Kemenkumham dipecah menjadi tiga bagian, dan Kemendikbudristek juga mengalami hal yang sama. Apakah ini upaya untuk memberikan fokus yang lebih pada setiap fungsi, atau sekadar mengalokasikan lebih banyak kursi untuk kolega politik?
Yang pasti, pecahnya kementerian ini akan berimbas pada birokrasi yang lebih terfragmentasi.
Jika setiap kementerian membutuhkan waktu untuk membentuk identitasnya sendiri---dari logo hingga staf baru di lapangan---maka kita mungkin harus siap menghadapi "revolusi logo" di setiap kantor dinas dalam beberapa bulan mendatang.Â
Kita tentu tidak ingin situasi di mana pejabat lebih sibuk memikirkan desain logo baru ketimbang urusan negara yang mendesak.
Positifnya, dengan portofolio yang lebih spesifik, setiap kementerian bisa lebih fokus pada tugasnya masing-masing.
Namun, di sisi lain, fragmentasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa akan ada tumpang tindih wewenang dan potensi benturan kepentingan antar-kementerian.
Kabinet: Tentu Gemuk, Tapi Siapa yang Kenyang?
Kabinet gemuk, seperti halnya tubuh manusia, membutuhkan banyak makanan. Dengan kata lain, anggaran untuk membiayai kementerian-kementerian baru ini pasti akan membengkak.
Bayangkan saja: menteri-menteri baru, wakil-wakil mereka, dan seluruh perangkat yang diperlukan untuk menjalankan setiap kementerian. Bahkan, DPR juga harus menyesuaikan diri dengan portofolio kementerian yang baru.
Namun, pertanyaan paling menarik adalah: siapakah yang akan "kenyang"?Â
Apakah rakyat yang diharapkan mendapat pelayanan lebih baik dari kementerian-kementerian yang lebih fokus, atau para politisi yang menikmati kursi menteri tambahan? Apakah ini soal efisiensi atau sekadar perluasan lapangan kerja politik?
Dalam konteks ini, rakyat mungkin seperti penonton di arena sirkus politik---tertawa melihat badut bermain-main, tapi tidak pernah diundang untuk ikut makan kue. Sementara itu, beban anggaran negara akan terus meningkat.