Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gandrung Pokemon Go & Kesehatan Mental Remaja

14 Juli 2016   09:29 Diperbarui: 15 Juli 2016   08:11 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua,mood atau suasana hati cenderung labil. Emosi seorang remaja itu seperti cuaca, yang terus saja berubah-ubah sepanjang hari. Terkadang bisa panas menyengat. Terkadang dapat juga sedingin es.

Ketidakstabilan emosi tersebut bersumber pada pengaruh fisiologi dan psikologis. Berdasarkan pengaruh fisiologis, misalnya, struktur otak seorang anak mengalami perubahan sewaktu anak tersebut beranjak remaja. Perubahan tersebut terjadi pada korteks prefrontal, yang berfungsi mengendalikan emosi. Terjadi pemangkasan sinapsis pada korteks tersebut dan hal itu menyebabkan seorang remaja cenderung lebih emosional.

Kemudian, berdasarkan pengaruh psikologisnya, seorang remaja kurang terampil mengelola emosinya lantaran tidak dibekali oleh kecakapan emosi yang baik. Remaja tidak mengetahui cara terbaik untuk melepaskan emosi negatif, seperti marah, stres, dan sedih, yang dialaminya. Akibatnya, ia kerap kali melampiaskan emosi tersebut lewat ucapan kasar dan tindakan yang agresif.

Ketiga, remaja cenderung melakukan tindakan ceroboh. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Namun demikian, kalau tidak dibimbing dengan baik, rasa ingin tahu tersebut bisa berbuah bencana. Perhatikanlah perilaku remaja, yang gemar menenggak alkohol. 

Awalnya seorang remaja mungkin melihat teman-temannya asyik meminum alkohol. Ia pun merasa tertarik dan ingin mencicipi rasa alkohol tersebut. Apalagi teman-temannya menantangnya menghabiskan sebotol alkohol. Ia kemudian mencoba meminum alkohol tersebut, merasa senang, dan akhirnya ketagihan meminum alkohol.

Karena berada di bawah pengaruh alkohol, remaja tersebut dapat melakukan perbuatan asusila, seperti dalam kasus Y yang sempat menjadi trending topik di media massa beberapa bulan yang lalu. (Selengkapnya Anda bisa membaca kasus Y pada tulisan saya yang berjudul Empati dalam Edukasi Seks di Sekolah).

Dua Solusi

Semua persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan sejumlah cara. Pada tulisan ini, saya akan menjelaskan dua cara yang dapat diterapkan supaya persoalan remaja dapat berkurang.

Pertama, orangtua harus terlibat aktif mengedukasi anak sejak usia dini. Saya sungguh setuju dengan ungkapan bahwa orangtua adalah guru pertama seorang anak. Biarpun tidak berprofesi sebagai guru, setidaknya orang tua harus mengetahui dasar-dasar dalam mendidik anak.


Saya ingat pernah membaca sebuah artikel di harian Kompas, yang memuat edukasi seks di rumah. Walaupun seks adalah topik yang masih tabu dibicarakan, edukasi seks harus diterapkan, supaya anak mengenal apa itu seks dan fungsinya demi keberlangsungan umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun