Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jutaan Warga Lansia Menderita dan Sengsara

13 Maret 2016   17:09 Diperbarui: 13 Maret 2016   17:13 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KARTINI, 70 tahun. Suaranya halus dan rambutpun tidak terawat (DOK. PRIBADI)"][/caption]Di tengah lajunya pembangunan di negeri ini yang menghasilkan banyak orang kaya dengan beragam kemewahannya, namun problem sosial berupa banyaknya warga lanjut usia (lansia) yang hidup miskin, menderita, dan sengsara tidak terbantahkan keberadaannya.

Memprihatinkan memang kondisinya. Dipekirakan jumlahnya mencapai jutaan orang. Di Kota Padang, Sumatra Barat saja, dan fokus hanya pada satu kecamatan, yakni Kecamatan Kototangah, luar biasa banyaknya warga lansia miskin. Mereka hidup di tengah anak dan cucunya yang juga miskin.
Problema ini sebenarnya sudah dimaklumi pemerintah, khususnya Kementerian Sosial. Dan sebagian kecil di antara jutaan wanita tua miskin tersebut sudah diperhatikan keluhannya melalui program perawatan sosial lanjut usia.

Di Indonesia, sampai saat ini Kementerian Sosial sudah punya program 'Perawatan Sosial Lanjut Usia' untuk seluruh provinsi. Namun, dana yang ada masih terbatas. Pogram itu baru dinikmati 50 lanjut usia miskin di tiap provinsi yang pelaksanaannya bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi c/q Dinas Sosial.

Khusus di Sumatra Barat, tersebutlah pekerja sosial profesional bernama Syahbuddin BSW, yang gigih melaksanakan bhakti sosial dalam perawatan lanjut usia keluarga miskin ini. Hanya saja, katanya, pemerintah baru menganggarkan dana masih terbatas. Contohnya, dalam setahun program ini baru berjalan lima bulan. Untuk tahun 2016, kata Syahbuddin, baru akan dimulai Bulan Agustus dan berakhir Desember mendatang.

Dalam sebulan, orang tua binaan ini dapat jatah makan dengan menu yang sudah ditentukan baru enam kali. Sementara makanan tambahan, seperti buah-buahan, roti, atau sejenisnya dua kali sebulan. Sebanyak 50 warga lanjut usia ini semasa mengikuti program Kementerian Sosial bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi didampingi 10 orang tenaga yang sudah terlatih.

[caption caption="WANITA SYARIAT, 80 tahun diatas kursi roda. Memprihatinkan. Tuli dan selalu protes dengan lingkungannya (DOK. PRIBADI)"]

[/caption]

Program binaan lanjut usia keluarga miskin memang sangat positif. Hanya saja problemanya perlu dicarikan pemecahan masalahnya. Di antaranya:

1. JADIKAN PROGRAM TAHUNAN
Selama ini program hanya selama 5 bulan saja, Agustus sampai Desember.
Supaya hasilnya maksimal, alangkah lebih baiknya 'berketerusan' sepanjang tahun. Maksudnya selama warga binaan tersebut masih hidup.

2. KERJA PENDAMPING TERUS MENERUS
Alangkah nikmatnya warga binaan tersebut kalau pendamping lebih banyak waktunya selalu dekat dengan binaannya. Dan sangat pantas rasanya tenaga pendamping dari keluarga terdekat. Begitu juga kerja tenaga pendamping harus terukur. Seperti memandikan klien, membawanya keliling lingkungan dengan korsi roda bagi yang lumpuh memanfaatkan korsi roda.

3. HIDUP BERSIH
Yang paling penting bagi warga binaan itu adalah memelihara kebersihannya. Mandi teratur. Tukar pakaian terjadwal, termasuk yang paling penting pelaksanaan ibadatnya, sesuai dengan kepercayaannya, dan fisik 'suci terus menerus'. Untuk itu kepekaan tenaga pendamping sangat diharapkan.

4. EVALUASI
Tentang program pembinaan usia lanjut ini sangat pantas dievaluasi secara rutin. Bahkan sangat diharapkan program ini lebih dikembangkan lagi. Sebab dengan kemajuan zaman, cenderung problema sosial keluarga mulai terabaikan. Penyebabnya antara lain, ketatnya persaingan hidup, batas waktu mencari rezeki boleh dikatakan sudah pupus. Sehingga di lingkungan keluarga mayoritas tersita waktu mencari rezeki, sehingga kehidupan orang tua lanjut usia tidak begitu terperhatikan. Akhirnya jadilah mereka merana dengan beragam omelannya sebagai pertanda pemberontakannya disebabkan kemiskinan yang begitu kurang terperhatikan famili terdekat. Terbukti, dari 50 warga lanjut usia dibina Yayasan Rahmah di Padang, dengan fokus program di Kecamatan Koto Tangah, dengan empat sample, yaitu:

a. SYARIAT. Berusia sekitar 80 tahun. Sudah lama kedua telinganya tuli. Sangat sering menangis, karena menganggap tidak diperhatikan keluarga.

Dalam keadaan lumpuh. Meski ada kursi roda, tapi tampaknya tidak ada mengiringinya atau menuntunnya menikmati lingkungannya. Jadilah Syariat bosan terus berada diatas rumah, sementara kelurganya juga sibuk dengan usaha kerjanya masing-masing. Dan dia menganggap tidak diperhatikan.

Syariat sering berzikir, tapi tidak shalatm, karena terus dalam keadaan tidak suci. Kelihatan rambutnya pun tidak disisir. Mandi, katanya, sekali 15 hari saja.

b. TINAHAR. Berusia 81 tahun. Tinggal bersama cucunya, karena anaknya menetap di tempat lain.
Keseharian Tinahar duduk dan tidur saja, disebabkan jarena sudah lama lumpuh karena kerapuhan tulang. Yang bersangkutan kelhatan fisiknya bersih, karena cucunya memndikannya teratur.

[caption caption="TINAHAR. Lumpuh dan penampilannya bersih, dan dipelihara cucunya. (DOK PRIBADI)"]

[/caption]

c. KARTINI. Juga memprihatinkan fisiknya. Rambutnya pun tidak disisir sudah lama. Suaranya tidak begitu jelas lagi. Dia hidup bersama anaknya yang juga tergolong kurang mampu.

d. NASRUL HARUN. Masih 64 tahun usianya. Tapi sudah sakit- sakitan. Sangat sering berobat ke rumah sakit. Namun kesembuhannya penyakitnya, Alahualam. Juga yang bersangkutan keluarga miskin.

[caption caption="NASRUL HARUN, 64 tahun. Sakit-sakitan, kurus dan penyakitnya tak kunjung sembuh. Diabadikan dengan penulis. (DOK PRIBADI)"]

[/caption]

PEMECAHAN MASALAH

Meski Kementerian Sosial bersama Pemerintah Provinsi di Indonesia sudah punya program membina lanjut usia miskin, namun kondisinya masih sangat terbatas.

Alangkah lebih baiknya binaan lanujut usia diluar panti jadi unggulan program untuk masa yang akan datang. Bahkan memberi dana stimulan pada warga lanjut usia, seperti di negara maju sudah pantas rasanya dilakukan di Indonesia.

Khusus di daerah mayoritas warganya muslim sudah pantas dana zakat dikumpulkan BAZNAS sebagiannya dijatahkan untuk warga miskin lanjut usia ini. Sebab mereka termasuk 'mustahik' menerima zakat.

Bagaimanapun juga, kita tidak tega di negara Indonesia yang sudah meng 'global' ini ternyata jutaan warga lanjut usia hidup memprihatinkan. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun