Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Ada Apa dengan Sungai Tengari?

23 Agustus 2016   07:28 Diperbarui: 23 Agustus 2016   23:31 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah semua prosesi kremasi selesai dilaksanakan, kami membawa guci yang berisi abu jenazah Oma ke Sungai Tengari. Kami harus bermobil sekitar empat jam untuk mencapai sungai tersebut. Sungai Tengari adalah sungai yang mengalir sepanjang Desa Suaka Hijau. Sungai tersebut mengalir dangkal di sela-sela batu-batu yang berbentuk bulat. Airnya masih jernih dan sejuk lantaran berasal dari mataair yang murni.

Konon, menurut penuturan orang-orang, air sungai tersebut sempat berwarna merah pada tahun 1950-an. Pada saat itu, sungai itu menjadi medan pertempuran antara penduduk lokal dan para penjajah. Banyak orang yang tewas dalam pertempuran itu. Darah yang mengucur dari tubuh mereka larut dengan air sungai. Darah itu memerahkan sungai.

Sewaktu menunggu pembacaan doa sebelum abu jenazah ditaburkan ke sungai, aku mengamati tepian sungai. Aku menemukan seikat bunga merah yang diletakkan di atas batu. Bunga itu terlihat masih segar seolah baru ditaruh dua hari yang lalu. Meskipun demikian, kelopak-kelopaknya sudah mulai layu dan rontok tersapu embusan angin. Sesaat aku merenungkan bahwa kehidupan manusia pun serupa bunga, yang suatu saat akan menjadi layu.

Usai membacakan doa perpisahan, bibiku menuangkan abu jenazah Oma ke sungai. Sedikit demi sedikit abu tersebut larut bercampur bersama aliran sungai yang sangat tenang. Akhirnya abu tersebut menyatu sepenuhnya bersama alam raya.

Sekitar setahun setelah Oma wafat, aku menjalin hubungan “spesial” dengan seorang pria bernama Mike. Aku berkenalan dengannya lewat situs perkencanan. Untuk memanfaatkan situs tersebut, terlebih dulu aku harus mengisi 100 butir kuesioner. Kuesioner itu menjadi sebuah instrumen, yang menggali informasi tentang diriku, seperti pola pikir, minat, dan emosi. Setelah semua data terkumpul, sistem melakukan pencocokan profil, dan ternyata profilku memiliki tingkat kecocokan yang tinggi dengan profil Mike.

Setelah mengobrol lewat media sosial, kami memutuskan bertemu secara langsung di sebuah kafe. Mike adalah seorang pria bertubuh agak tambun, yang mempunyai pipi yang menggemaskan. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak, yang menimbulkan kesan sederhana. “Halo, apa kabar?” Suaranya terdengar ramah. Ia mengulurkan tangan dan aku menjabat tangannya yang terasa empuk.

Sumber Gambar: www.cafemiro.co.uk
Sumber Gambar: www.cafemiro.co.uk
Walaupun baru bertatap muka pertama kali, uniknya kami langsung merasa “terhubung”. Suasana betul-betul cair seolah kami sudah mengenal sejak dulu. Kami mengobrol sekitar tiga jam. Sebuah pertemuan pertama yang berkesan! Maka, kami memutuskan mengatur pertemuan-pertemuan berikutnya. Sejak saat itu, hubungan kami terus terjalin baik hingga Mike memintaku menjadi pacarnya.

Suatu ketika aku menelepon Mike.

“Say, Sabtu ini kita nonton yuk?” Kataku. “Ada film yang ingin betul aku tonton.”

“SoriSay,” kata Mike dengan suara yang sopan. “Sabtu ini aku harus pergi ziarah.”

Ziarah ke makam siapa?” Tanyaku penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun