Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Parkir Liar, Wajah Keegoisan Pemerintah dan Masyarakat

19 November 2024   09:37 Diperbarui: 19 November 2024   12:47 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi, mobil ditambahkan, tetapi ruang untuk menampungnya tidak pernah menjadi prioritas.

Transportasi Publik: Narasi yang Berantakan

Di sisi lain, narasi transportasi publik sering kali terdengar seperti janji kosong. Proyek-proyek besar seperti MRT, LRT, dan BRT diperkenalkan sebagai solusi untuk mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi. Namun, bagaimana proyek ini benar-benar memengaruhi kebiasaan masyarakat masih dipertanyakan.

Sebagian besar kota di Indonesia, termasuk Jakarta, tidak dirancang untuk mengintegrasikan transportasi publik dengan kehidupan sehari-hari. Stasiun dan halte sering kali sulit diakses, terutama dari kawasan pemukiman. 

Akibatnya, mobil dan motor tetap menjadi kebutuhan bagi banyak orang. Bahkan mereka yang sudah menggunakan transportasi umum sering kali masih membutuhkan kendaraan pribadi untuk mencapai stasiun atau terminal. Parkir liar di sekitar stasiun adalah bukti nyata dari masalah ini.

Kegagalan untuk benar-benar mendorong transportasi publik ini justru menciptakan ruang bagi pemerintah dan industri untuk terus mendorong penjualan kendaraan. 

Solusi yang diajukan hanya menjadi alat retoris, sementara masyarakat tetap didorong membeli mobil atau motor. Siklus ini terus berulang, tanpa akhir yang jelas.

Parkir Liar: Gejala dari Sistem yang Timpang

Parkir liar adalah gejala paling terlihat dari konflik ini. Di balik mobil-mobil yang terparkir sembarangan, ada cerita tentang sistem yang tidak berfungsi. Sebagian besar pemilik kendaraan di Indonesia tidak memiliki lahan parkir pribadi. 

Kompleks perumahan, terutama di kawasan perkotaan, sering kali dibangun tanpa mempertimbangkan kebutuhan parkir. Di tempat kerja, fasilitas parkir sering kali tidak mencukupi. Akibatnya, jalan umum menjadi tempat parkir darurat.

Namun, di balik tindakan ini, ada pemahaman tak terucap: ruang publik dapat digunakan secara pribadi jika tidak ada yang menghalangi. 

Kesadaran akan tanggung jawab kolektif terhadap ruang publik hampir tidak ada, baik di level individu maupun pemerintah. Jalanan, trotoar, bahkan taman sering kali menjadi korban dari budaya "asal bisa."

Yang lebih mencolok adalah bagaimana parkir liar menjadi lahan bisnis informal. Di kota-kota besar, juru parkir ilegal muncul di setiap sudut jalan. Mereka mengelola ruang publik seperti milik pribadi, menarik tarif tanpa aturan yang jelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun