Di berbagai sudut Indonesia---dari meja makan keluarga, ruang diskusi kampus, hingga obrolan santai di warung kopi---nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming menjadi topik pembicaraan yang penuh spekulasi.
Banyak yang merasa bahwa transisi ini bakal sama seperti perpindahan kekuasaan yang sudah-sudah: sama, tapi beda. Namun, ini bukan sekadar transisi kepemimpinan biasa.
Kali ini, kita menyaksikan perpaduan antara figur veteran dengan sosok muda yang bahkan lebih dekat dengan istilah "selebritis politik" daripada politisi.
Sebentar lagi, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, menggantikan duo Jokowi-Ma'ruf yang sudah menuntaskan masa baktinya.
Di balik rangkaian prosesi formal, ada banyak hal yang diam-diam memunculkan pertanyaan besar: apakah ini sebuah kesinambungan, atau justru anomali demokrasi?
Sebenarnya, isu besar yang muncul bukan hanya soal siapa yang bakal duduk di kursi kekuasaan. Lebih dari itu, banyak pihak mempertanyakan: apakah Gibran, yang baru berumur 36 tahun, siap memegang jabatan wakil presiden di negara sebesar Indonesia?
Ada yang berspekulasi bahwa duet ini hanyalah perpanjangan dari bayang-bayang Jokowi, sementara yang lain yakin bahwa ini adalah wujud nyata dari regenerasi politik.
Namun, mari kita pecahkan teka-teki ini dari sudut pandang yang tidak terlalu serius tapi tetap enak untuk diobrolkan. Mungkin, sudah saatnya kita berani memikirkan pemerintahan ini seperti... permainan video game.
Sebagai Permainan Strategi Real-Time
Bayangkan sebuah skenario di mana Prabowo adalah pemain senior yang sudah sangat berpengalaman dalam strategi militer (ingat, latar belakang Prabowo memang banyak dihabiskan di bidang pertahanan).
Dalam "game" politik Indonesia, Prabowo adalah sosok yang sering menjadi pemain utama tetapi baru kali ini diberi joystick penuh untuk memimpin. Gibran, di sisi lain, adalah "newbie" yang punya potensi, tapi sering kali terlihat seperti sedang belajar sambil bermain.
Dalam skenario ini, pemerintahan Prabowo-Gibran mungkin adalah versi pembaruan dari game "Jokowi 2.0"---di mana kita akan melihat misi-misi berulang seperti pembangunan infrastruktur, percepatan digitalisasi, dan program bantuan sosial yang sudah menjadi fitur khas pemerintahan sebelumnya.
Tapi seperti dalam game, update kali ini mungkin hadir dengan beberapa fitur baru. Bedanya, pemain veteran dan newbie ini harus bekerja sama untuk tidak membuat "game over" di tengah jalan.
Plot Twist: Akomodasi Vs. Identitas
Ada satu hal yang menarik untuk diulik: bagaimana mereka akan menjaga stabilitas politik sambil mencoba mendefinisikan ulang identitas pemerintahan mereka.
Di satu sisi, Prabowo dikenal sebagai sosok yang "tegas" dan patriotik---orang yang ingin memastikan Indonesia berdiri di atas kaki sendiri (meskipun terkadang berdiri di atas kaki sendiri bisa bikin pegal, kan?).
Di sisi lain, Gibran dikenal sebagai tokoh yang, meskipun belum banyak jam terbangnya di kancah nasional, membawa gaya kepemimpinan yang lebih kekinian dan dekat dengan anak muda---gaya komunikasi yang lebih santai, bahkan kadang lebih terlihat seperti influencer politik ketimbang politisi sejati.
Pertanyaannya adalah: bagaimana kedua sosok ini akan menggabungkan visi mereka yang terkesan bertolak belakang?
Bayangkan, Prabowo yang selalu berbicara tentang pertahanan nasional dan ketahanan pangan tiba-tiba harus "merangkul" konsep digitalisasi dan transformasi ekonomi yang digaungkan oleh Gibran. Kedua tokoh ini seperti berada di dua dimensi berbeda: satu di medan perang, satu di ruang virtual.
Namun, di situlah letak daya tariknya. Bisa jadi, ini adalah duet yang tak terduga namun justru membawa angin segar bagi politik Indonesia.
Ibarat minuman campuran yang aneh, siapa tahu kombinasi ini justru nikmat? Seperti saat kita memesan es kopi susu durian di kafe hipster dan merasa bingung kenapa itu enak, bukan?
Isu Ekonomi: Dari Infrastruktur ke Meme Ekonomi?
Ekonomi, tentunya, menjadi salah satu isu utama yang harus ditangani oleh duet ini. Jokowi telah membangun basis yang kokoh dalam infrastruktur---sebuah pencapaian yang diakui meskipun banyak menuai kritik.
Pertanyaannya adalah: apakah Prabowo akan melanjutkan hal ini, atau justru mengambil jalan lain?
Sementara Prabowo sudah dikenal dengan gagasannya yang keras tentang kemandirian ekonomi dan ketahanan pangan, Gibran datang dengan perspektif yang lebih modern dan, tidak bisa disangkal, lebih "milenial".
Mungkin saja di bawah pengaruh Gibran, kita akan melihat kebijakan ekonomi yang lebih mengakomodasi transformasi digital dan startup-startup teknologi. Bukankah itu terdengar seperti strategi yang lumayan futuristik?
Bayangkan, suatu hari nanti kita akan mendengar frasa seperti "meme ekonomi" diucapkan dalam pidato kenegaraan. Tidak percaya? Ya, sebenarnya, ekonomi digital memang sudah menjadi kenyataan, tetapi apakah kita siap melihat Prabowo berbicara tentang startup unicorn dan NFT dalam satu napas dengan swasembada pangan? Tidak ada yang tahu.
Politik Luar Negeri: Indonesia Sebagai Broker Konflik Global?
Salah satu area yang patut diperhatikan adalah kebijakan luar negeri. Prabowo selama ini menunjukkan sikap keras terhadap isu-isu kedaulatan dan keamanan nasional, termasuk di Laut Cina Selatan.
Namun, di era globalisasi ini, masalah keamanan bukan lagi hanya soal "tembak-menembak" atau "siapa yang punya kapal perang lebih besar". Dunia sekarang juga berbicara tentang diplomasi yang lebih rumit---soal teknologi, ekonomi digital, hingga iklim.
Tantangannya, Prabowo dan Gibran harus mampu membawa Indonesia untuk tetap relevan di panggung internasional, tanpa terjebak dalam geopolitik yang terlalu panas.
Akan sangat menarik melihat bagaimana duet ini bernegosiasi dengan kekuatan global seperti Amerika Serikat, Cina, dan Rusia, sambil tetap mempertahankan kemandirian Indonesia.
Di sinilah letak seni berpolitik: apakah mereka bisa menjadi "broker" yang mampu menenangkan pertarungan para raksasa, atau justru terjebak dalam permainan mereka?
Kabinet: Tim Esport atau Tim Tradisional?
Mungkin salah satu hal yang paling dinantikan adalah susunan kabinet. Publik bertanya-tanya apakah Gibran akan membawa masuk "pemain baru" yang lebih muda dan melek digital ke dalam pemerintahan, atau apakah kabinet ini akan tetap didominasi oleh para wajah lama yang sudah lama berkecimpung di dunia politik dan ekonomi Indonesia.
Bayangkan kalau kabinet Prabowo-Gibran diisi oleh generasi muda yang terbiasa dengan laptop, startup, dan ide-ide segar. Kita mungkin akan melihat perubahan besar dalam cara pemerintah beroperasi: dari model yang kaku dan birokratis menjadi lebih cepat dan dinamis---ibarat peralihan dari bermain catur menjadi bermain Fortnite.
Namun, tentu saja, di balik harapan ini, ada juga kekhawatiran bahwa kabinet ini bisa menjadi semacam eksperimen "radikal" yang penuh risiko. Apakah Indonesia siap untuk lompatan besar ke depan, ataukah kita akan tersandung oleh ide-ide baru yang terlalu cepat diterapkan?
Kolaborasi yang Membingungkan, Tapi Membawa Harapan?
Pemerintahan Prabowo-Gibran adalah kombinasi unik yang mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya. Ini adalah kolaborasi antara generasi tua yang penuh pengalaman dan generasi muda yang penuh semangat.
Apakah ini akan berjalan mulus? Mungkin tidak. Tapi di sinilah letak keseruannya---ketidakpastian dan kejutan-kejutan yang mungkin akan muncul.
Jika ada satu hal yang pasti, pemerintahan ini akan menjadi topik perdebatan panjang di media sosial, ruang diskusi, dan warung kopi. Ini adalah transisi yang tidak biasa, dan mungkin itulah yang kita butuhkan untuk menggoyang sedikit keseriusan politik Indonesia.
Siap atau tidak, Prabowo-Gibran akan memimpin, dan kita semua akan diajak ikut serta dalam permainan politik yang... siapa tahu, justru akan menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H