Program ini tidak hanya membantu menekan angka kekerasan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan siswa secara keseluruhan. Di Indonesia, kita bisa mulai dengan mengintegrasikan SEL dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) atau mata pelajaran lain yang relevan.
3. Keterlibatan Orang Tua sebagai Mitra Utama
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak.Â
Namun, keterlibatan orang tua dalam mencegah kekerasan di sekolah sering kali terabaikan. Sekolah perlu membangun kemitraan yang erat dengan orang tua untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang diajarkan di sekolah juga dipraktikkan di rumah.Â
Orang tua bisa dilibatkan dalam kegiatan sekolah yang berfokus pada pendidikan karakter, seperti pelatihan manajemen emosi atau diskusi tentang pentingnya non-kekerasan.
Dengan terlibat secara aktif, orang tua bukan hanya menjadi pendukung, tetapi juga menjadi mitra dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak mereka, baik di rumah maupun di sekolah.
4. Guru Sebagai Teladan Non-Kekerasan
Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga role model bagi siswa.Â
Apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka berinteraksi dengan siswa sangat memengaruhi perilaku siswa. Oleh karena itu, pelatihan untuk guru perlu difokuskan pada pengembangan keterampilan untuk menjadi teladan dalam menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.
Guru harus mampu mendeteksi tanda-tanda awal kekerasan, mendampingi siswa dalam menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat, dan menciptakan suasana kelas yang penuh dengan rasa saling menghargai. Jika guru dapat menunjukkan cara menyelesaikan masalah tanpa kekerasan, siswa pun akan menirunya.
5. Sistem Pelaporan Kekerasan Berbasis Teknologi
Di era digital ini, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk mencegah kekerasan di sekolah.Â
Salah satu cara inovatif yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan platform pelaporan kekerasan berbasis teknologi. Siswa yang menjadi korban kekerasan atau menyaksikan tindakan kekerasan bisa melaporkannya secara anonim melalui aplikasi atau portal khusus.
Data yang terkumpul bisa diakses oleh konselor sekolah, psikolog, dan pihak yang berwenang untuk melakukan intervensi secara cepat. Sistem ini juga membantu mengatasi masalah ketakutan atau rasa malu yang sering kali membuat korban enggan melapor.