Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Quo Vadis Perempuan dalam Politik Indonesia? - Bagian 2

13 September 2024   10:34 Diperbarui: 13 September 2024   10:46 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Ketika perempuan mendapatkan kekuasaan, dunia menjadi lebih baik," kata Hillary Clinton.

Pernyataan ini menggambarkan sebuah keyakinan bahwa keterwakilan perempuan di posisi puncak politik tidak hanya simbolis, tetapi memiliki dampak nyata yang signifikan. 

Namun, untuk memahami sejauh mana perempuan dalam politik membawa perubahan, kita perlu melihat lebih dalam dari sekadar angka dan nama.

Di tulisan pertama kita sudah membahas apakah keterwakilan perempuan dalam Pilkada 2024 adalah simbol kemajuan atau sekadar strategi elektoral. 

Kini, kita akan menggali lebih dalam dengan melihat contoh nyata dari berbagai pemimpin perempuan global dan nasional, serta tantangan yang mereka hadapi.

Sejarah dan Realitas Keterwakilan Perempuan

Mari kita mulai dengan melihat contoh dari figur politik perempuan internasional yang telah mencatatkan jejaknya di panggung global. 

Hillary Clinton, Angela Merkel, Theresa May, Nancy Pelosi, dan Jacinda Ardern adalah contoh pemimpin perempuan yang telah memecahkan batasan gender dan meninggalkan jejak penting dalam politik dunia. 

Namun, meskipun mereka mencapai posisi puncak, tantangan tetap ada.

Hillary Clinton, yang pernah menjadi calon presiden perempuan pertama di Amerika Serikat, menghadapi banyak tantangan yang menggarisbawahi ketidaksetaraan gender yang masih ada. 

Meskipun dia memenangkan popular vote, kekalahan dalam Electoral College mencerminkan kekuatan dan keterbatasan perempuan dalam politik.

Angela Merkel, sebagai Kanselir Jerman selama 16 tahun, menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan berpengaruh. 

Namun, kepemimpinan Merkel juga menyoroti kesulitan perempuan dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaan dalam struktur politik yang didominasi laki-laki.

Di Inggris, Theresa May berperan sebagai Perdana Menteri, tetapi masa jabatannya juga menunjukkan bagaimana perempuan di posisi puncak sering kali harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan yang sama dengan rekan laki-laki mereka.

Di AS, Nancy Pelosi sebagai Ketua DPR menunjukkan bahwa perempuan bisa memiliki pengaruh signifikan dalam legislatif, tetapi dia juga harus menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan posisinya dan menghadapi kritik yang sering kali berkisar pada isu gender.

Jacinda Ardern dari Selandia Baru membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan bisa memberikan dampak positif yang besar.

Namun, dia juga menghadapi tantangan berat dalam menangani krisis dan ekspektasi yang tinggi dari publik.

Keterwakilan Perempuan di Indonesia

Di tingkat lokal, kita melihat figur seperti Tri Rismaharini, Megawati Soekarnoputri, dan Puan Maharani. 

Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya telah menunjukkan kepemimpinan yang inovatif dan berorientasi pada hasil. Namun, tantangan yang dihadapinya sering kali mencerminkan realitas politik Indonesia yang masih sering didominasi oleh laki-laki.

Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden Indonesia dan Ketua Umum PDI-P, menunjukkan kekuatan dan pengaruh perempuan dalam politik Indonesia. 

Namun, perjalanan politiknya juga menunjukkan bagaimana perempuan di posisi puncak harus menghadapi tantangan struktural dan politik yang signifikan.

Puan Maharani, sebagai Ketua DPR RI, menghadapi tantangan untuk membuktikan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik tidak hanya simbolik tetapi juga substansial.

Di tingkat yang lebih lokal lagi, Airin Rachmi Diany, mantan Wali Kota Tangerang Selatan, menghadapi tantangan untuk memastikan bahwa kepemimpinan perempuan bisa membawa perubahan nyata dalam kebijakan publik dan kesejahteraan masyarakat.

Menjelang Pilpres AS November 2024, Kamala Harris sebagai Wakil Presiden AS menghadapi harapan besar dari publik. 

Meskipun posisinya sebagai perempuan kulit hitam pertama dalam jabatan tersebut memberikan simbolisme yang kuat, tantangan untuk benar-benar memanfaatkan kekuasaan tersebut tetap ada. 

Bagaimana Harris bisa mengatasi tantangan ini akan menjadi indikator penting bagi masa depan keterwakilan perempuan dalam politik AS.

Keterwakilan perempuan di politik, baik di tingkat lokal maupun internasional, menghadapi berbagai tantangan. 

Kita telah melihat bagaimana figur-figur perempuan seperti Hillary Clinton, Angela Merkel, dan Kamala Harris menghadapi rintangan signifikan meskipun mereka berada di posisi puncak. 

Di Indonesia, Tri Rismaharini, Megawati Soekarnoputri, dan Puan Maharani juga menunjukkan bagaimana perempuan bisa berperan penting dalam politik, tetapi tidak tanpa tantangan.

Semacam Kesimpulan

Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak perempuan dalam politik. 

Kita membutuhkan lebih banyak pemimpin perempuan yang berkualitas, yang mampu memimpin dengan visi, integritas, dan kapabilitas. 

Seperti yang dikatakan oleh Anne Phillips, "Descriptive representation is insufficient; what matters is substantive representation."

Keterwakilan perempuan dalam politik harus bermakna, bukan sekadar angka atau simbol. 

Kita perlu memastikan bahwa perempuan yang terlibat dalam politik memiliki kapabilitas dan dukungan yang mereka butuhkan untuk memimpin dengan baik.

Dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024, kita harus melihat keterwakilan perempuan dengan mata yang lebih kritis. 

Bukan hanya soal seberapa banyak perempuan yang mencalonkan diri, tetapi juga tentang seberapa besar mereka bisa membawa perubahan nyata bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun