Ringkasan Eksekutif
Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Bandar Lampung, ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Bandar Lampung saaat ini hanya mencapai sekitar 10% dari total luas wilayah kota, di bawah standar nasional yang mengharuskan RTH minimal 30% dari total luas wilayah kota sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.Kekurangan RTH ini mempengaruhi kualitas lingkungan, termasuk polusi udara meningkat terutama pada daerah dengan tingkat lalu lintas yang tinggi, hal ini menyebabkan indeks Kualitas Lingkungan Hidup (ILKH) turun ke angka 60,5 pada 2023, lebih rendah dari rata-rata nasional (71,3), peningkatan suhu udara yang lebih tinggi di pusat kota, dan risiko banjir yang membesar akibat rendahnya daya serap tanah terhadap air.
Perlu kebijakan strategis agar mempercepat pengembangan dan pengelolaan RTH. Rekomendasi kebijakan mencakup optimalisasi lahan kosong untuk dijadikan RTH, revitalisasi taman kota yang sudah ada dengan fasilitas yang mendukung, serta penanaman pohon di area perkotaan. Pemerintah perlu mengajak sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembiayaan dan pemeliharaan RTH, dan memebrikan insentif seperti keringanan pajak bagi perusahaan yang terlibat. Mendorong partisipasi masyarakat melalui program penghijauan berbasis komunitas, urban farming, dan kampanye kesadaran lingkungan,
Pentingnya pengalokasian anggaran khusus dengan merekomendasikan minimal 5% dari APBD untuk pengembangan RTH. Monitoring dan evaluasi berkala diperlukan untuk memastikan pelaksanaan kebijakan berjalan efektif. Kebijakan yang di implementasi akan membantu Kota Bandar Lampung untuk memenhu standar RTH, menurunkan suhu hingga 2-3°C, mengurangi polusi udara, menekan risiko banjir, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadikan Bandar Lampung menjadi kota yang berkelanjutan, hijau, dan layak huni bagi seluruh masyarakat.
Pendahuluan
Bandar Lampung saat ini dihadapkan dengan terbatasnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), yang saat ini hanya mencapai 10% dari total luas wilayah kota. Angka ini sangat jauh dari standar nasional yang mewajibkan minimal 30% RTH dari total luas wialayah, sebagaiaman diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kondisi ini memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat. Berdasarkan dara IQAir, tingkat polusi udara di Bandar Lampung mencapai konsentrasi PM2.5 sebesar 15,6 µg/m³, meskipun angka ini masih dibawah ambang batas, peningkatan ini terus meningkat di area dengan lalu lintas yang tinggi. Selain itu, suhu udara rata-rata di pusat kota mencapai 32-34°C, lebih tinggi diabndingkan wilayah pinggiran yang memiliki RTH lebih luas.
Keterbatasan RTH memperburuk risiko terjadinya banjir seperti yang sering terjadi di kawasan Sukarame dan Kedaton akibat dari rendahnya kapasitas resapan air karena minimnya area hijau. Berdasarkan laporan WALHI lampung, Bandar Lampung membutuhkan tambahan sekitar 29,58 km² RTH untuk memenuhi standar serta mendukung keberlanjutan ekosistem kota. Tidak hanya ini, minimnya RTH juga berdampak pad kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh Universitas Lampung pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 85% responden menganggap ketersediaan taman kota pentng untuk aktivitas rekreasi, lebih lanjut, sekitar 60% responden menyataakan siap berpartisipasi dalam program penghijauan kota.
Pengembangan RTH di Bandar Lampung tidak hanya menjadi kewajiban ekologis, tetapi juga menajdi langkah strategis untuk menciptakan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Selain itu, RTH bisa menjadi dorongan bagi pengembangan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Dengan dilakukannya perluasan RTH, kota Bandar Lampung dapat meningkatkan daya dukung lingkungan, memperbaiki kualitas udara, mengurangi suhu perkotaan, dan mengatasi risiki bencana banjir. Partisipasi masyarakat dalam program penghijauan juga bisa menjadi kekuatan bersama dalam mewuudkan lingkungan perkotaan yang lebih sehat, nyaman, dan berkelnajutan. Diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk merealisasikan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang memadai guna menciptakan Bandar Lampung sebagai kota yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi untuk generasi mendatan.
Deskripsi Masalah
Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). di kota Bandar Lampung menjadi salah satu permasalahan yang mendesak untuk segera ditangani. Berdasarkan data dari BAPPEDA Kota Bandar Lampung, luas RTH yang tersedia saat ini hanya mencakup sekitar 10% dari total luas wilayah kota. Angka ini jauh dari standar minimal yang ditentukan oleh  Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentanf Penataan Ruang, yang menetapkan bahwa RTH harus mencapai minimal 30% dari total luas wilayah. Kondisi ini menunjukan Bandar Lampung menghadapi kekurangan sekitar 29,58 km² RTH untuk memenuhi standar yang sudah ditetapkan. Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah. Ketiadaan RTH yang memadai tidak hanya berdampak buruk pada lingkungan, tetapi juga pada kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Keterbatasan RTH memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat di Kota Bandar Lampung. Polusi udara yang semakin meningkat dengan indeks konsentrasi PM2.5 di beberapa wilayah mencapai 15,6 µg/m³. Tidak hanya itu, kondisi ini diperburuk dengan suhu di pusat kota yang meningkat mencapai 32-34°C pada siang hari, membuat kondisi kota semakin tidak nyaman. Hal ini terutama dirasakan di kawasan yang padat penduduk seperti Teluk Betung dan Panjang. Minimnya RTH juga memberikan dampak lain yang cukup serius pada risiko meningkatnya banjir akibat rendahnya daya resapan air, terutama di Wilayah Sukarame dan Kedaton.
Tidak hanya berdampak pada lingkungan fisik, minimnya akses terhadap RTH juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental masyarakat. Taman kota yang tersedia saat ini belum cukup untuk menampung kebutuhan rekreasi dan aktivitas sosial masyarakat. Penelitian menunjukan bahwa RTH memiliki peran tenting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui udara yang lebih bersih, penurunan suhu lingkungan, serta penyediaan fasilitas rekreasi yang memadai, upaya untuk menambah luas RTH menghadapi berbagai kendala, seperti alokasi lahan yang terbatas, tekanan urbanisasi yang semakin besar, serta kurangnya partisipasi dari sektor swasta maupun masyarakat.
Tanpa adanya langkah yang kongkret untuk mengatasi masalah ini, kualitas lingkungan dan daya dukung Kota Bandar Lampung akan semakin menurun. Pada akhirnya hal ini akan mengancam kesehatan serta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk meningkatkan luas RTH, baik mellui kebijakan yang mendukung, inovasi dalam pemanfaatan ruang, maupun keterlibatan aktif masyarakat dan sektor swasta. Dengan demikian Kota Bandar Lampung dapat menjadi kota yang lebih ramah lingkungan dan layak hni bagi generasi saat ini dan generasi mendatang.
Rekomendasi Kebijakan
- Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kosong untuk Pengembangan RTH. Pemeriintah Kota Bandar Lampung harus melakukan pemetaan lahan kosong milik pemerintah dan swasta yang dapat dialihfungsikan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH), seperti taman kota, jalur hijau, atau kebun komunitas. Pemerintah juga dapat mewajibkan pengembang perumahan untuk menyediakan minimal 20% dari total luas lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam setiap proyek perumahan baru.
- Kolaborasi Melalui Kemitraan Publik-Privat (Public-Private Partnership). Pemerintah dapat menggandeng sektor swasta melalui Public-Private Partnership (PPP), dengan mengundang perusahaan untuk berpartisipasi dalam pembiayaan dan pemeliharaan RTH melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), serta memebrikan insentif seperti keringanan pajak kepada persuhaan yang terlibat.
- Program Partisipasi dan Edukasi Masyarakat. Partisipasi masyarakat perlu dilakukan, seperti program penghijauan berbasis komunitas atau urban farming yang melibatkan warga dalam penanaman pohon atau pengelolaan taman kota. Edukasi masyarakat, terutama pada generasi muda, tentang pentingnya RTH juga perlu dilakukan untuk mengingkatkan kesadaran lingkungan.
- Peningkatan Anggaran untuk Pengembangan RTH. Perlu dilakukan peningkatan anggarran untu pengembangan dan pemeliharaan RTH, dengan mengalokasikan 5% dari APBD, serta memanfaatkan dana dari pemerinah pusat atau lembaga internasional yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
- Monitoring dan Evaluasi Rutin. Untuk memastikan keberhasilan program ini, perlu dilakukan monitoring dan evalusi rutin yang melibatkan tim khusus untuk memantau perkembangan dari RTH. sistem informasi publik yang transparan juga dapat membantu menngkatkan akuntabilitas pemerintah. Dengan kebijakan ini, diharapkan Kota Bandar Lampung dapat memenuhi target 30% RTH sesuai dengan adanya standar nasional, mengurangi tingkat polusi udara dan suhu kota, serta mengurangi risiko banjir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H