PROBLEMA terbilang besar pasti dihadapi pemerintah berkaitan dengan rencana pengaktifan kembali keretapi ke Payakumbuh. Sebab, kawasan stasiun sejak lama sudah dipenuhi pertokoan permanen yang jumlahnya sangat banyak. Hitungan kasarnya saja, nilai bangunan yang ada di kawasan stasiun tersebut bisa mencapai sekitar Rp100 miliar.
Selain stasiun Payakumbuh yang dipenuhi pertokoan modern, areal rel dari stasiun arah ke Bukittinggi sepanjang 3 kilometer sudah jadi jalan permanen sebagai pelebaran jalan negara. Sulit -- bahkan mustahil -- rasanya rel keretapi yang ada di jalan negara itu dikembalikan lagi seperti sediakala.
Jika pemerintah, terutama PT KAI gigih dan tetap bertahan mengembalikan rel itu seperti dulu, maka akan menjadi ‘perjuangan’ yang sungguh luar biasa. Termasuk 'menghabisi' seluruh bangunan sepanjang 3 kilometer dari stasiun sampai ke kawasan Ngalau Indah. Seluruh bangunan permanen itu tentu saja sudah melalui prosedur perizinan dari Pemko Payakumbuh dan atau sepengetahuan pihak PT KAI Sumbar pasca-Payakumbuh tidak ‘dijamah’ lagi oleh kereta api.
Selain bekas rel sudah beralih fungsi sebagai jalan negara yang diperluas, juga sangat banyak gedung pemerintah dan swasta di lokasi itu. Di antaranya lembaga pendidikan, perkantoran, rumah sakit, perumahan rakyat, perbengkelan dan lainnya.
1. Tidak ada pemikiran bahwa kereta api ke Payakumbuh akan dihidupkan lagi.
2. PT KAI tidak serius mengawasi tanah di bawah kepemilikannya. Sehingga, dibiarkan saja pembangun sesuka hatinya dan berbuat sesuai dengan seleranya masing- masing.
3. PT KAI 'kalah suara' dan membiarkan saja pihak lain menyalahi prosedur, dari bangunan semi permanen jadi permanen, seperti yang sudah jadi kenyataan sekarang.
Pemerintah Kota Payakumbuh sekarang tentu hanya menerima 'warisan' dari pendahulunya terkait situasi dan kondisi terkini tanah PT KAI yang sudah beralih fungsi tersebut. Semua persoalan itu tentu sudah diketahui dan dimaklumi Kantor Pusat PT KAI atau oleh Kementerian Perhubungan. Seperti halnya persoalan yang sama di Bukittinggi dan Padangpanjang. Apalagi, tim dari PT KAI sudah sering meninjau assetnya di daerah-daerah.
Bisa saja yang muncul ke permukaan ibarat 'makan buah simalakama'. Dimakan ayah mati, tidak dimakan ibu mati. Sama- sama memprihatinkan.