoalan yang timbul dalam pengelolaan industri hulu migas di antaranya adalah rendahnya ketertarikan kontraktor.

Pemerintah, selaku penyedia lahan, mengaku sulit merayu kontraktor berpengalaman dan ber-“kantong tebal” untuk menanamkan modalnya di titik-titik sumber migas yang tersedia. Situasi tersebut bertambah sulit lantaran harga minyak di pasaran saat ini mengalami penurunan. Akibatnya, kontraktor cenderung menahan diri untuk menginvestasikan modalnya sambil mengamati perubahan kondisi perdagangan minyak dunia.

Jumlah Modal yang Dikeluarkan di Sektor Hulu Migas dari Tahun ke Tahun/ www.skkmigas.go.id
Jumlah Modal yang Dikeluarkan di Sektor Hulu Migas dari Tahun ke Tahun/ www.skkmigas.go.id
Sementara itu, Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 pun dianggap terlalu “membebani” kontraktor dalam menjalankan usahanya. Dalam peraturan yang mengurus tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan pelakukan pajak penghasilan di bidang hulu minyak dan gas bumi, terlihat bahwa kontraktor lebih banyak menanggung risiko operasional, seperti pengembangan sumber daya manusia, penyediaan teknologi yang mumpuni, pembayaran biaya pemasaran, dan pengurusan administrasi. Belum lagi pelbagai jenis pajak yang harus dibayarkan kontraktor kepada pemerintah. Oleh sebab itu, walaupun menerapkan sistem bagi hasil, dengan pelbagai syarat yang harus dipenuhi seperti itu, langkah kontraktor untuk melakukan kegiatan usaha di sektor hulu migas berlangsung dengan lambat.

Selain itu, masalah perizinan pun masih sering “menghantui” kegiatan usaha hulu migas. Untuk memulai proyek di industri hulu, kontraktor harus mengurus beragam surat perizinan, seperti Izin Prinsip Melakukan Pekerjaan Eksplorasi Migas, Izin MemasukiOpen Area (persetujuan berbarengan dengan persetujuan AFE/WP&B), dan Pembebasan Tanah dan Sertifikasi. Secara keseluruhan, kontraktor harus menyelesaikan sebanyak 24 perizinan. Sementara kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi saja belum dilakukan, waktu dan biaya yang terpakai sudah sedemikian banyak. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah itu adalah “sistem satu pintu”. Dengan menerapkan strategi tersebut, sistem perizinan dapat terintegrasi dengan baik, dan kontraktor mampu menghemat waktu kerja.

Permasalahan itu tentunya membikin kontraktor merasa gentar untuk berinvestasi. Kontraktor umumnya akan berpikir ratusan kali sebelum menanamkan modalnya di sektor hulu migas. Hal itu tentunya sesuatu yang wajar dan termasuk ke dalam salah satu perilaku investasi. Dalam buku 90 Rahasia Investasi Pribadi, Elvyn G. Masassya menguraikan empat macam perilaku investasi. Pertama, investor ingin melindungi modal yang dimiliki dari inflasi. Laju inflasi memang menunjukkan tren naik. Oleh sebab itu, laju inflasi turut memengaruhi nilai suatu modal, seperti uang. Jadi, alih-alih membiarkan nilai uangnya turun tergerus inflasi, investor menginvestasikan modalnya ke dalam sejumlah instrumen. Itulah strategi, yang disebut Warren Buffett, sebagai “pelestarian modal”.

Kedua, investor ingin memperoleh pendapat yang rutin. Dari situ sudah terlihat jelas kalau investor menginginkan imbalan atas investasi yang dilakukan. Imbalan tersebut bisa berupa pembagian sisa keuntungan suatu usaha. Ketiga, investor ingin meningkatkan aset. Kalau pada perilaku yang kedua, investor hanya mengharapkan keuntungan. Pada perilaku yang ketiga, investor ingin menambah aset yang dimiliki. Secara sederhana, investor ingin “mengembangbiakkan” aset sehingga jumlahnya bertambah berkali-kali lipat. Sementara itu, keempat, investor ingin melakukan spekulasi. Dalam spekulasi, investor menginginkan keuntungan yang luar biasa besar dalam waktu singkat.

Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor hulu migas, kita tentunya perlu mempertimbangkan keempat perilaku investasi tersebut. Dengan demikian, kita bisa menentukan strategi yang tepat untuk menarik lebih banyak kontraktor. Selain itu, menurut hemat saya, regulasi yang dilakukan pemerintah juga harus "ramah" terhadap kontraktor. Penyusunan suatu regulasi bisa berpijak pada dua pertanyaan: “Bagaimana pemerintah membuat nilai tambah di sektor hulu migas?” dan “Bagaimana pemerintah membantu meminimalkan risiko yang ditanggung kontraktor?” Kedua pertanyaan itu bisa menjadi panduan dalam menyusun “aturan main” bagi pelaku industri hulu migas.

Sebagai contoh, dalam menetapkan regulasi, pemerintah dapat menawarkan sejumlah insentif kepada kontraktor. Ibarat sebotol minuman penambah tenaga, insentif dapat menimbulkan “rangsangan” yang mampu meningkatkan iklim investasi di hulu migas, serta menarik lebih banyak calon kontraktor yang akan “bermain” di ladang migas Indonesia. Insentif tersebut bisa berupa revisi peraturan, seperti Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010, yang dianggap terlalu “timpang” oleh kontraktor.

Kemudian, pemerintah pun bisa mempertimbangkan memperpanjang waktu pelaksanaan Eksplorasi. Sebagaimana diketahui, saat ini, kontraktor hanya diberi waktu maksimal 6 tahun untuk tahap Eksplorasi. Waktu tersebut dianggap terlalu “singkat” untuk Eksplorasi lantaran betapa sulitnya kontraktor menemukan cadangan migas yang melimpah. Belum lagi, sewaktu harga minyak tengah turun seperti sekarang ini, kontraktor tentu merasa was-was untuk melakukan Eksplorasi. Semua itu terjadi lantaran kontraktor takut mengalami kerugian kalau terus melanjutkan proyek Eksplorasi. Ibarat makan “buah simalakama”, kontraktor menjadi serba salah. Kalau kontraktor menghentikan Eksplorasi sementara waktu, durasi izin Eksplorasi yang tercantum di Kontrak Kerja Sama (KKS) tentu semakin sedikit. Sementara itu, kalau tetap diteruskan, kontraktor berpotensi mengalami kerugian besar, lantaran harga minyak dunia cenderung mengalami penurunan.

Sementara itu, skema bagi hasil yang diterapkan dalam Kontrak Kerja Sama perlu dikaji ulang. Sebagaimana diketahui, hasil yang diperoleh dari kegiatan hulu migas mempunyai proporsi sebagai berikut: selaku pemilik lahan, pemerintah mendapat 85%, sementara kontraktor berhak memperoleh 15%. Sejauh ini, skema bagi-hasil tersebut terasa memberatkan kontraktor, terutama karena fluktuasi harga minyak dunia. Kalau harga minyak sedang mengalami kenaikan, kontraktor dapat memperoleh keuntungan. Namun demikian, ketika harga minyak sedang turun, kontraktor harus bersiap-siap menanggung kerugian yang besar. Semua itu terjadi karena keuntungan yang didapat sedikit, tetapi beban operasional perusahaan di sektor hulu migas tetap tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mempertimbangkan skema bagi-hasil, yang lebih fleksibel terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Dengan demikian, pemerintah dan kontraktor bisa tetap memperoleh keuntungan di tengah kelabilan harga minyak.

Biarpun terdapat sejumlah tantangan, industri hulu migas tetap memiliki daya tarik tersendiri lantaran nilai potensial yang akan diperoleh oleh para pelakunya terbilang besar. Bisa dibayangkan kalau investasi di sektor tersebut akan memberi imbalan yang pantas pada masa depan lantaran harga minyak yang terus naik akibat pasokan migas yang semakin sedikit. Dengan membenahi “urusan dapur” industri migas, seperti persoalan perizinan, pemerintah akan mampu menarik lebih banyak kontraktor potensial sehingga pada masa depan Indonesia bisa menyediakan sumber energi untuk kesejahteraan masyarakat, bahkan mampu menjadi salah satu "pemain inti" dalam perdagangan minyak dunia.

Referensi:

Buku Peluang Investasi Sektor ESDM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2011

Materi Kendala dan Hambatan Kegiatan Usaha Hulu Migas, Kepala SKK Migas, 6 April 2016

Facebook: www.facebook.com/adica.wirawan

Twitter : @AdicaWirawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun