Di tengah gempuran wacana pemulihan ekonomi nasional, formula sederhana yang dapat mengubah perekonomian Indonesia sering terlewatkan. Berdasarkan laporan terbaru UNESCO, setiap kenaikan 1 persen tingkat literasi di suatu negara berpotensi mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) naik hingga 1,5 persen (UNESCO Institute for Statistics Report, 2023).Â
Bagi sebagian besar orang, angka 1,5 persen ini mungkin tampak kecil, namun dalam skala ekonomi nasional, dampaknya signifikan. Bank Dunia memperkirakan bahwa jika tingkat literasi Indonesia naik 5 persen, PDB nasional bisa melonjak hingga 7,5 persen---hampir dua kali lipat dari target pertumbuhan ekonomi yang diusulkan pemerintah (World Bank Economic Report: Indonesia, 2024).
Sebagai salah satu pakar pendidikan, Dr. Bambang Wisudo dari Universitas Indonesia menegaskan pentingnya literasi dalam pembangunan bangsa. "Kita terlalu fokus pada infrastruktur fisik seperti jalan tol dan bandara, tapi melupakan 'jalan tol mental' berupa literasi," ungkapnya dalam Seminar Nasional Literasi dan Ekonomi (Kompas, 15/3/2024).Â
Menurut Dr. Bambang, pembangunan infrastruktur tanpa disertai dengan pengembangan literasi ibarat mendirikan gedung pencakar langit di atas fondasi pasir---rapuh dan berisiko.
Jika kita melirik Finlandia, salah satu negara dengan tingkat literasi tertinggi di dunia, terlihat bahwa negara ini juga mencatatkan pendapatan per kapita yang sangat tinggi, yakni USD 49.000 pada 2023 (Nordic Economic Review, 2024).Â
Sejak 1960-an, Finlandia konsisten dengan kebijakan "libraries first," sebuah inisiatif yang memastikan perpustakaan tersedia dalam radius dua kilometer dari setiap pemukiman warga (Finnish Education Report, 2023). Model Finlandia ini tidak hanya meningkatkan minat baca, tetapi juga berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Contoh lain yang relevan adalah Jepang. Negara ini bangkit dari kehancuran pasca-Perang Dunia II dan menjadi kekuatan ekonomi global berkat revolusi literasi yang dimulai pada era Meiji.Â
"Keajaiban ekonomi Jepang berasal dari gerakan literasi yang menjadikan membaca sebagai kebiasaan hidup," tulis Prof. Takeshi Yamamoto dalam bukunya The Japanese Economic Miracle: A Literacy Revolution (Harvard University Press, 2023). Jepang membangun fondasi literasi yang kuat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi jangka panjang.
Era digital menambah dimensi baru dalam kebutuhan literasi. Sebuah laporan dari McKinsey menunjukkan bahwa 82 persen perusahaan global kini menempatkan literasi digital dan critical thinking sebagai kualifikasi penting dalam perekrutan karyawan (McKinsey Global Survey, 2024).Â
Fakta lain yang mengesankan adalah pekerja dengan tingkat literasi tinggi cenderung 3,2 kali lebih mudah beradaptasi dengan teknologi baru, suatu keunggulan kompetitif di era Industri 4.0.