Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik.

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Home Sweet Leon, Mimpi Rumah di Tengah Himpitan Realitas

7 Oktober 2024   10:29 Diperbarui: 7 Oktober 2024   15:22 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film ini hadir sebagai representasi autentik dari isu-isu kontemporer yang relevan dengan masyarakat luas | Sumber gambar: akcdn.detik.net.id

Jika rumah adalah impian, mengapa jalan menuju ke sana terasa seperti labirin tanpa ujung?

Pertanyaan ini mungkin terlintas di benak setiap orang yang pernah mendambakan rumah sendiri. Dalam era modern di mana harga properti melambung tak terkendali, film Home Sweet Loan hadir sebagai cermin dari keresahan itu. 

Melalui perjalanan seorang perempuan muda bernama Kaluna, film ini menangkap secara brilian perjuangan kelas menengah dalam meraih mimpi yang terlihat sederhana---tetapi bagi banyak orang, begitu sulit dijangkau.

Ketika lampu bioskop padam dan layar mulai menyala, kita disambut dengan pemandangan rumah yang penuh sesak. Rumah itu bukanlah tempat yang nyaman bagi Kaluna, melainkan sebuah ruang yang sempit, pengap, dan sesak dengan intervensi keluarga besar. 

Di tengah hiruk-pikuk keponakan yang berlarian, Kaluna hanya bisa meresapi keinginannya yang sederhana: memiliki rumah sendiri. Dan di situlah kisah dimulai---perjalanan panjang Kaluna menuju impian yang berulang kali terhambat, baik oleh kenyataan finansial yang keras maupun beban keluarga yang terus menghimpit.

Potret Hidup Kelas Menengah di Indonesia

Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa Home Sweet Loan adalah salah satu film paling relevan yang dirilis tahun ini. 

Kaluna adalah gambaran nyata dari banyak anak muda Indonesia yang tergabung dalam sandwich generation---mereka yang harus menanggung beban ganda: menjaga diri sendiri sambil mendukung keluarga besar yang masih bergantung. Kaluna bekerja keras sebagai pegawai kantoran, tetapi gaji yang tidak pernah menyentuh angka dua digit membuatnya hanya bisa bermimpi tentang memiliki rumah di Jakarta. Bukan karena kurang berusaha, tetapi karena sistem yang terasa tidak mendukung.

Film ini merangkum kenyataan pahit yang dialami generasi muda di kota-kota besar. Bukan hanya soal harga rumah yang terus melambung, tapi juga realitas bahwa banyak dari mereka masih tinggal dengan orang tua, seringkali bersama saudara-saudara yang sudah berkeluarga. 

Konflik dalam film ini tidak terletak pada intrik yang megah, melainkan pada hal-hal kecil yang terasa sangat dekat dengan keseharian kita: pintu kamar yang rusak, token listrik yang habis, atau kipas angin yang berisik di tengah malam. Inilah potret hidup nyata yang diangkat oleh Home Sweet Loan---sederhana, namun menghantam hati kita dengan keras.

Konflik Internal dan Eksternal: Lebih dari Sekadar Soal Uang

Seperti halnya banyak film drama keluarga yang baik, kekuatan Home Sweet Loan terletak pada kompleksitas konflik yang dihadapi oleh karakter utamanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun