Mohon tunggu...
Adib Taufikurrohman
Adib Taufikurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Mahasiswa

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam - UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Eksistensi Media Cetak di Era Disrupsi Digital

13 Desember 2021   17:31 Diperbarui: 13 Desember 2021   17:46 3378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui saat ini kita berada di era disrupsi. Dilansir dari www.ui.ac.id Pengertian dari disrupsi adalah sebuah era dimana terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran yang secara fundamental mengubah semua sistem, tatanan, dan landscape yang ada ke cara-cara yang baru.

Alasan pertama terciptanya disrupsi yakni bisa dilihat dari perubahan yang terjadi pada bagian metode bisnis, sehingga mereka yang tidak menggunakan cara tersebut akan keluar dari ekosistem dan akibatnya pemain yang masih menggunakan cara dan sistem yang lama akan kalah dalam persaingan. Di era disrupsi ini, yang mengalami perubahan bukan hanya bidang bisnis dan ekonomi, namun sebenarnya perubahan utamanya bermula dari kehadiran teknologi digital.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, berbagai perangkat yang mempermudah keperluan manusia mulai bermunculan. Sebagai contoh, adanya ponsel yang dulunya hanya sebagai media dan alat untuk berkomunikasi, kini sudah dilengkapi dengan program-program yang mendukung. Ponsel pun berkembang menjadi ponsel pintar, yang bukan hanya sekedar menjadi media komunikasi, namun juga bisa sebagai media pencari informasi. Segala informasi, berita terkini, artikel-artikel mengenai banyak hal bisa diakses dengan mudah.

Lantas, bagaimana kabar media cetak? Seperti yang kita ketahui, media cetak merupakan salah satu bentuk dari media komunikasi massa. Media cetak ditemukan pertama kali oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1455. Pada awalnya ia menggunakan media cetak untuk mencetak bible melalui teknologi yang ia temukan itu. Dengan teknologi tersebut juga mendorong peningkatan produksi buku pada zaman itu. Media cetak yang berkembang di masyarakat Indonesia yaitu majalah, koran, booklet daan brosur, surat langsung, handbill atau flyer, billboard, press release dan buku.

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, media cetak mulai satu persatu ditinggalkan. Bahkan sejumlah media cetak ternama pada masanya, kini perlahan mulai berhenti beroperasi. Dikutip dari kumparan.com bahwa Pakar komunikasi terkenal, Philip Meyer, menyebut koran pada 2044 akan berhenti cetak, dan hal ini bisa menjadi kenyataan jika tidak adanya inovasi baru dari pimpinan koran untuk menyikapi perkembangan yang ada (Nurdin, 2009).

Menanggapi hal ini, media cetak harus mencari inovasi baru untuk mempertahankan industrinya. Beberapa media cetak di Indonesia mulai bergerak membuat platform digital. Sayangnya, dengan adanya platform digital tersebut membuat kualitas berita mereka lebih rendah daripada versi cetaknya. Media daring di indonesia lebih fokus dalam memproduksi berita cepat dan pendek dengan dua hingga tiga narasumber (Zuhra, 2017)

Media cetak dalam mempertahankan eksistensinya adalah dengan cara memberikan ulasan berita secara lengkap dari berbagai sudut pandang dan mewawancarai lebih dari satu narasumber yang memiliki kredibilitas. Strategi lain dalam mempertahankan eksistensinya, media cetak mempertimbangkan desain layout dan gambar dibuat dengan menarik yang disesuaikan dengan pembacanya. Dengan desain yang menarik akan memberi daya tarik tersendiri bagi para pembacanya.

Tidak hanya melalui hal-hal diatas, tentunya media cetak mencoba berbagai upaya untuk bertahan di era saat ini. Dikutip dari mix.co.id Ada empat strategi yang dipaparkan Wahyu Dhyatmika, Redaktur Eksekutif  Majalah Tempo, dalam menghadapi era disrupsi.

Kenali competitive advantage

Competitive advantage yang membuat majalah itu unik. Jangan tiru media lain yang sudah memiliki kompetensi sendiri. Jangan sampai setelah go digital, uniquenes  itu  bergeser. Tempo karena sudah kuat di berita  indepth, investigasi dan identitas independensi, maka harus dicari bagaimana agar  competitive advantage itu tetap bisa dipahami dan dijual.

Bekerja dengan orang-orang yang berlatar belakang digital

Era digital tidak cukup mengandalkan wartawan hebat, butuh membuka pintu redaksi untuk orang-orang dengan keahlian baru. Makanya perlu dibiasakan terus menerus bekerja dengan orang-orang berlatar belakang digital. Redaksi sudah tidak bisa memonopoli newsroom, keputusan-keputusan harus mempertimbangkan apa yang dikehendaki user. Mereka juga harus bisa melakukan engagement dengan user. Untuk keperluan tersebut, sudah dua tahun ini tempo merekrut manajer media sosial.

Perlunya personal branding bagi wartawan

Patut diperhatikan, di era sekarang tugas wartawan tidak berhenti ketika memasukkan naskah ke desain. Itu justru baru mulai. Mereka harus mengimbangi dengan interaksi horizontal untuk engage dengan user. Oleh karena itu perlu bagi setiap wartawan untuk melakukan personal branding di media sosial dengan personal value yang tetap sejalan dengan value korporat.

Kenali pembaca dan sesuaikan dengan demografi mereka

Karena user media digital adalah gen millenial yang berada dengan user majalah cetak, seluruh mindset model bercerita wartawan harus ditinjau ulang. Selain tidak terlalu panjang, juga dibuat bagaimana agar orang tidak bosan saat menyimak. Misalnya dengan infografis, dengan kartu atau video. Tidak hanya mengandalkan teks dan foto. Siap-siap juga jika mereka lebih suka membaca bukan dari web tapi melalui media sosial. Untuk setiap format tersebut, harus tetap dipastikan agar pembaca tetap mendapatkan user experience terbaik, meski dia berada di halaman orang lain yaitu media sosial.

Berdasarkan strategi di atas dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi media cetak untuk mempertahankan eksistensinya di era saat ini. Selain itu juga perlunya dukungan dari kita sebagai pembaca untuk kembali menggunakan media cetak, meskipun melalui media digital lebih cepat dan mudah didapatkan, namun tidak dapat dipungkiri ada banyak berita hoax yang tersebar, berbeda dengan media cetak dalam memberikan sebuah informasi secara lengkap dari berbagai sudut pandang dan mewawancarai lebih dari satu narasumber yang memiliki kredibilitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun