Berdasarkan pemaparan tersebut, tentunya kita perlu mempertimbangkan pengajaran empati dalam upaya mengatasi kasus kekerasan seksual tersebut. Oleh sebab itu, pengajaran empati tentunya harus disertakan terutama pada edukasi seks di sekolah-sekolah.
Walaupun seks adalah sebuah topik yang masih dianggap tabu dibicarakan, sejumlah sekolah kini sudah berani memfasilitasi edukasi seks kepada murid-muridnya. Sekolah umumnya menghadirkan narasumber yang berasal dari dunia medis untuk menyampaikan edukasi tersebut. Dengan demikian, edukasi seks yang dilakukan selama ini pun lebih menitikberatkan pada aspek fisik semata.
Siswa hanya diberi penjelasan tentang kinerja sistem reproduksi dan berbagai macam jenis penyakit kelamin yang menular. Jarang sekali siswa mendapat informasi tentang metode teruji untuk mengelola energi seksual secara tepat dan menumbuhkan empati terhadap sesama dari narasumber yang didatangkan. Padahal, informasi tersebut sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual yang baru. Oleh sebab itu, edukasi seks berbasis empati perlu diselenggarakan di sekolah.
Edukasi tersebut dapat diawali dengan melatih kesadaran diri. Kesadaran diri adalah kepekaan terhadap setiap perasaan yang muncul. Saat mempunyai kesadaran diri yang kuat, kita mampu memonitor perasaan dari waktu ke waktu. Saat energi seksual muncul, misalnya, kita mampu menyadarinya sehingga kita bisa memilih respon untuk melepas emosi tersebut secara tepat.
Ada beragam cara untuk melepas emosi tersebut secara lebih baik. Salah satunya adalah menulis ekspresif. Minggu lalu saya mengikuti sebuah kelas tentang pengelolaan emosi. Di kelas tersebut, saya tak hanya belajar tentang seluk-beluk emosi dan dampaknya bagi kehidupan, tetapi juga melepas emosi negatif secara lebih bijaksana.
Dengan diiringi musik relaksasi, peserta mulai menulis. Di tengah sesi, mayoritas peserta mulai terisak. Kegiatan tersebut tampaknya sudah membetot emosi negatif yang terpendam di pikiran bawah sadar. Setelah selesai, instruktur meminta komentar, dan sebagian besar mengaku merasa lebih lega usai mencurahkan perasaannya lewat tulisan.
Edukasi seks berbasis empati di sekolah adalah sebuah langkah tepat untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual pada masa depan. Empati yang kokoh akan mampu menetralisir antipati yang muncul sehingga seseorang dapat mengendalikan dirinya lebih baik. Oleh sebab itu, sudah seharusnya diadakan sosialisasi edukasi seks berbasis empati supaya kasus Y tidak terulang pada masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H