Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - eklegein

Menyukai diskusi mencerahkan yang memperluas wawasan. Menyukai diskusi dan introspeksi yang membuka wawasan baru tentang kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Cinta Tanpa Batas yang Mengajarkan Makna Pengorbanan dan Harapan

16 September 2024   01:19 Diperbarui: 16 September 2024   03:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pendowoharjo.bantulkab.go.id/peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 1446 H di Padukuhan Monggang.

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, yang penuh dengan persaingan, kesibukan, dan teknologi yang merenggut perhatian kita, ada sebuah kerinduan yang melampaui batas-batas waktu dan ruang. 

Ini adalah kerinduan seorang nabi kepada umatnya, kerinduan yang dalam dan tulus dari Nabi Muhammad SAW, yang tak pernah lekang oleh waktu. 

Tapi apakah kita, umatnya, merindukan beliau dengan cara yang sama?

Apakah Kita Termasuk Umat yang Dirindukan?

Kerinduan Nabi Muhammad SAW kepada umatnya bukanlah sekadar retorika dalam sejarah Islam, melainkan bagian dari cinta universal yang beliau tunjukkan sepanjang hidupnya. 

Diriwayatkan bahwa saat-saat terakhirnya, Nabi Muhammad SAW menangis memikirkan umatnya. Beliau tak hanya memikirkan para sahabat yang hidup bersamanya, tetapi juga kita---umat yang belum pernah beliau temui.

Rasulullah bersabda, "Aku merindukan saudara-saudaraku." Para sahabat bertanya, "Bukankah kami adalah saudara-saudaramu, wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, "Kalian adalah sahabat-sahabatku. Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah bertemu denganku, tetapi mereka beriman kepadaku." (HR. Muslim)

Pesan ini begitu dalam: Nabi merindukan kita, umat yang hidup berabad-abad setelah beliau wafat. 

Tapi, apakah kita termasuk golongan yang beliau rindukan? Dan apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan bahwa kerinduan ini menjadi dua arah?

Meneladani Cinta Nabi

Kerinduan Nabi Muhammad SAW tidak sekadar emosional, melainkan penuh makna spiritual. 

Cinta beliau kepada umatnya terwujud dalam tindakan konkret: kebaikan, pengorbanan, dan pengajaran yang terus relevan hingga hari ini. Untuk menjadi umat yang dirindukan Nabi, ada beberapa refleksi yang dapat kita lakukan.

  1. Menghidupkan Sunnah dengan Cinta

    Nabi Muhammad SAW mencintai kita tanpa pamrih, dan salah satu cara untuk membalas cinta tersebut adalah dengan mengikuti ajaran dan sunnah beliau.

    Bukan sebagai bentuk ritual semata, tetapi sebagai manifestasi cinta kita kepada beliau. Apakah kita menjalankan nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan rendah hati yang beliau ajarkan dalam kehidupan sehari-hari?

  2. Merindukan Beliau dalam Doa

    Salah satu bentuk kerinduan adalah berdoa untuk bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di akhirat kelak. Doa ini bukan sekadar permintaan, tetapi juga sebuah pengingat untuk selalu menjaga iman dan amal kita agar layak menjadi bagian dari umat yang beliau rindukan.

  3. Mencintai Sesama Umat dengan Tulus

    Nabi Muhammad SAW tidak hanya mencintai umatnya, tetapi juga selalu mengajarkan umatnya untuk mencintai sesama manusia.

    Dalam dunia yang kian terpecah oleh perbedaan, mencintai sesama dengan tulus adalah salah satu cara untuk menjaga warisan beliau. Adakah kita sudah mengupayakan kebaikan bagi orang lain, terlepas dari latar belakang mereka?

Sebuah Pengorbanan yang Tak Terbalaskan

Ketika kita berbicara tentang cinta Nabi Muhammad SAW kepada umatnya, kita berbicara tentang cinta yang penuh pengorbanan.

Dalam riwayat hidupnya, Nabi sering kali menempatkan kepentingan umat di atas dirinya sendiri. Sejak awal dakwahnya hingga akhir hayatnya, beliau terus berjuang untuk menyelamatkan umatnya dari kehancuran spiritual.

Ketika umat Islam berperang melawan kaum Quraisy dalam perang Uhud, Rasulullah terluka parah. Darah beliau mengalir, namun yang keluar dari mulutnya bukan keluhan, melainkan doa. 

"Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu." Bahkan dalam penderitaan, cinta beliau kepada umatnya tak pernah pudar.

Apa yang bisa kita pelajari dari cinta tanpa syarat ini? Apakah kita bisa menerapkan prinsip pengorbanan dalam kehidupan kita? Di dunia yang kian individualis, cinta yang Nabi ajarkan terasa begitu relevan. 

Mungkin, kita bisa mulai dengan hal-hal sederhana: membantu tetangga yang kesusahan, memaafkan orang lain, atau berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan.

Apakah Kita Merindukan Nabi?

Setiap kali Maulid Nabi datang, kita merayakan kelahiran seorang pemimpin yang cinta dan kasih sayangnya telah mengubah sejarah.

Tapi lebih dari sekadar perayaan, ini adalah momen untuk bertanya: Apakah kita juga merindukan beliau sebagaimana beliau merindukan kita?

Kerinduan kita kepada Nabi Muhammad SAW seharusnya tidak hanya sebatas kata-kata. Ini adalah perasaan yang mendalam, yang memotivasi kita untuk mengikuti jejak beliau. 

Ketika kita memikirkan betapa besar cintanya kepada kita, sudah sepatutnya kita juga merindukan beliau dengan segenap hati, jiwa, dan tindakan kita.

Menjadi Bagian dari Umat yang Dirindukan

Sebagai penutup, pertanyaan yang perlu terus kita tanyakan adalah: Apakah kita benar-benar menjadi umat yang dirindukan Nabi?

Dalam kehidupan yang serba sibuk ini, penting untuk meluangkan waktu merenungi apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga warisan cinta yang beliau tinggalkan.

Sebagaimana Nabi Muhammad SAW memikirkan kita, mari kita juga terus memikirkan dan merindukan beliau, dengan cara yang nyata---melalui kebaikan, keadilan, dan cinta yang kita sebarkan kepada dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun