Pendahuluan
Program pengentasan dan penghapusan kemiskinan merupakan salah satu tugas pemerintah yang telah dilakukan sejak lama melalui berbagai program pembangunan. Sejak Tahun 2020 telah dilakukan penetapan target agar kemiskinan yang sifanya ekstrim dapat diturunkan menjadi 0 % pada Tahun 2024 ini. Untuk mempercepat angka penurunan kemiskinan ekstrim ini, telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.Â
Inpres ini diterbitkan dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2024 melalui sinergi, koordinasi dan keterpaduan program dan kegiatan antarkementerian/lembaga dengan pemerintah daerah. Data penduduk miskin secara nasional sampai dengan Bulan Maret Tahun 2024 berjumlah 25,22 juta orang atau 9,03 % dari jumlah penduduk keseluruhan.
Salah satu wilayah yang seringkali menjadi fokus utama dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Berdasarkan data BRIN Tahun 2022, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar kawasan hutan sebanyak 48,8 juta jiwa dengan penduduk berkategori miskin sebanyak 9,8 juta jiwa. Untuk wilayah Sulawesi Selatan sendiri, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan umumnya hidup dalam ketergantungan terhadap sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Mereka memanfaatkan hutan sebagai sumber penghasilan utama, baik melalui kegiatan pertanian, perkebunan, perburuan, maupun pengumpulan hasil hutan. Namun keberadaan hutan yang semakin terdegradasi dan berkurang akibat eksploitasi yang berlebihan, membuat masyarakat sekitar hutan semakin terjerat dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk dihilangkan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan adalah dengan memperkuat peran dan kontribusi mereka dalam pengelolaan hutan. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan pendekatan yang tepat dalam pengelolaan hutan. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui bagaimana mereka mampu memanfaatkan dan mengelola sumber daya hutan yang berkelanjutan, melakukan pengembangan kewirausahaan berbasis kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kemandirian masyarakat dengan tetap berprinsip pada asas kelestarian.
Selain itu, pendekatan berbasis masyarakat dalam pengelolaan hutan juga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengelolaan hutan. Mereka dapat diberikan akses dan hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, sehingga mereka dapat memiliki kendali dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan
Pengentasan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, dengan adanya komitmen dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, serta upaya yang terarah dan terpadu, hal ini dapat tercapai. Selain itu, penting juga untuk terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap program-program yang dilakukan, serta memperbaiki strategi yang telah digunakan jika diperlukan. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan masyarakat di sekitar kawasan hutan dilakukan strategi sebagai berikut:
- Memberikan akses legal atau persetujuan pemanfaatan hutan melalui skema perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan salah satu instrumen yang disiapkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mengelola hutan. Pemberian akses pada masyarakat diharapkan mampu mempertahankan hutan dan memberikan nilai ekonomi, ekologi bagi masyarakat. Peningkatan kapasitas petani mutlak diperlukan karena petani berperan menjadi pelaku utama dari kegiatan perhutanan sosial. Di Provinsi Sulawesi Selatan, sampai dengan Juni 2024, jumlah kelompok pemegang persetujuan perhutanan sosial sebanyak 596 kelompok yang melibatkan 68.888 KK dengan total luas hutan yang dikelola 218.160,83 Ha.
- Memberikan kesempatan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memperoleh ketrampilan dan peluang di luar sektor kehutanan atau perkebunan. Pemberian kesempatan ini dilakukan agar masyarakat yang memiliki keinginan bekerja diluar sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan dapat terakomodir dengan baik. Pasca diberikan persetujuan perhutanan sosial, kelompok diberikan berbagai peluang untuk meningkatkan kapasitas sesuai dengan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan seperti sekolah lapang, pelatihan, magang, pertemuan teknis dan kegiatan lainnya.
- Pemberian insentif kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, peningkatan akses terhadap pembiayaan dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas, serta pengembangan pasar yang dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil hutan yang dihasilkan oleh masyarakat. Baik pemerintah melalui pemerintah pusat dan daerah maupun melalui NGO telah cukup banyak memfasilitasi insentif pengembangan usaha. Pemberian alat ekonomi produktif, sertifikasi produk, fasilitasi permodalan dan pemasaran telah dilakukan dalam rangka meningkatkan semangat dan kegiatan pengelolaan hutan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Pengentasan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan juga perlu didukung oleh berbagai pihak, seperti lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dapat menciptakan sinergi yang positif dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pemerintah dapat memberikan kebijakan dan dukungan yang tepat, sedangkan masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan program-program yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan.
Dengan mengentaskan kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan, diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam yang ada di hutan, serta meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, masyarakat yang hidup dalam kemiskinan juga dapat lebih berdaya dan berkontribusi dalam upaya pelestarian hutan yang semakin penting dalam mengatasi perubahan iklim global. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus bekerja sama dalam upaya pengentasan kemiskinan di sekitar masyarakat hutan.
Pendampingan Kelembagaan Kelompok Tani Hutan
Pendampingan kelompok tani hutan merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan di sekitar masyarakat hutan. Hutan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, udara, obat-obatan dan bahan bangunan. Namun seringkali masyarakat sekitar hutan mengalami kemiskinan yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti minimnya pengetahuan dan akses terhadap teknologi pertanian yang modern, serta rendahnya akses terhadap pasar dan modal.
Pendampingan kelompok tani hutan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun perusahaan, untuk membantu dan memfasilitasi kelompok tani hutan dalam mengembangkan kegiatan pertanian yang berkelanjutan. Pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan kelompok tani hutan, serta mendorong mereka untuk lebih sadar akan pentingnya menjaga dan melestarikan hutan.
Salah satu contoh dari pendampingan kelompok tani hutan yang berhasil dilakukan adalah pada Kelompok Tani Hutan Sipatuo 2 di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. KTH Sipatuo 2 memperoleh hak pengelolaan hutan melalui SK Bupati Nomor 337 Tahun 2012 Tanggal 20 November 2012 tentang Penetapan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).
Pada awal kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan menggunakan tanaman kehutanan yang menghasilkan kayu saja, namun tidak cukup diminati oleh masyarakat. Pendamping beserta anggota KTH memilih menggunakan tanaman jambu mete yang dirasa lebih cocok dibudidayakan di lokasi yang awalnya merupakan padang ilalang. Masyarakat atau anggota kelompok memilih tanaman jambu mete karena tanaman ini memiliki kesesuaian dengan lahan dan iklim yang cukup kering di wilayah ini. Jenis-jenis tanaman lain seperti jeruk, durian, rambutan pernah juga dicoba untuk ditanam, akan tetapi hasilnya jauh dari memuaskan. Kondisi berbeda dengan tanaman jambu mete, dimana tanaman ini telah diusahakan sejak tahun 2000-an, dan masih berproduksi dengan baik sampai saat ini.
Saat ini, pada areal kerja HKm secara umum terdapat kegiatan utama yaitu pengembangan usaha jambu mente melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) jambu mete dan pengembangan usaha ternak sapi melalui KUPS ternak sapi. Jambu mete yang ditanam sudah dijual baik dalam bentuk produk kering siap jual maupun dalam bentuk produk siap konsumsi. Hampir seluruh anggota KTH mengusahakan kedua komoditi tersebut baik jambu mete maupun ternak sapi. Selain itu pula dikarenakan faktor iklim KTH sipatuo juga menanam tanaman seperti jagung dan rumput gajah yang dapat bersimbiosis dengan jambu mete. Selain itu, kelompok tani ini juga membangun pembibitan dan menerapkan sistem agroforestri yang berdampak positif pada lingkungan sekitar. Dengan meningkatnya pendapatan dan pemanfaatan lahan yang lebih efektif, masyarakat sekitar hutan di KTH Sipatuo 2 berhasil mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Pendampingan kelompok tani hutan juga dapat mendorong terciptanya hubungan yang lebih harmonis antara masyarakat dan hutan. Dengan adanya pendampingan, masyarakat sekitar hutan menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem hutan dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya konflik antara masyarakat dan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan hutan secara tidak bertanggung jawab.
Selain itu, pendampingan kelompok tani hutan juga dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat sekitar. Dengan meningkatnya produktivitas pertanian, maka pasokan pangan dan bahan pangan di wilayah tersebut juga dapat terpenuhi, sehingga mampu mengurangi angka kelaparan dan meningkatkan gizi masyarakat. Selain itu, dengan adanya pendampingan, masyarakat juga dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Namun, untuk mencapai keberhasilan dalam pendampingan kelompok tani hutan, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan perlu bekerja sama dalam menyediakan dukungan teknis, modal, dan akses pasar yang dibutuhkan oleh kelompok tani hutan. Selain itu, diperlukan juga kebijakan yang mendukung dan memfasilitasi kegiatan pendampingan ini.
Penutup
Pendampingan terhadap kelompok tani hutan merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat sekitar hutan. Pendampingan diberikan pada aspek yang berkaitan langsung dengan peningkatan ekonomi masyarakat dan upaya meningkatkan kesejahteraannya. Pemanfaatan potensi wilayah kelola sekitar hutan, penguatan kelembagaan, pengembangan usaha dan penanaman nilai budaya menjadi poin utama dalam kegiatan pendampingan. Oleh karena itu, pendampingan harus memberikan dampak positif bagi kelompok tani hutan secara khusus, dan secara umum juga berdampak luas bagi masyarakat sekitar dan lingkungan. Peningkatan kesejahteraan yang berdampak pada pengentasan kemiskinan merupakan keberhasilan dari kegiatan pendampingan yang dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H