Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketupat Tunjang, Teh Telur, dan 'Ota Lapau' Pilih Pemimpin

30 Januari 2017   12:48 Diperbarui: 30 Januari 2017   13:02 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEDIA informasi hebat di Sumatra Barat yang belum terkalahkan oleh kemajuan teknologi adalah 'ota lapau', yang biasanya dilakukan sembari menikmati ‘kuliner rakyat’ seperti lontong dan minuman penguat tubuh, semisal teh telur.

Lepau atau lapau disebut juga warung. Ribuan banyaknya di Sumatra Barat. Tersebar merata mulai dari kota sampai ke perkampungan terpencil di daerah pedalaman yang belum diterangi listrik dan perhubungan masih memanfaatkan jalan setapak.

Meski perhubungan belum lancar, bukan berarti masyarakatnya ketinggalan informasi. Kalau listrik belum ada, otomatis televisi belum bisa dinikmati masyarakat. Di sinilah besarnya peran radio. Yang penting, dimanapun penduduk bermukim, mereka bukanlah warga yang ketinggalan informasi.

Di setiap warung dan kedai di Sumatra Barat, rata-rata ada alat komunikasi, kalau tidak televisi minimal ada radio. Keduanya merupakan peralatan ampuh penyampai informasi pada masyarakat.

Namun di Sumatra Barat, warga yang mendengar radio atau menyaksikan televisi tidak menerima mentah-mentah begitu saja yang disajikan media elektronik tersebut. Tapi, mereka mendiskusikan lagi informasi itu di lapau sambil makan lontong atau minum teh talua.

Khusus di kawasan Kuraitaji, Kabupaten Padangpariaman, tersebutlah kuliner yang terkenal dengan nama 'katupek tunjang cempedak'. Para penikmat 'katupek tunjang cempedak' ini boleh dikatakan mayoritas adalah kalangan terkemuka yang menguasai informasi, baik nasional atau informasi yang bersifat kedaerahan.

Masih pagi buta, lapau kuliner 'katupek tunjang' itu sudah penuh oleh pengunjung. Mereka berdatangan dari berbagai daerah, termasuk dari Padang, Ibukota provinsi Sumatra Barat. 

Di Padang pariaman, siapa saja pemilik warung kuliner, panggilannya hanya dua, yaitu 'Uniang untuk perempuan, dan ‘Ajo’ untuk laki-laki.

Kalau penjual 'katupek tunjang' lelaki, panggil saja, “Joo, katupek tunjang sapiriang’.Kalau perempuan, “Niang, sapiriang 'katupek tunjang”. Termasuk jika minta minuman teh telur yang rasanya sungguh ‘bergelintin’. Menikmati 'katupek tunjang' plus teh telur, sungguh menimbulkan energi yang luar biasa. Sehat dan menyegarkan.

Ketupat, daging tunjang, dan gulai cempedak (nangka) dicampur jadilah 'katupek tunjang', kuliner ternama dari Kuraitaji, Padangpariaman. (DOK. PRIBADI)
Ketupat, daging tunjang, dan gulai cempedak (nangka) dicampur jadilah 'katupek tunjang', kuliner ternama dari Kuraitaji, Padangpariaman. (DOK. PRIBADI)
Hebatnya, para penikmat katupek tunjang dan teh telur Kuraitaji ini saling bercerita, berdiskusi, maota, berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di tingkat nasional, provinsi dan daerah. Sumber informasi yang ‘dipaotaan’ adalah televisi yang ada di lapau tersebut.

Apa saja informasi terbaru, sambil makan 'katupek tunjang' dan minum teh telur, ‘selesai’ bagi mereka dalam menanggapinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun