Ketika dua orang menikah, mereka bukan mencari akhir yang bahagia, tetapi mereka sedang menjalani sebuah proses yang berkelanjutan---proses memahami diri sendiri dan orang lain.
Seperti yang sering diulas dalam blog BrainPickings karya Maria Popova, pernikahan adalah seni menerima kekurangan, sebuah latihan yang membuat kita tidak hanya memahami pasangan kita, tetapi juga diri kita sendiri.
Xanthippe mungkin tidak akan pernah benar-benar mengerti dunia Socrates, tetapi ia memilih untuk hidup bersamanya, dan mungkin itulah bentuk cinta paling murni yang bisa kita harapkan.
Kisah mereka mengingatkan kita bahwa tidak ada pasangan yang sempurna, dan pernikahan yang abadi bukan berarti tanpa masalah.
Malah, justru di dalam konflik-konflik itulah kita belajar lebih banyak tentang manusia dan kebijaksanaan. Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali kata-kata Socrates tentang kebahagiaan dalam pernikahan. Ia mungkin benar, kita bisa menjadi bahagia atau menjadi filsuf, tetapi pada akhirnya, keduanya membawa kita pada kebijaksanaan.
Dalam dunia yang penuh idealisme dan mimpi, kisah Socrates dan Xanthippe adalah pelajaran tentang menjalani kenyataan.
Menjadi filsuf mungkin terdengar rumit, tetapi bagi mereka yang menikah, kita tahu bahwa menjadi bijak tidak datang tanpa perjuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H