Â
Â
Ketika Berbicara tentang Pulau Sumba, mungkin yang ada di bayangan kita adalah destinasi wisatanya, baik berupa pantai-pantai indah yang ada di setiap kabupaten di pulau Sumba, panorama ratusan bukit yang kecil dan besar, hingga Kampung adat yang masih kental dengan suasana yang begitu aslinya (Local Culture) dan belum terkontaminasi budaya asing ( Influenced by Outside Culture). Namun kali ini saya mencoba memberikan satu sudut pandang yang berbeda tentang kepercayaan,hubungan dan panutan hidup diNegeri Sandalwood itu.
Sejarah Nama  Sumba
Dalam catatan sejarah yang ada, nama Sumba pertama disebut  pada masa kerajaan Maja pahit sekitar abad ke 14. Pada masa Kerajaan Majapahit (Kerajaan Hindu-Budha di Jawa Timur).
Yang paling berjasa adalah seorang yang bernama Gajah Mada, Dia Merupakan Pati (Orang kepercayaan) dari Raja Hayam Wuruk. Pada Tahun 1350 Ketika itu Gajah Mada memiliki satu iktikad untuk menyatukan Nusantara.
Setelah armadanya berhasil menaklukan Sumater, Kalimantan, Timor dan  Larantuka, mereka kembali berlayar ke Jawa dan menaklukan Bima, Sumbawa dan Bali. Pada Tahun  yang sama juga  diperkirakan Gajah Mada berhasil menaklukkan Sumba. (Haripranata 1984).
Konon Menurut Cerita lisan oleh parah Wunang (Tokoh adat Sumba timur) dikisahkan bahwa nama Sumba Berasal dari Nama seorang perempuan (Rambu Humba)
Ia adalah isteri dari seorang Pria bernama Umbu Walu Manoku Yang pertama kali mendarat di Pulau Sumba, sebagai rasa Hormat dan Bukti Cintanya kepada sang isteri (Rambu Humba), maka Pulau itu diberi nama Humba, sesuai dengan nama isterinya.
 Humba sendiri berarti murni, polos, asli dan tulus, itulah asal-usul Pulau Sumba. kalau bercermin pada definisi dan cerita tentang  pengorbanan Umbu Walu Manoku saya mengambil satu kesimpulan menggunakan kaca mata saya; bahwa ketulusan dan Kemurnian orang Sumba tidak diagukan lagi. Itulah sebabnya masyarakat Sumba sangat Setia dan Tulus.
Masyarakat Sumba, Perbukitan dan Marapu