Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan Muhammadiyah Sumbar di Era Millenial

27 Januari 2019   20:53 Diperbarui: 27 Januari 2019   20:56 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DIAKUI, Muhammadiyah di Sumatra Barat merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan besar. Banyak amal usahanya. Begitu juga cendekiawannya dengan latar belakang beragam keilmuan.

Keunggulan Muhammadiyah bekerjasama dengan banyak pihak dalam memajukan negeri ini pantas dipujikan. Namun demikian, meski keberadaan organisasi 'amal usaha' itu lebih tua dari umur negara ini, namun kerja berat masih tetap dipikul organisasi berlambang matahari terbit itu. Banyak amal usaha perlu dimaksimalkan perkembangannya. Termasuk kelembagaan organisasi yang merata dan maksimal pengabdiannya di ranah Minang ini.

keberadaan organisasi persyarikatan ini sudah lama ada di seluruh daerah, baik kota maupun kabupaten. Bahkan kebeadaan panti asuhan sudah membanggakan jumlahnya. Begitu juga masjid yang pengelolaannya oleh Muhammadiyah. Misalnya Masjid Taqwa di pusat Kota Padang, Masjid Ansharullah di Payakumbuh, masjid di Pasar Bawah Bukittinggi arah ke Payakumbuh, ada lagi masjid baru di Kauman Padangpanjang, menyusul di ibukota kabupaten dan kota lainnya di Sumbar.

Masjid yang dikelola Muhammadiyah rata-rata lokasinya sangat strategis. Hal itu tentunya tidak terlepas dari peran tokoh Muhammadiyah yang berpengaruh besar dulunya. Begitu juga amal usaha lainnya.

Kehebatan tokoh Muhammadiyah di masa dulu pantas jadi pelajaran bagi generasi Muhammadiyah di era milenial ini. Masih banyak program Muhammadiyah yang belum tercapai dalam memajukan negeri ini. Seperti perkembangan cabang dan ranting yang belum jadi program unggulan maksimal. Gerak pertambahan cabang dan ranting Muhamadiyah sejak dekade milenial ini tidak begitu seberapa.

Sebenarnya, cabang dan ranting adalah pondasi dasar dalam mengembangkan Muhammadiyah di negeri ini. Namun kenyataan masih perlu evaluasi maksimal.

Sudah beragam pemikiran, usaha, dan program dilakukan untuk menumbuhkan cabang dan ranting baru di Sumatra Barat. Bahkan ada lembaga khusus pada kepengurusan wilayah dan daerah, yaitu Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). 

Bahkan sudah dimunculkan pula 'Deklarasi Gunung Talang', 'Serambi Mekah', dan 'Lubuak Bunta' dalam setiap rapat kerja LPCR wilayah dan daerah. Namun, kenyataannya tetap saja tak lepas lenggang dari ketiak. Meski dalam setiap deklarasi itu disepakati bulat menumbuhkan cabang dan ranting baru namun hasilnya belum menggembirakan.

Kebersamaan di lingkungan persyarikatan dalam memajukan Muhammadiyah di Ranah Minang sudah saatnya dievaluasi oleh insan berfikiran netral dalam persyarikatan. Sebutlah jajaran lembaga pendidikan tinggi Muhammadiyah di daerah ini, apakah sudah menyadari perlunya wadah persyarikatan ini dibesarkan sampai ke ujung-ujung negeri ini? Program KKN pada perguruan tinggi Muhammadiyah (UMSB) juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan keberadaan cabang dan ranting. 

Ada baiknya Pimpinan Wilayah menjadikan universitas sebagai salah satu pilar kekuatan persyarikatan. Oleh sebab itu, jajaran rektorat perlu punya loyalitas maksimal untuk mengembangkan persyarikatan dalam arti yang sebenarnya.

Begitu juga buya, ustaz, dan muballigh populer Muhammadiyah di Sumbar, sempatkan juga lah kalau turun ke daerah mendukung kawan-kawan di sana megembangkan lembaga persyarikatan ini lebih maksimal. Kecenderungan selama ini (maaf), tokoh provinsi, termasuk ustaz, sepertinya kurang maksimal dalam dalam menyampaikan suntikan semanangat tentang perlunya mengembangkan persyarikatan, terutama perlunya cabang dan ranting.

Dalam kisah turun-temurun, muballigh Muhammadiyah era 'tempo doeloe' dalam tablighnya selalu berharap cabang dan ranting terus bertumbuhan. Sekarang hal demikian tidak lagi. Selesai ceramah, muballigh bergegas kembali dengan mobil tersedia.

Berdirinya cabang dan ranting dulunya jelas melibatkan peran muballigh yang sangat besar. Mereka berada di pedalaman bukan sekedar berdakwah, tapi juga mengembangkan lembaga Muhammadiyah. Ini bukan hanya beban LPCR saja, tetapi semua jajaran persyarikatan. Sangat disayangkan jika benar kabar bahwa di lingkungan kampus UMSB tak begitu muncul keberadaan ranting Muhammadiyah.

Dalam rapat regional LPCR se-Sumatra di Medan baru baru ini, muncul anggapan bahwa pergerakan amal usaha Muhammadiyah di Sumbar, terutama perguruan tingginya, masih di bawah Bengkulu dan Tapanuli Selatan. Ini jelas tamparan yang menyakitkan.

Tidak masanya dibanggakan lagi Muhammadiyah 'lahir di Jogja' dan 'besar di Ranah Minang'. Itu dulu. Sekarang dunia sudah terbalik. Kita sekarang tak lagi sama dengan orang tua dulu yang berjibaku mengembangkan Muhammadiyah dalam arti yang sebenarnya. Begitulah. 

Tak perlu banyak pengurus kalau tak berniat mengembangkan Muhammadiyah berjaya di Ranah Minang. Wassalam. * (Penulis adalah Wakil Ketua LPCR PWM Sumbar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun