Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sukses Memelihara Kerukunan Beragama dengan Bakti Sosial

24 Agustus 2016   09:16 Diperbarui: 10 September 2016   21:59 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama Anak-anak di LPA Guna Nanda

Itu adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan radikalisme di masyarakat. Namun, semua itu belum memberi solusi dalam menangkal radikalisme, terutama di kalangan anak muda. Sebagai contoh, pemerintah mungkin sudah mengawasi dan menghapus sejumlah situs yang berpotensi membangkitkan kemarahan masyarakat lantaran kerap menampilkan konten bernapaskan SARA. Namun, tentunya akan timbul situs-situs baru yang bersuara serupa pada masa depan. 

Bagaimana kalau pemerintah juga membatasi media sosial, seperti Facebook dan Twitter? Sepertinya sulit lantaran masyarakat indonesia sudah sedemikian gandrung memakai Facebook dan Twitter. Bagaimana kalau pemerintah juga sering melakukan seminar perbandingan agama? Seminar tersebut memang memperluas pemahaman kita, tetapi tidak menggerakkan hati kita. Persoalan radikalisme bukan melulu soal sempitnya pemikiran, melainkan juga minimnya empati.

Solusi atas permasalahan itu baru saya dapat pada hari ketiga seminar. Pada hari terakhir seminar, Bhante Dhammasubho membawakan materi seputar pluralisme dan toleransi. Satu poin yang saya catat pada pembicaraan tersebut adalah bakti sosial. Bakti sosial dapat menjadi solusi untuk mengatasi radikalisme di masyarakat. Dengan melakukan bakti sosial, kita menyisihkan semua perbedaan dan menyatu dalam aksi kemanusiaan. Bakti sosial menumbuhkan empati dalam diri kita karena kita belajar memaknai kehidupan lewat sudut pandang orang lain.

Bhante Dhammasubho Menyampaikan Materi Tentang Pluralisme/ Dokumentasi Pribadi
Bhante Dhammasubho Menyampaikan Materi Tentang Pluralisme/ Dokumentasi Pribadi
Saya merasakan betul manfaat melakukan bakti sosial sewaktu saya dan teman-teman mengunjungi Lembaga Penyantun Anak Guna Nanda di kawasan Cakung, Jakarta Timur, pada tanggal 17 Agustus 2016 lalu. Selain menyediakan kebutuhan sehari-hari, acara itu juga bertujuan memeriahkan HUT RI ke-71 bersama anak-anak di lembaga tersebut.

Kegiatan baksos itu diawali dengan menyurvei tempat beberapa minggu sebelumnya, melakukan sosialisasi di kalangan umat Wisma Vipassana Kusalacitta, dan mengumpulkan barang-barang donasi. Barang-barang yang sudah terkumpul, seperti pakaian, makanan, dan mainan, dipilah dan dipilih di ruang perpustakaan. Barang-barang tersebut selanjutnya disimpan di dalam kardus dan diberi label.

Proses Pengangkutan Barang Donasi ke Mobil Bak/ Dokumentasi Pribadi
Proses Pengangkutan Barang Donasi ke Mobil Bak/ Dokumentasi Pribadi
Bersama teman-teman lain, saya memindahkan semua kardus itu ke mobil bak terbuka. Kami pun memulai perjalanan ke LPA Guna Nanda, yang menghabiskan waktu satu jam. Sewaktu tiba di sana, kami menyerahkan semua kardus kepada pengurus lembaga dan menemui anak-anak yang berkumpul di ruang tengah. Dalam acara tersebut, kami bernyanyi bersama dan mengadakan beberapa lomba kecil-kecilan, seperti lomba memasukkan paku ke botol, lomba melempar bola ke ember, dan lomba balap kelereng. Semua anak terlihat antusias sewaktu mengikuti lomba tersebut. Mereka tampak gembira karena merasakan kebersamaan yang kuat. Acara kemudian ditutup dengan makan siang bersama.

Lomba Melempar Bola ke Ember Bersama Anak-anak di LPA Guna Nanda/ Dokumentasi Pribadi
Lomba Melempar Bola ke Ember Bersama Anak-anak di LPA Guna Nanda/ Dokumentasi Pribadi
Acara sosial semacam itu telah menerobos semua batasan yang selama ini terus menyekat pikiran kita, seperti perbedaan etnis, kelas sosial, dan agama. Dengan mengikuti acara tersebut, kita menjadi terhubung sebagai sesama manusia tanpa lagi mempersoalkan suku bangsa, ras, agama, dan golongan. Semua aksi kebajikan itu dilakukan atas dasar rasa kemanusiaan.

Foto Bersama Anak-anak di LPA Guna Nanda
Foto Bersama Anak-anak di LPA Guna Nanda
Sebelum pulang, kami menyempatkan diri berfoto bersama. Semua dokumentasi itu kemudian diunggah ke media sosial, seperti Facebook dan Line. Jadi, media sosial tidak melulu digunakan menyebarkan ujaran kebencian, seperti fitnah, caci-maki, dan bully, tetapi juga menjadi tempat untuk menginspirasi lebih banyak kebaikan bagi sesama. Itulah cara yang menurut saya tepat untuk merawat kerukunan antarumat beragama di media sosial.

Kalau kegiatan bakti sosial rutin dilakukan terutama oleh kaum muda, faktor-faktor pemicu radikalisme, seperti kesehatan mental yang bermasalah, kesenjangan ekonomi yang lebar, iklim sosial-politik yang inkonsisten, dan pemahaman agama yang dangkal, dapat diminimalkan. Dengan demikian, akan tercipta masyarakat yang saling tolong-menolong tanpa mempermasalahkan SARA, sehingga kita dapat hidup seperti nenek moyang kita, yang mampu tetap rukun di tengah-tengah keberagaman.

Facebook: www.facebook.com/adica.wirawan

Twitter : @AdicaWirawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun