Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkah Tersembunyi di Balik Kata 'Cukup'

4 Oktober 2024   08:50 Diperbarui: 4 Oktober 2024   09:00 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber gambar: as-they-grow.com

Merasa cukup juga berkaitan erat dengan rasa syukur dan penerimaan.

Saat kita mampu menerima apa yang ada dengan hati terbuka, kita memberikan ruang bagi kepuasan batin untuk tumbuh. Kepuasan yang lahir dari syukur adalah salah satu bentuk kebahagiaan yang paling mendalam, karena itu bukan didasarkan pada apa yang kita miliki secara material, tetapi pada cara kita melihat dunia.

Ketika kita merasa cukup, kita mulai menghargai hal-hal kecil yang sebelumnya mungkin luput dari perhatian. Sebuah secangkir teh di pagi hari, percakapan ringan dengan teman, atau hanya momen tenang saat membaca buku di sore hari. Semua ini, yang mungkin tampak remeh, menjadi sumber kebahagiaan yang tidak terhingga jika kita berhenti sejenak dan meresapi keberadaannya.

Penghargaan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain

Sering kali, kita terjebak dalam perlombaan tanpa henti untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, seakan-akan nilai diri kita diukur dari seberapa besar pencapaian kita dalam hal materi atau status sosial.

Padahal, perasaan cukup adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Dengan mengakui bahwa kita sudah melakukan yang terbaik dan sudah berada di tempat yang tepat dalam hidup, kita membebaskan diri dari ekspektasi orang lain.

Lebih dari itu, perasaan cukup juga berdampak pada hubungan kita dengan orang-orang di sekitar. Ketika kita tidak lagi merasa harus bersaing atau membandingkan diri dengan orang lain, kita mulai melihat mereka sebagai sesama manusia yang juga berjuang dengan cara mereka sendiri. Empati tumbuh, dan hubungan menjadi lebih tulus. Kita tidak lagi memandang orang lain sebagai ancaman atau saingan, tetapi sebagai mitra dalam perjalanan hidup yang sama-sama penuh liku.

Cukup Sebagai Bentuk Penghargaan terhadap Alam

Bukan hanya hubungan kita dengan sesama yang berubah ketika kita merasa cukup, tetapi juga hubungan kita dengan alam.

Kita hidup di dunia yang sumber dayanya terbatas, namun hasrat kita untuk memiliki lebih seolah tidak mengenal batas. Perasaan cukup mengajarkan kita untuk menggunakan sumber daya dengan bijak, tanpa merusak atau menghabiskannya demi keuntungan jangka pendek.

Dengan merasa cukup, kita belajar untuk lebih menghargai apa yang alam berikan, serta menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan keberlanjutan lingkungan. Ini adalah langkah kecil menuju kehidupan yang lebih harmonis, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi planet ini.

Menggapai Perasaan Cukup dalam Hidup

Lalu, bagaimana kita bisa mencapai perasaan cukup?

Tentu saja, ini bukan proses yang instan. Salah satu caranya adalah dengan melatih diri untuk lebih bersyukur dan menghargai hal-hal kecil dalam hidup. Mulailah dengan menyadari apa yang sudah kita miliki, dan kurangi fokus pada apa yang belum kita dapatkan. Setiap kali godaan untuk ingin lebih datang, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah ini benar-benar akan membuat saya lebih bahagia?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun