Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghapus Kekerasan di Sekolah, Sebuah Panggilan untuk Revolusi Moral

2 Oktober 2024   23:36 Diperbarui: 3 Oktober 2024   00:39 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber gambar: magnifychrist.com

Sistem pendidikan kita, sayangnya, masih sangat berorientasi pada model hierarkis, di mana guru adalah otoritas mutlak di dalam kelas. Dalam lingkungan seperti ini, sangat mudah bagi kekuasaan untuk disalahgunakan. Kita lupa bahwa peran guru sebenarnya bukan untuk mengontrol atau mendominasi, tetapi untuk membimbing dan menginspirasi. Ketika otoritas disalahartikan sebagai kekuasaan untuk menghukum dan mengendalikan, maka yang muncul adalah kekerasan.

Membangun Hubungan yang Berlandaskan Rasa Hormat, Bukan Ketakutan

Kunci untuk menghilangkan kekerasan di sekolah terletak pada bagaimana kita membangun hubungan antara guru dan siswa. Alih-alih membangun sistem yang didasarkan pada ketakutan dan hukuman, kita harus mulai beralih ke sistem yang didasarkan pada rasa hormat, empati, dan pengertian.

Seorang siswa bukanlah objek yang bisa dikendalikan dengan ancaman atau hukuman fisik. Mereka adalah individu dengan hak-hak yang sama seperti orang dewasa, dan mereka layak untuk diperlakukan dengan martabat.

Seorang guru yang baik adalah seseorang yang memahami bahwa tugas mereka bukan hanya untuk mengajarkan pengetahuan akademis, tetapi juga untuk membentuk karakter dan moral siswa. Namun, bagaimana kita bisa mengajarkan nilai-nilai moral jika kita sendiri tidak mencontohkan perilaku yang bermoral? Bagaimana kita bisa meminta siswa untuk menghormati orang lain jika kita sendiri tidak menghormati hak-hak mereka sebagai individu?

Dalam masyarakat yang ideal, hubungan antara guru dan siswa harus berlandaskan pada mutual respect, atau saling menghormati. Seorang guru tidak perlu menggunakan kekerasan fisik atau verbal untuk mendisiplinkan siswa. Sebaliknya, disiplin yang efektif harus berakar pada dialog, pengertian, dan pendekatan yang lebih manusiawi. Di banyak negara maju, model pendidikan yang berfokus pada pengembangan karakter dan empati telah terbukti berhasil mengurangi tingkat kekerasan di sekolah. Sistem seperti ini menempatkan siswa bukan sebagai objek kontrol, tetapi sebagai partner dalam proses belajar mengajar.

Membentuk Lingkungan Aman: Dimulai dari Tanggung Jawab Kolektif

Salah satu masalah terbesar dalam menangani kekerasan di sekolah adalah kecenderungan kita untuk melempar tanggung jawab kepada satu pihak saja, entah itu guru, pemerintah, atau institusi pendidikan.

Padahal, kekerasan di sekolah adalah masalah kolektif yang membutuhkan solusi kolektif pula. Orang tua, guru, kepala sekolah, dan pemerintah harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi semua siswa.

Orang tua sering kali merasa bahwa mereka tidak punya kontrol terhadap apa yang terjadi di sekolah. Namun, sebenarnya, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam memantau dan memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat perlakuan yang layak di sekolah. Jika orang tua mulai lebih proaktif dalam berkomunikasi dengan guru dan sekolah, serta memberikan masukan yang konstruktif mengenai bagaimana sistem disiplin bisa diterapkan tanpa kekerasan, maka perubahan besar bisa terjadi.

Demikian pula, sekolah harus membuka diri terhadap masukan dan kritik dari orang tua dan masyarakat. Sekolah bukanlah entitas yang terpisah dari masyarakat; sekolah adalah cerminan dari nilai-nilai yang kita junjung sebagai bangsa. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi bagian integral dari setiap institusi pendidikan.

Mengintegrasikan Pendidikan Karakter Sejak Dini

Jika kita benar-benar ingin menghapus kekerasan di sekolah, maka kita harus mulai dari dasar: pendidikan karakter sejak dini.

Anak-anak perlu diajarkan nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain, bahkan sebelum mereka belajar membaca atau menulis. Di banyak negara, pendidikan karakter sudah menjadi bagian penting dari kurikulum nasional. Misalnya, di Jepang, pendidikan karakter bukan hanya tentang mengajarkan anak-anak untuk bersikap baik, tetapi juga membantu mereka memahami dan menghormati perasaan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun