Mohon tunggu...
Adi MC
Adi MC Mohon Tunggu... Administrasi - Lectio contra est

''Kemanusiaan di atas segalanya"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alas Kepala Orang Rote Bernama Ti'i Langga

17 April 2019   13:32 Diperbarui: 6 Januari 2022   02:02 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ket foto:  www.sasandoshop.com

Ti'i Langga, Anyaman Topi Daun Lontar Yang Termakan Zaman ?

Sekilas Tentang Pulau Rote

Pulau Rote, atau yang biasanya disebut juga Roti, merupakan satu pulau kecil yang ada di selatan Indonesia dan Merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pulau yang berstatus sebegai Kabupaten Rote Ndao berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 ini, memang menyimpan banyak kejutan, tidak hanya keindahan alamnya saja yang memanjakan mata tetapi budaya serta makanan khasnya juga tidak kalah menakjubkan.

Negeri 1000 Lontar 

Pulau ini mendapat gelar Negeri 1000 Lontar, julukan ini memang tidak salah karena di Pulau Rote memang terdapat banyak sekali pohon lontar (Borassus Flabellifer) hamper seluruh wilayah di Pulau Rote terdapat Pohon Lontar, pohon ini oleh masyarkat menjadi sumber penghidupan.

Masyarakat di Pulau Rote selain Bertani dan Melaut Mereka Juga menjadi Penyadap Nira (Iris Tuak dalam bahasa Lokal), Pengrajin Topi (Ti'i Langga) dan Sasando (Alat musik khas dari Pulau Rote). 

Biasanya mereka memanfaatkan seluruh bagian dari Pohon Lontar (Borassus Flabellifer). Misalnya batang Pohon Lontar dipakai untuk bahan membuat rumah dan Peti mati, Pelepah pohon Lontar digunakan sebagai bahan Pagar Kebun atau Rumah dan bahan untuk membuat dinding Rumah.

Daunnya dimanfaatkan untuk menjadi atap Rumah, Bahan baku Sasando, alat Untuk menimba Air (Haik), Nyiru, Kipas, Bakul, Tikar, dll, buahnya (Saboak) bisa dimakan, Nira Lontar bisa langsung diminum atau dimasak menjadi gula air, dan miras lokal (Sopi).

Kebudayaan yang Pudar?

Pada tahun 2012 sekitar bulan awal September pertama kalinya saya menginjakan kaki di pulau terselatan Indonesia itu, pada sore menjelang malam hari saya habiskan waktu saya dengan bersantai di depan penginapan yang berlokasi di Kelurahan Busalangga, Kecamatan Rote Barat Laut.

Hal pertama yang membuat saya terkagum adalah lantunan merdu suara Sansando dari seorang Pria paruh baya yang berjalan tanpa alas kaki sambil sesekali menyanyikan lagu menggunakan bahasa daerah pulau Rote "teo Renda o, Renda o Sama- sama Basudara". (Lirik lagu yang dinyanyikan pria itu)

Yang tidak kalah menariknya adalah alas kepala yang digunakan pria paruh baya itu, bentuknya seperti topi Koboi (the reall setson hat) milik orang Eropa tetapi memiliki antena yang menjulang keatas (mirip seperti Rumah adat orang Sumba), dan terbuat dari daun lontar yang dianyaman menjadi topi (Ti Langga).

Untuk menghapus rasa penasaran saya dengan alas kepala itu saya pun mencari tahu dan akhirnya saya mengetahui alas kepala yang dipakai itu bernama Ti'i Langga, Ti'i Langga memang berbeda dengan alas kepala dari daerah-daerah lain di Nusa Tenggara Timur yang notabene menggunakan kain tenunan.

Menurut Wikipedia " Ti'i langga adalah sejenis topi bertepi lebar yang terdapat di Kepulauan Rote, Indonesia bagian timur. Pulau Rote adalah pulau berpenghuni paling selatan di Indonesia, terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak jauh dari Timor.

Ciri khas topi ini adalah adanya semacam cula yang aneh mirip unikorn setinggi 40 sampai 60 sentimeter atau hiasan jambul yang melekat di bagian depan. Cula/jambul tersebut sering disebut dengan istilah 'antena' yang mempunyai sembilan tingkat. 

Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakan kembali. Konon hal tersebut melambangkan sifat asli orang Rote yang cenderung keras."

(KetFoto by Aristo Landukati. Seorang Pria Menggunakan Topi Ti'i Langga)
(KetFoto by Aristo Landukati. Seorang Pria Menggunakan Topi Ti'i Langga)

Ti'i Langga juga merupakan lambang dari kepercayaan dan kekokohan diri seorang pria dewasa di pulau Rote, tetapi lambat laun warisan nene moyang yang suda sejak abad ke 20 ini perlahan-lahan hilang mulai termakan zaman, bahkan ada sebagian dari masyarkat Rote yang tidak memiliki Ti'i Langga. Ini menunjukan bahwa budaya masyarakat Rote Ndao mulai pudar perlahan-lahan.

Pada bulan April tahun 2019, saya kembali menapakan kaki di Pulau Rote, setelah beberapa hari berkeliling dari desa ke desa saya tidak menemukan seorangpun yang kepalanya mengguakan Ti'i Langga. 

Yang lebih mengejutkan lagi setelah saya bertemu seorang Petani, bermodalkan bahasa Rote Dengka yang saya pelajari akhirnya saya bertanya tentang Ti'i Langga, Petani itu menjelaskan kalau " Ti'i Langga sekarang digunakan hanya kalau ada acara-acara Adat, ada tarian penyambutan dan acara perkawinan Masyarakat".

Ekspektasi Penulis 

Menurut data BPS kabupaten Rote Ndao (2016), rata-rata jumlah penduduk laki-laki berkisar antara 75 292 jiwa . Kalau dari angka ini saja satu orang mempunyai minimal satu Ti'i Langga dan menggunakannya, alangkah bangganya kita yang menjadi orang Rote karena telah membantu melestarikan kebudayaan dari Pulau Rote yaitu topi anyaman dari daun lontar yang bernama Ti'i Langga.

Sehingga Ti'i Langga tidak hanya menjadi simbol semata tetapi juga bisa menjadi abadi di Bumi Nusa Lontar agar suatu saat nanti kita bisa meneruskan kepada anak dan cucu kita bukan berupa cerita saja.

Akhir Kata : Sodamolek Neu Ita Basa, Ita Esa Losa do do Na

Penulis

(AMCS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun