Mohon tunggu...
Adi MC
Adi MC Mohon Tunggu... Administrasi - Lectio contra est

''Kemanusiaan di atas segalanya"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Otoritas Kampus dan Tumpulnya Budaya Kritis Mahasiswa

26 April 2019   07:56 Diperbarui: 26 April 2019   13:37 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku di perpustakaan kampus (Sumber: ukwms.ac.id)

Budaya tunduk adalah istilah yang disematkan kepada mahasiswa yang dalam jiwa tertanam suatu rasa ketakutan terhadap sesuatu kondisi atau keadaan (fobia berlebihan), misalnya takut terhadap dosen, takut mendapatkan nilai mata kuliah yang jelek, takut IPK rendah, takut lulus terlambat, dan ketakutan lainya yang ada di dunia kampus (Landukati, (2019) Novel "Cinta dan Perjuangan").

Ketakutan inilah yang menjadi senjata ampuh pihak kampus (oknum dosen, dll) untuk melakukan indoktrinasi dan teror terhadap mahasiswa, teror tersebut biasanya berupak ancaman mendapatkan nilai (E) atau tidak lulus mata kuliah yang mereka programkan, kalau sang mahasiswa tidak mengikuti apa yang diperintahkan oknum dosen tersebut.

Terkadang mahasiswa sendiri tidak menyadari akan hal itu, mereka sepertinya menikmati kondisi ketertindasan yang demikian, sehingga dalam pemikiran mereka hanya sebatas kuliah, kuliah, dan kuliah lekas itu dapat ijasah dan berkerja. 

Ini menjadi pola umum pemikiran mahasiswa yang dibentuk di dalam kampus oleh para oknum dosen, sehingga nalar kritis dan kepekaan terhadap lingkungan sosial yang seharusnya tumbuh di dalam nadi mereka malah mati digerogoti oleh semacam virus berbahaya, dan kemudian virus itu tumbuh menjadi penindas yang baru bagi masyarakat.

Polarisai Kehidupan Mahasiswa

Menurut hasil penelitian yang dibuat oleh bidang penelitian dan pengembangan senat mahasiswa FKIP UKAW selama beberapa minggu, melakukan pengamatan di kampus terhadap perilaku mahasiswa. Sebanyak 200 mahasiswa dari 6 fakultas, saya menemukan hasil yang saya pikir selalu bergerak dalam suatu linear dan pola yang sama. 

Hal ini membuat saya kemudian berani mengambil suatu kesimpulan bahwa pergerakan mahasiswa (dari kost, kampus hingga kembali ke kost) kebanyakan saat ini hanya bergerak pada beberepa titik tertentu dan membentuk suatu pola yang sama yaitu kampus, kuliah, kost, kasur dan kampung, atau sebaliknya kost, kasur, kampus kuliah.

Dengan demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa polarisasi yang terbentuk, merupakan dampak daripada pengaruh kontaminasi budaya tunduk dan sikap mahasiswa yang masih terlalu konservatif dalam memandang dan menerjemahkan Geopolitik Kampus. 

Beranggapan bahwa dunia kampus merupakan tempat investasi untuk mendapatkan perkerjaan di masa depan atau cepat lulus sehingga cepat mendapat kerja, jangan pikirkan hal lain selain kuliah. 

Merupakan anggapan-anggapan yang tersusun rapi di dalam otak mereka, sehingga membuat mereka lebih senang diam dan apatis terhadap persoalan selain persoalan yang berhubungan dengan kuliah mereka, padahal berbgai persoalan yang terjadi dan sangat dekat dengan mereka tidak mereka sadari, misalnya seperti intimidasi dosen terhadap teman mereka, persoalan rakyat di sekitar mereka dan peroalan lainnya.

Lembaga Kemahasiswaan sebagai tempat mengasah kekritisan Mahasiswa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun