Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

DDII dan Pak Natsir dalam Kenangan dan Ingatan

27 Juli 2016   06:12 Diperbarui: 27 Juli 2016   06:34 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silahkan baca 'Capita Selecta'. DI sana dijelaskan sejelas-jelasnya tentang Pak Natsir. Tokoh Minang, yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dalam 'Capita Selecta' yang banyak jadi rujukan tokoh dan pemikir Islam dunia maupun orientalis, tergambar pemikiran Pak Natsir tentang kebangsaan, ke-Islaman, dan perdamaian dunia untuk kesejahteraan ummat, sesuai dengan kehendak Islam: 'rahmatan lilalamin'.

Pak Natsir bukan saja berkiprah sebagai tokoh nasional, beliau juga tokoh kebanggaan dunia yang disegani banyak kalangan. Pemikirannya luar biasa untuk kesejahteraan ummat dengan konsep dunia yang damai, terjauh dari beragam ketegangan dan pertentangan.

Di era awal-awal pemerintahan Presiden Soekarno, Pak Natsir dipercaya menjabat sebagai Perdana Menteri. Bahkan ketenaran dan pengaruh Pak Natsir semakin menjulang ke 'angkasa pemikiran', setelah Beliau memangku jabatan sebagai Ketua Umum Partai Masyumi.

Di lingkungan dunia Internasional, terutama negara-negara Islam, Pak Natsir adalah tokoh pemikir Islam bersahaja. Boleh dikatakan, kehebatan pemikiran Pak Natsir pada zamannya membuat dirinya dipercaya memimpin banyak organisasi Islam berskala Internasional. Misalnya Organisasi Konferensi Islam (OKI), Rabithah Alam Islami, dan lainnya.

Bahkan, dengan Raja Arab Saudi, Raja Faisal, Pak Natsir sangat akrab. Berkat lobi Beliau, maka Raja Faisal memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak muda Indonesia menuntut ilmu di berbagai perguruan tinggi ternama di Arab Saudi dengan beasiswa dari kerajaan setempat.

Semua anak muda mendapat kesempatan yang sama, apakah dia tamatan madrasah Perti, Muhammadiyah, Alwasliyah, NU, dan lainnya. Tidak ada 'pilih beda'. Asal jelas komit ke-Islamannya maka diberangkatkan ke Arab Saudi. Luar biasa Pak Natsir. Beliau begitu terbuka dan terjauh dari 'khilafiah'.

Kini, mereka yang pernah mengecap beasiswa dari Raja Faisal itu rata-rata sudah kembali ke Indonesia dan mengabdi sebagai cendekiawan Islam terkemuka di bidang pendidikan, politik, dakwah, bisnis, kesehatan, dan lainnya. Tidak sedikit di antara mereka jadi pimpinan lembaga pendidikan Islam ternama di negeri ini.

Begitulah Pak Natsir, tokoh kebanggaan umat Islam sedunia, putra Minang asal Maninjau yang dilahirkan di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, sekampung dengan Gamawan Fauzi, Gubernur Sumbar yang sukses dan pernah menjadi Menteri Dalam Negeri di era SBY.

Meki Pak Natsir pernah dipenjara karena tampil sebagai seorang pemikir yang ‘melebihi’ Soekarno, namun jasa besar sudah ditorehkannya untuk bangsa yang besar ini. Tercatat beragam perguruan tinggi Islam swasta ternama di berbagai kota besar di Indonesia dirintis pendiriannya oleh Pat Natsir, ada lagi rumahsakit Yarsi yang tersebar di mana-mana, lembaga pendidikan SLTP/SLTA setingkat madrasah seperti Thawalib dan masih banyak lagi. Semuanya itu 'dikomandoinya' dari Jalan Kramat Raya, 'Menara Dakwah'. Sekarang disana terdapat bangunan monumental Masjid Almunawwarah.

Pak Natsir dalam Kenangan dan Ingatan

Dalam musyawarah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Sumbar, 23-24 Juli lalu, semua tentang 'keperkasaan' Pat Natsir muncul kembali dalam ingatan penulis. Teringat puluhan tahun silam, penulis yang waktu itu masih junior sebagai wartawan, mengekpos peresmian rumahsakit 'semi permanen' Yarsi oleh Pak Natsir, di Jalan Sudirman, bersebelahan dengan kampus pasca-sarjana IAIN Imam Bonjol sekarang. Beritanya kemudian terbit di suratkabar Singgalang sebagai headline, juga dikirimkan ke Majalah Panjimas Pimpinan Buya HAMKA.

Saat ini, yarsi Sumbar terus berkembang dan syukur alhamdulillah, Yarsi saat ini dipimpin DR. Zainul Daulay, anak muda Islami yang diharapkan tampil sebagai tokoh Islam Indonesia masa depan.

Khusus DDII yang dirintis pendiriannya oleh Pak Natsir sekeluarnya dari 'penjara Soekarno', secara nasional terus berkembang. Khusus di Sumatra Barat, entah kenapa, penulis agak miris. Tidak begitu kelihatan 'tongkat estafet'-nya saat ini. Namun, harapan tetap besar semoga DDII dengan Musywil ini akan kembali sadar untuk melanjutkan cita-cita besar Pak Natsir, memunculkan dakwah yang sejuk untuk kejayaan ummat.

Kita boleh bernostalgia dengan kehebatan Pak Natsir, tapi nama besarnya mari terus dipelihara dengan memperlhatkan bukti nyata melalui program yang sudah berhasil dinikmati ummat negeri ini. Mampukah kita? Mari kita jawab dengan bukti nyata dengan 'kerja' diridhoi Allah SWT.

Pantas rasanya kita support DDII, dan marilah jasa Pak Natsir kita kenang dan ingat selalu untuk diteruskan perjuangannya! Aamiin.

Padang, 27 Juli 2016,

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun