Namun, kita jarang ditunjukkan cara melepas amarah yang benar. Oleh sebab itu, kita terbiasa melepas amarah dengan cara keliru, yaitu lewat kata-kata dan tindakan fisik yang cenderung kasar.
Saya ingin berbagi sebuah kisah. Kisah tersebut menunjukkan betapa buruknya dampak yang ditimbulkan akibat pelampiasan kemarahan secara keliru.
Kisahnya begini. Seorang direktur perusahaan mengunjungi seorang psikiater.
Ia ingin meminta saran supaya temperamen amarahnya berkurang karena dia merasa bahwa sifatnya yang suka meledak-ledak menyebabkan banyak kekacauan dalam perusahaannya.
Alih-alih memberinya obat penenang atau semacamnya, psikiater tersebut malah memberinya sebuah papan.
“Kalau Anda merasa marah yang tak tertahankan, coba Anda tancapkan paku pada papan itu,” katanya. “Seminggu lagi bawa papan ini lagi, dan mari kita lihat hasilnya.”
Seminggu kemudian, direktur tersebut datang lagi. Ia menunjukkan papan yang penuh dengan paku.
Psikiater itu kemudian berkata, “Bawa papan ini minggu depan kepada saya lagi. Namun, Anda harus melakukan sesuatu. Setiap kali Anda berhasil menahan amarah Anda, lepas satu paku pada papan tersebut.”
Direktur tersebut setuju melakukannya.
Memang dibutuh waktu lebih dari seminggu supaya direktur mampu mencabut semua paku pada papan tersebut. Saat semua tugas tersebut selesai dilaksanakan, ia mendatangi psikiater tersebut dengan perasaan bahagia.
“Cara Anda berhasil,” katanya. “Kini saya lebih mampu mengendalikan kemarahan saya.”