Hebatnya lagi, nasi uduk Jawa yang menyerang markas Warung Padang, mampu menciptakan komitmen 'persahabatan' dalam berjualan. Khusus Warung Padang mayoritas buka dari pagi sampai sore dan tidak seberapa warung Padang yang buka sampai larut malam. Sedangkan pada malam hari giliran warung nasi uduk yang mayoritas ‘tagak tenda’.
Tanpa kesepakatan tertulis, kemesraan terjalin antara kelompok 'Warung Padang' dengan saudaranya 'nasi uduk' dari tanah Jawa.
Di sisi lain, pengelola warung nasi uduk yang masih kurang modal bisa diusahakan dananya melalui Baitul Mall wat Tamwil (BMT) yang dimotori Pemko Padang di bawah kepemimpinan Walikota, H. Mahyeldi Ansyarullah.
[caption caption="DAPUR yang bersih menyebabkan pelanggan Nasi Uduk Lamongan Lili membuat pelanggan tak ragu mencicipi kelezatan kuliner khas Jawa itu. (FOTO | DOK. PRIBADI)"]
Kota Padang yang punya 104 kelurahan juga punya BMT 104 pula dengan modal awal masing-masing BMT Rp300 juta berasal dari APBD Provinsi Sumbar dan APBD Kota Padang.
Salahs atu warung nasi uduk yang laris di Kota Padang adalah Nasi Uduk Lili Lamongan yang berada di dekat Hotel Pangeran's Beach, Jalan Juanda, kawasan pinggir laut. Warung itu dapat pinjaman Rp5 juta dari BMT Kelurahan Flamboyan Baru dengan Ketuanya Drs. Bahkrum Manurung, MM. Ternyata dukungan BMT benar-benar membawa berkah bagi nasi uduk Lamongan tersebut. Sesorenya, Lili berhasil menggaet rupiah dari pelanggannya sekitar Rp650 ribu.
“Syukurlah,” kata Lili. “Berkat perhatian BMT, kehidupan kami sekeluarga semakin baik,” tambahnya. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H