Lalu, apa solusinya? Apakah kita terjebak dalam siklus penampilan tanpa substansi? Tidak sepenuhnya. Meskipun tantangan ini nyata, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mendorong keterlibatan yang lebih autentik.
Pertama, kita perlu mereformasi pendidikan. Ini bukan tentang mengajarkan siswa untuk menghafal lebih banyak, tetapi mengajarkan mereka untuk bertanya lebih banyak. Pendekatan kritis harus menjadi fondasi sistem pendidikan, di mana siswa diajak untuk tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami, menganalisis, dan mengkritisi informasi.
Kedua, kita membutuhkan akuntabilitas di tingkat kebijakan. Pemimpin harus dipaksa untuk bertanggung jawab atas retorika mereka. Janji-janji kosong tentang lingkungan, hak asasi manusia, atau pendidikan tidak boleh dibiarkan tanpa tindakan nyata. Dalam kasus perubahan iklim, ini berarti kebijakan konkret yang benar-benar menekan industri besar untuk lebih bertanggung jawab.
Lebih dari Sekadar Tampilan
Pada akhirnya, kita hidup di dunia yang penuh ironi. Di satu sisi, kita memiliki akses informasi yang tak terbatas. Di sisi lain, banyak dari kita yang terjebak dalam penampilan tanpa substansi. Performa intelektual mungkin menarik, tetapi tanpa pemahaman yang mendalam dan tindakan nyata, itu hanya ilusi.
Di era digital ini, kita perlu lebih waspada dalam membedakan antara apa yang tampak dan apa yang nyata. Pengetahuan tidak hanya soal seberapa banyak kita tahu, tetapi bagaimana kita menggunakan pengetahuan itu untuk memperbaiki dunia di sekitar kita.
Sebuah kutipan yang menarik di media sosial mungkin akan mendapatkan ratusan like, tetapi apakah itu benar-benar membantu menyelesaikan masalah? Itulah pertanyaan besar yang harus kita hadapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H