Dalam konteks lebih luas, keterlibatan Gibran menunjukkan bahwa peran Wakil Presiden tidak hanya sebagai "ban serep" atau simbol, tetapi juga memiliki potensi untuk mengambil bagian dalam peran-peran penting.
Partisipasi aktifnya dalam kegiatan ini bisa diinterpretasikan sebagai bagian dari pembuktian bahwa dirinya adalah figur pemimpin yang berdiri sejajar dengan para politisi senior, bahkan di bidang yang bukan spesialisasinya. Namun, apakah ini cukup untuk membawa perubahan yang substansial?
Dari Latihan Lapangan ke Kompleksitas Realitas Kabinet
Latihan fisik dan baris-berbaris di lapangan mungkin menjadi fondasi yang baik bagi semangat kerja sama, tetapi realitas politik memerlukan lebih dari sekadar kedisiplinan.
Di dalam ruang rapat, setiap menteri dan pejabat tinggi pemerintah akan menghadapi isu-isu kompleks, dari reformasi pendidikan, kesehatan, hingga ancaman ekonomi global. Perlu adanya fleksibilitas, kreativitas, dan keterbukaan terhadap kritik serta saran yang konstruktif.
Pemerintahan yang berorientasi pada kesuksesan tidak hanya dapat dicapai dengan komando, tetapi dengan dialog dan transparansi. Seperti yang kita lihat dalam banyak kasus di masa lalu, disiplin militeristik yang terlalu kaku justru bisa menjadi kendala bagi fleksibilitas yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, khususnya saat Indonesia dihadapkan pada perubahan cepat dalam tatanan geopolitik maupun ekonomi.
Pendekatan kolaboratif, di mana semua pihak terlibat dalam menyusun strategi yang berbasis data dan riset, akan lebih relevan dalam membangun fondasi pemerintahan yang efektif dan adaptif.
Menjaga Sinergi dari Simbol ke Kebijakan
Kesinambungan dari simbolisme kegiatan lapangan ke kebijakan konkret menjadi tantangan utama bagi Prabowo dan Gibran. Tanggung jawab untuk mempertahankan semangat sinergi ini tidak hanya akan terlihat dalam disiplin hadir di lapangan, tetapi lebih penting lagi dalam bagaimana kebijakan ekonomi, sosial, dan pertahanan dapat diimplementasikan secara sinkron di setiap lini pemerintahan.
Sebagai contoh, isu-isu seperti pengentasan kemiskinan, perbaikan infrastruktur, dan ketahanan pangan memerlukan koordinasi antar kementerian, yang tidak dapat dipaksakan melalui baris-berbaris, melainkan melalui perencanaan matang dan komunikasi yang efektif.
Menguatkan Sinergi dengan Struktur Fleksibel
Jika Prabowo dan Gibran ingin mewujudkan pemerintahan yang seirama, beberapa langkah strategis perlu diterapkan:
1. Membangun Mekanisme Koordinasi - Sediakan platform komunikasi yang terbuka dan terstruktur untuk seluruh kementerian, agar setiap kebijakan dapat disusun dan dievaluasi dengan melibatkan setiap pihak yang berkepentingan.
2. Fleksibilitas dalam Pengambilan Keputusan - Disiplin dan kerja sama tidak harus dibatasi pada pendekatan militeristik. Justru, kemampuan adaptasi terhadap situasi yang berubah dengan cepat menjadi kunci bagi efektivitas kebijakan.
3. Memperkuat Pengawasan Terhadap Implementasi Kebijakan - Memastikan kebijakan yang telah disepakati dapat dieksekusi dengan baik di lapangan membutuhkan mekanisme pengawasan yang ketat. Pengawasan ini juga harus mencakup evaluasi berkala yang tidak terpengaruh oleh ego sektoral atau politik.
Simbolisme Militer dalam Politik, Terlalu Sederhana untuk Tantangan Kompleks
Pada akhirnya, sinergi yang diperlihatkan dalam kegiatan di Akademi Militer ini mungkin menawarkan gambaran ideal dari kerja sama pemerintahan. Namun, dalam politik, simbolisme harus diimbangi dengan pragmatisme.
Disiplin militer mungkin memberi landasan bagi kedisiplinan individu, tetapi dalam realitas pemerintahan, kerja sama tidak terjadi dengan sendirinya. Setiap menteri, wakil menteri, dan pejabat pemerintahan lainnya perlu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau politik.