Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi 1%, Ekonomi Naik 1,5%: Formula Emas Kesejahteraan yang Terabaikan

12 November 2024   12:03 Diperbarui: 12 November 2024   12:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, Indonesia masih tertinggal dalam hal literasi. Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 78 negara dalam literasi (OECD PISA Report, 2023). Ketertinggalan ini berdampak langsung pada produktivitas pekerja Indonesia. 

Sebuah survei dari Kementerian Ketenagakerjaan mengungkap bahwa 52 persen pekerja di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengoperasikan teknologi baru di tempat kerja (Laporan Ketenagakerjaan Nasional, 2024). 

Menurut Bhima Yudhistira, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), produktivitas pekerja Indonesia 30 persen lebih rendah dari rata-rata ASEAN, salah satunya karena gap kompetensi yang cukup besar (The Jakarta Post, 22/1/2024).

Vietnam menjadi contoh lain dari keberhasilan meningkatkan literasi yang berdampak langsung pada ekonomi. Dr. Nguyen Van Phuc, seorang pakar pendidikan dari Vietnam, menjelaskan bahwa transformasi literasi di negaranya terwujud berkat kebijakan pendidikan, industri, dan teknologi yang terintegrasi (Asian Education Summit 2024). 

Sejak diluncurkannya program "Digital Reading for Future" pada 2015, literasi digital di Vietnam naik 15 persen, mendorong peningkatan ekspor teknologi hingga 300 persen (Vietnam Economic Times, 2024).

Kesuksesan literasi di Vietnam bukan hanya soal angka, tetapi juga dampaknya pada kemampuan adaptasi tenaga kerja di sektor teknologi. Saat ini, sekitar 65 persen tenaga kerja di Vietnam mampu beradaptasi dengan tuntutan Industri 4.0, jauh lebih siap dibandingkan banyak negara berkembang lainnya di Asia Tenggara. 

Ini membuktikan bahwa investasi dalam literasi bisa menghasilkan pekerja yang lebih siap menghadapi era digital, meningkatkan daya saing nasional di pasar global.

Kisah serupa datang dari Korea Selatan, yang berhasil mengubah dirinya dari negara miskin pascaperang menjadi kekuatan ekonomi global. Menurut Prof. Kim Young-soo, literasi di Korea Selatan telah dijadikan sebagai proyek nasional jangka panjang sejak 1960-an.

Salah satu program yang berperan penting adalah "Reading Before Sleeping," sebuah kampanye nasional yang mendorong masyarakat membaca sebelum tidur. Dalam waktu dua dekade, tingkat literasi di Korea Selatan melonjak dari 22 persen menjadi 98 persen (Korean Statistical Yearbook, 2023). 

Prof. Kim menyatakan bahwa periode ini menjadi titik balik bagi Korea Selatan dalam memantapkan posisinya sebagai negara industri (Asian Journal of Education, Vol. 45, 2024).

Sayangnya, di Indonesia, Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan sejak 2016 belum menunjukkan hasil signifikan. Evaluasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2023 mengungkapkan bahwa pelaksanaan program ini masih terkendala koordinasi lintas lembaga dan minimnya evaluasi yang jelas dan terukur (Laporan Evaluasi Gerakan Literasi Nasional, 2023). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun