Dalam kisah turun-temurun, muballigh Muhammadiyah era 'tempo doeloe' dalam tablighnya selalu berharap cabang dan ranting terus bertumbuhan. Sekarang hal demikian tidak lagi. Selesai ceramah, muballigh bergegas kembali dengan mobil tersedia.
Berdirinya cabang dan ranting dulunya jelas melibatkan peran muballigh yang sangat besar. Mereka berada di pedalaman bukan sekedar berdakwah, tapi juga mengembangkan lembaga Muhammadiyah. Ini bukan hanya beban LPCR saja, tetapi semua jajaran persyarikatan. Sangat disayangkan jika benar kabar bahwa di lingkungan kampus UMSB tak begitu muncul keberadaan ranting Muhammadiyah.
Dalam rapat regional LPCR se-Sumatra di Medan baru baru ini, muncul anggapan bahwa pergerakan amal usaha Muhammadiyah di Sumbar, terutama perguruan tingginya, masih di bawah Bengkulu dan Tapanuli Selatan. Ini jelas tamparan yang menyakitkan.
Tidak masanya dibanggakan lagi Muhammadiyah 'lahir di Jogja' dan 'besar di Ranah Minang'. Itu dulu. Sekarang dunia sudah terbalik. Kita sekarang tak lagi sama dengan orang tua dulu yang berjibaku mengembangkan Muhammadiyah dalam arti yang sebenarnya. Begitulah.Â
Tak perlu banyak pengurus kalau tak berniat mengembangkan Muhammadiyah berjaya di Ranah Minang. Wassalam. * (Penulis adalah Wakil Ketua LPCR PWM Sumbar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H