Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pita Merah di Trotoar

26 Januari 2025   09:31 Diperbarui: 26 Januari 2025   09:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kapan terakhir kali Anda melihatnya?" tanyaku.

Ia menoleh padaku, mata abu-abu pucatnya bersinar dalam bayangan sore. "Delapan tahun yang lalu. Tapi dia masih di sini. Aku bisa merasakannya."

Aku menelan ludah, mencoba memproses jawabannya. Delapan tahun? Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi takut membuka luka yang mungkin belum sembuh. Sebagai gantinya, aku berkata, "Apa dia... suka roti tawar dan susu?"

Pria itu tertawa kecil, suara yang kering dan hangat sekaligus. "Tidak. Dia benci susu. Tapi aku selalu membelinya untuk berjaga-jaga. Siapa tahu, kan?"

Kami berdiri di sana cukup lama, berbicara tentang hal-hal kecil. Ia menceritakan betapa anak perempuannya dulu suka bermain lompat tali di trotoar itu, bagaimana tawa kecilnya melantun seperti musik di antara deru kendaraan. Aku mendengarkan, meskipun sebagian dari pikiranku sibuk bertanya-tanya: apakah anak itu benar-benar hilang? Atau apakah pria tua ini hanya tenggelam dalam delusi?

Namun, ada ketulusan dalam suaranya yang sulit diabaikan. Ketika ia menggambarkan cara anaknya mengikat rambut, atau bagaimana ia selalu menggerutu setiap kali ibunya menyuruhnya tidur siang, aku hampir bisa melihat sosok kecil itu melompat-lompat di depan kami.

Akhirnya, matahari mulai tenggelam, dan aku merasa sudah waktunya untuk pergi. Tapi sebelum aku melangkah, ia mengulurkan sebuah benda kecil ke arahku. Sebuah foto lusuh yang sudutnya mulai melengkung. Di foto itu ada seorang gadis kecil dengan senyum lebar dan pita merah di rambutnya.

"Jika kamu melihatnya, tolong beri tahu aku," katanya pelan. Aku hanya bisa mengangguk, meskipun aku tahu kemungkinan itu sangat kecil.

Saat aku berjalan menjauh, aku mendapati diriku melihat ke sekeliling lebih sering dari biasanya. Mencari sosok kecil dengan pita merah, meskipun aku tahu aku mungkin takkan menemukannya. Tapi sore itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa ada sesuatu yang berharga di dunia ini, sesuatu yang layak dicari, meski hanya berupa bayangan di trotoar yang retak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun